Bagi sebagian orang, penggunaan parfum dapat meningkatkan rasa percaya diri. Namun, ada juga individu yang memilih untuk tidak menggunakan parfum sama sekali. Di antara keduanya, terdapat mereka yang mengenakan minyak wangi sesuai dengan keinginan dan suasana hati. Setiap orang memiliki alasan masing-masing dalam memilih parfum yang mereka gunakan.
Perdagangan minyak wangi yang mudah menguap ini dapat ditemukan di berbagai tempat, seperti di emper masjid, pasar tradisional, supermarket, atau pasar malam. Para pedagang biasanya menawarkan minyak wangi tanpa alkohol dengan label “Nonalkohol” yang dicetak besar. Sementara itu, minyak wangi beralkohol sering kali dijual tanpa keterangan jelas. Penggolongan ini menciptakan perbedaan sikap di masyarakat. Beberapa orang memilih nonalkohol untuk menjaga ketenangan saat beribadah, karena mereka menganggap alkohol termasuk najis dan haram. Di sisi lain, ada juga yang tidak mempermasalahkan penggunaan parfum beralkohol.
Dari sudut pandang hukum, terdapat beberapa pendapat terkait penggunaan parfum beralkohol. Pendapat pertama menyatakan bahwa alkohol termasuk khamar, yang berarti bahwa alkohol haram dan najis. Pendapat kedua berargumen bahwa alkohol hanya haram jika dikonsumsi, tetapi tidak najis jika digunakan untuk parfum. Menurut KH Malik Madani, Katib Aam PBNU, banyak orang keliru mengidentikan alkohol dengan khamar. Ia menjelaskan bahwa alkohol hanya disebut khamar jika diminum; jika digunakan untuk parfum, tidak ada masalah.
Pendapat ketiga menyatakan bahwa meskipun khamar itu haram, ia tetap suci. Hal ini merujuk pada keterangan Syekh Abdul Wahab bin Ahmad Al-Ansori dalam kitab Al-Mizanul Kubro yang menyatakan bahwa para imam mujtahid sepakat bahwa khamar adalah najis, kecuali pendapat dari Imam Daud yang berpendapat bahwa khamar suci meskipun haram untuk dikonsumsi. Pendapat ini relevan bagi mereka yang mengaitkan alkohol dengan khamar. Wallahu A’lam.
