Setiap acara tahlilan biasanya diisi dengan pemberian makanan kepada para tamu yang hadir. Tindakan ini tidak hanya merupakan sedekah yang pahalanya disampaikan kepada orang yang telah meninggal, tetapi juga sebagai penghormatan kepada para tamu yang turut mendoakan keluarga yang ditinggalkan.
Dari sudut pandang sedekah, memberikan makanan kepada orang lain adalah perbuatan yang sangat dianjurkan. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Bertutur kata yang baik dan menyuguhkan makanan.” (HR Ahmad). Ini menunjukkan bahwa memberi kepada orang lain, termasuk dalam bentuk makanan, adalah tindakan yang terpuji dan berharga.
Dalam konteks sedekah untuk orang yang telah meninggal, pada masa Rasulullah SAW, bahkan kebun atau harta yang berharga pun dapat disedekahkan dengan niat agar pahalanya sampai kepada si mayit. Dalam hadis yang sahih, seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai ibunya yang telah meninggal dan menanyakan apakah sedekahnya akan bermanfaat bagi ibunya. Rasulullah menjawab bahwa sedekah tersebut tentu akan bermanfaat. Lelaki itu kemudian menyedekahkan kebunnya untuk ibunya (HR Tirmidzi).
Ibnu Qayyim al-Jawziyah menyatakan bahwa amal terbaik yang dapat dihadiahkan kepada mayit adalah memerdekakan budak, sedekah, istigfar, doa, dan haji. Pahala membaca Al-Qur’an secara sukarela dan pahalanya juga dapat disampaikan kepada mayit, sama halnya dengan puasa dan haji (Ibnul Qayyim, ar-Ruh, hal 142).
Ketika mempertimbangkan penghormatan kepada para tamu, tindakan ini sejalan dengan ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda bahwa barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya tidak menyakiti tetangganya dan menghormati tamunya (HR Muslim). Ini menunjukkan pentingnya menjaga hubungan baik dengan tetangga dan tamu.
Tamu yang datang untuk urusan bisnis atau sekadar bersosialisasi harus diterima dengan baik. Terlebih lagi, tamu yang hadir untuk mendoakan keluarga kita di akhirat harus dihormati dan diperhatikan lebih dari biasanya.
Meskipun demikian, kemampuan ekonomi harus menjadi pertimbangan utama. Tidak boleh memaksakan diri untuk menyajikan jamuan dalam acara tahlilan jika itu mengakibatkan utang atau merugikan harta anak yatim atau ahli waris lainnya. Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya penyajian dilakukan secara sederhana.
Namun, jika memiliki kemampuan ekonomi yang cukup, dan tanpa berlebihan atau sekadar menjaga gengsi, sajian istimewa dapat dipertimbangkan sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga yang telah meninggal.
Penting juga bagi masyarakat yang melaksanakan tahlilan untuk menata niat di dalam hati bahwa semua tindakan tersebut semata-mata karena Allah SWT. Jika ada bagian dari upacara tahlilan yang menyimpang dari ketentuan syara’, maka tugas ulama adalah meluruskannya dengan bijaksana.