Mendermakan uang untuk kurban sering dianggap lebih mudah dibandingkan mendermakan benda lainnya. Oleh karena itu, beberapa orang melaksanakan kurban dengan membagikan uang senilai hewan kurban. Namun, praktik ini tidak sah sebagai kurban. Kurban merupakan bentuk ibadah yang khusus dilakukan melalui penyembelihan binatang ternak, seperti yang ditegaskan dalam QS. Al-Hajj: 34, yang menyatakan bahwa bagi setiap umat telah disyariatkan penyembelihan untuk menyebut nama Allah atas binatang ternak yang telah diberikan-Nya.
Walaupun tidak sah sebagai kurban, membagikan uang tidak sia-sia dan tidak termasuk dalam kategori bid’ah, meskipun secara implisit Rasulullah SAW tidak pernah melaksanakan atau melegitimasi praktik tersebut. Dalam perspektif fikih, uang yang dibagikan dengan niat kurban dianggap sebagai sedekah. Keutamaan sedekah sudah cukup jelas dalam berbagai nash. Namun, sangat disayangkan jika ibadah tahunan kita tidak diterima sebagai kurban hanya karena dilaksanakan dalam bentuk uang.
Berdasarkan ayat tersebut, para ulama Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah sepakat bahwa kurban adalah ibadah yang harus dilakukan melalui penyembelihan. Ulama Hanafiyyah yang membolehkan zakat dibayar dalam bentuk uang tegas menyatakan bahwa hal ini tidak berlaku untuk kurban. Muhammad ibn Abi Sahl As-Sarkhasiy menegaskan bahwa zakat bertujuan memenuhi kebutuhan mustahiq, sehingga boleh diberikan dalam bentuk uang. Namun, kurban harus dilakukan melalui penyembelihan. Jika setelah penyembelihan hewan qurban hilang atau dicuri sebelum dibagikan, ibadah kurban tetap sah.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa penyembelihan kurban tidak dapat diukur dengan harga dan memiliki makna yang tidak dapat digambarkan. Zain ibn Ibrahim ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Bakr juga menegaskan bahwa tidak boleh memberikan nilai uang untuk hadyu dan kurban karena esensi dari ibadah tersebut adalah aliran darah.
Iuran kurban yang dikumpulkan oleh beberapa orang untuk tujuan kurban namun dibagikan dalam bentuk uang jelas tidak sah. Kurban harus dilaksanakan dalam bentuk penyembelihan hewan ternak, tetapi dana tersebut dapat menjadi shadaqah jika para penyumbang memberikannya dengan ikhlas. Jika sebelum pembayaran dinyatakan untuk membeli hewan kurban kemudian dibagikan sebagai uang, maka wajib mengembalikan dana kepada para pembayar karena bertentangan dengan tujuan semestinya.
Apabila cara ini digunakan untuk menggali sumber dana demi kepentingan pribadi dengan dalih kurban, maka tindakan tersebut sangat tidak etis dan tidak terpuji. Praktik semacam ini dapat dikategorikan sebagai tipu daya yang mencederai kejujuran. Sebaiknya, praktik seperti ini dihindari dalam masyarakat kita.