Dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah, istilah “bid’ah” seringkali disandingkan dengan “sunnah”. Menurut Syaikh Zaruq dalam kitab ‘Uddatul Murid, kata bid’ah secara syara’ merujuk pada munculnya perkara baru dalam agama yang menyerupai bagian ajaran agama, tetapi bukan merupakan bagian darinya, baik secara formal maupun hakikat. Hal ini sejalan dengan hadis Rasulullah SAW yang menyatakan, “Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan kami (agama) yang tidak merupakan bagian dari agama itu, maka perkara tersebut tertolak.” Nabi juga bersabda, “Setiap perkara baru adalah bid’ah.”
Para ulama menjelaskan bahwa kedua hadis ini tidak berarti semua hal baru dalam urusan agama termasuk bid’ah. Ada kalanya ada perkara baru yang masih sesuai dengan ruh syari’ah atau salah satu cabangnya (furu’). Bid’ah dalam arti lain adalah sesuatu yang baru yang sebelumnya tidak ada, sebagaimana firman Allah S.W.T.:
بَدِيْعُ السَّموتِ وَاْلاَرْضِ “Allah yang menciptakan langit dan bumi.” (Al-Baqarah 2:117)
Adapun bid’ah dalam hukum Islam adalah segala sesuatu yang diperkenalkan oleh ulama yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama tersebut pasti buruk? Jawabannya adalah belum tentu. Terdapat dua kemungkinan; mungkin baik atau mungkin buruk. Kapan bid’ah itu baik dan kapan itu buruk? Menurut Imam Syafi’i, terdapat dua jenis bid’ah:
اَلْبِدْعَةُ ِبدْعَتَانِ : مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ, فَمَاوَافَقَ السُّنَّةَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَاخَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمَةٌ “Bid’ah ada dua, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela. Bid’ah yang sesuai dengan sunnah adalah yang terpuji, sedangkan yang bertentangan dengan sunnah adalah yang tercela.”
Sayyidina Umar Ibnul Khattab pernah melakukan shalat Tarawih berjama’ah dengan dua puluh raka’at diimami oleh sahabat Ubai bin Ka’ab, dan beliau menyatakan:
نِعْمَتِ اْلبِدْعَةُ هذِهِ “Sebagus bid’ah itu ialah ini.”
Bolehkah kita mengadakan bid’ah? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita rujuk kepada hadis Nabi SAW yang menjelaskan adanya bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah:
مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمَلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَاوَوِزْرُ مَنْ عَمَلَ بِهَا مِنْ غَيْرِاَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا “Barang siapa yang mengada-adakan satu cara yang baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun, dan barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang jelek maka ia akan mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengerjakan tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun.”
Ada pertanyaan mengenai pernyataan bahwa semua bid’ah adalah sesat dan semua kesesatan itu masuk neraka:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ “Semua bid’ah itu sesat dan semua kesesatan itu di neraka.”
Mari kita pahami dari sudut pandang Ilmu Balaghah. Setiap benda pasti memiliki sifat; tidak mungkin ada benda tanpa sifat. Sifat bisa bertentangan, seperti baik dan buruk, panjang dan pendek, gemuk dan kurus. Mustahil untuk satu benda dalam satu waktu dan tempat memiliki dua sifat yang bertentangan. Jika dikatakan benda itu baik, mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan jelek; jika dikatakan si A berdiri, mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan duduk.
Kembali kepada hadis:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ “Semua bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu masuk neraka.”
Bid’ah sebagai kata benda tentunya memiliki sifat. Mungkin saja ia bersifat baik atau jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadis di atas; dalam Ilmu Balaghah dikatakan, حدف الصفة على الموصوف “membuang sifat dari benda yang bersifat”. Jika kita menuliskan sifat bid’ah, ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama:
كُلُّ بِدْعَةٍ حَسَنَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ “Semua bid’ah yang baik sesat, dan semua yang sesat masuk neraka.”
Hal ini tidak mungkin karena bagaimana mungkin sifat baik dan sesat berkumpul dalam satu benda pada waktu dan tempat yang sama. Maka kemungkinan kedua adalah:
كُلُّ بِدْعَةٍ سَيِئَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّار “Semua bid’ah yang jelek itu sesat, dan semua kesesatan itu masuk neraka.”