Diturunkannya syariat di tengah kehidupan umat manusia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dan kesejahteraan (kemaslahatan) umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam Al-Qur’an Surah Al-Anbiya’ ayat 107, dijelaskan bahwa Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Selain itu, dalam Surah Al-Nahl ayat 64, disebutkan bahwa Al-Qur’an diturunkan untuk menjelaskan perbedaan yang ada di antara manusia dan menjadi petunjuk serta rahmat bagi kaum beriman.
Oleh karena itu, agar keamanan dan kesejahteraan umat dapat terwujud, semua upaya yang dilakukan umat manusia harus sejalan dengan tuntunan syariat. Setiap pengambilan keputusan harus memenuhi kriteria kepentingan umum (maslahah ‘ammah) yang dibenarkan oleh syara’.
Penggunaan maslahah ‘ammah sebagai tolok ukur dalam menetapkan kebijakan sangat penting untuk menghindari penyalahgunaan istilah tersebut. Ada kemungkinan maslahah ‘ammah digunakan untuk memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, yang tidak sesuai dengan tujuan sebenarnya. Dengan menjadikan maslahah ‘ammah sebagai pertimbangan, kebijakan yang dihasilkan tidak akan merugikan atau bertentangan dengan kepentingan masyarakat secara luas.
Dalam konteks pembangunan yang dinamis, istilah “kepentingan umum” seringkali tidak memiliki batasan yang jelas. Meskipun tujuan pembangunan adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat, penerapan konsep ini sering kali dapat dipengaruhi oleh kepentingan pengambil keputusan atau kelompok tertentu. Hal ini dapat menimbulkan dampak negatif dalam pelaksanaan pembangunan, di mana alasan “untuk kepentingan umum” digunakan tanpa mengacu pada maslahah ‘ammah yang sesuai dengan syara’.
Kondisi ini dapat menyebabkan penyimpangan terhadap hukum syariat serta tindakan sewenang-wenang oleh kelompok masyarakat yang kuat terhadap yang lemah. Dalam Surah Shad ayat 26, Allah memerintahkan untuk menegakkan hukum secara adil dan tidak mengikuti hawa nafsu, agar tidak tersesat dari jalan-Nya. Selain itu, Surah An-Nazi’at ayat 27-28 mengingatkan bahwa siapa saja yang memilih kehidupan duniawi akan menghadapi konsekuensi di akhirat.
Maslahah ‘ammah perlu dijadikan dasar pertimbangan dalam mengambil keputusan terkait masalah sosial yang berkembang di masyarakat. Penggunaannya dirasakan semakin penting untuk memperkaya landasan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum, terutama dalam pelaksanaan pembangunan.
Untuk menghindari kemudharatan dan dampak negatif pembangunan, maslahah ‘ammah harus menjadi acuan dalam menyamakan persepsi tentang kepentingan umum dalam konteks pembangunan. Dengan demikian, masyarakat dapat merealisasikan tujuan syariat.
Maslahah ‘ammah adalah sesuatu yang memberikan manfaat bagi umat manusia dan tidak mengandung nilai madharat, baik dari segi mendapatkan manfaat maupun menghindari kerusakan. Maslahah ‘ammah harus selaras dengan tujuan syariat yang meliputi perlindungan terhadap lima hak dasar manusia: keselamatan agama, jiwa, akal, keluarga, dan harta.
Dalam kitab Al-Mustashfa ditegaskan bahwa maslahah pada dasarnya berkaitan dengan penarikan manfaat dan penolakan bahaya. Tindakan yang menjamin terlindunginya lima prinsip hukum di atas disebut “maslahah”, sedangkan tindakan yang mengabaikannya dianggap sebagai kerusakan (mafsadah).
Maslahah ‘ammah harus benar-benar demi kepentingan umum dan tidak boleh mengorbankan kepentingan lain yang sederajat atau lebih besar. Untuk menentukan maslahah ‘ammah, diperlukan kajian yang cermat serta musyawarah dan penetapan bersama.
Lebih jauh lagi, maslahah ‘ammah tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an, hadis, ijma’, dan qiyas. Kebijakan yang diambil dengan dalih kepentingan umum tetapi bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut perlu ditolak.