Shalat merupakan ibadah terpenting bagi seorang Muslim dan menjadi tolak ukur kesalehan seseorang. Shalat juga dikenal sebagai amal kunci bagi segala amal lainnya. Namun, seringkali orang tidak menyadari bahwa masing-masing waktu shalat yang lima memiliki hikmah dan sejarah tersendiri.
Shalat Subuh adalah shalat pertama yang dilaksanakan oleh Nabi Adam AS. Dua rakaat Subuh dilakukan di bumi setelah beliau diturunkan dari surga. Saat itu, Nabi Adam merasakan kegelapan untuk pertama kalinya, yang menimbulkan rasa takut yang mendalam. Namun, seiring berjalannya waktu, kegelapan itu mulai sirna dan terang pun muncul. Pergantian malam menjadi pagi ini menjadi alasan mengapa dua rakaat Subuh dilaksanakan sebagai ungkapan syukur atas sirnanya kegelapan dan harapan akan datangnya kecerahan.
Nabi Ibrahim AS adalah pelopor shalat Dhuhur dengan empat rakaat yang dilaksanakan ketika Allah menggantikan Ismail, yang seharusnya disembelih, dengan seekor domba. Peristiwa ini terjadi pada siang hari, ketika matahari bergeser sedikit dari titik tengahnya. Masing-masing rakaat memiliki makna tersendiri: satu sebagai penanda kesyukuran atas digantikannya Ismail, satu untuk kegembiraan, satu untuk mencari keridhaan Allah, dan satu lagi sebagai rasa syukur atas domba yang diberikan oleh Allah SWT.
Riwayat shalat Ashar sangat erat kaitannya dengan Nabi Yunus AS ketika beliau diselamatkan dari perut ikan Hut. Dalam perut ikan tersebut, Nabi Yunus mengalami empat macam kegelapan: gelap karena kekhawatiran, gelap di dalam air, gelap malam, dan gelap di dalam perut ikan. Ketika matahari mulai condong ke barat, Nabi Yunus melaksanakan shalat empat rakaat sebagai simbol terlepasnya dari empat macam kegelapan tersebut.
Shalat Maghrib yang terdiri dari tiga rakaat juga memiliki sejarah yang tidak terpisahkan dari Nabi Isa AS. Beliau berhasil keluar dari kaumnya pada penghujung senja. Setiap rakaat memiliki makna penting: satu sebagai simbol perjuangan menegakkan tauhid, satu untuk menafikan hinaan dan tuduhan kaumnya terhadap ibundanya yang melahirkannya tanpa ayah, dan satu lagi sebagai pengakuan atas keesaan Allah yang Maha Kuasa.
Shalat Isya dengan empat rakaat didasari oleh diangkatnya empat kesedihan yang dialami Nabi Musa AS ketika meninggalkan kota Madyan. Kesedihan tersebut berkaitan dengan istrinya, saudaranya Harun, anak-anaknya, dan kekuasaan Fir’aun. Ketika Allah mengangkat semua kesedihan itu di malam hari, Nabi Musa pun melaksanakan shalat empat rakaat sebagai ungkapan syukur atas segala nikmat.
Inilah hikmah di balik lima shalat fardhu yang diwajibkan kepada setiap Muslim hingga saat ini sesuai dengan tuntunan syariah.