- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Keutamaan Bulan Sya’ban

Google Search Widget

Bulan Sya’ban, bulan kedelapan dalam penanggalan Hijriyah, memiliki banyak keutamaan namun seringkali terabaikan oleh umat Islam. Hal ini disebabkan oleh posisi Sya’ban yang berada di antara dua bulan penting: Rajab, yang dikenal dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW, serta Ramadhan, bulan puasa yang penuh berkah dengan pahala yang dilipatgandakan.

Sya’ban seharusnya tidak dilupakan, karena bulan ini adalah saat yang tepat untuk mempersiapkan diri memasuki bulan Ramadhan setelah kita mendapatkan pelajaran penting dari Isra’ dan Mi’raj serta memperbaiki shalat kita di bulan Rajab.

Bulan Sya’ban juga memiliki berbagai keistimewaan. Dalam sebuah riwayat dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah SWT turun ke langit dunia pada malam Nishfu Sya’ban (pertengahan Sya’ban) dan mengampuni manusia lebih banyak dari jumlah bulu kambing dan anjing. [HR Tirmizi]. Mu’az Ibn Jabal juga meriwayatkan bahwa pada malam tersebut, Allah melihat semua makhluk-Nya dan mengampuni mereka, kecuali orang-orang yang musyrik dan yang memusuhi orang lain. [HR Sunan Ibn Majah]. Meskipun dua hadits ini dianggap tidak terlalu valid oleh para ahli hadits karena adanya ketidakpastian dalam sanadnya, para ulama masih mengizinkan hadits ini sebagai motivasi dalam beribadah.

Rasulullah SAW sangat mencintai bulan Sya’ban dan puasa di bulan ini lebih banyak dibandingkan puasa di bulan lainnya, kecuali Ramadhan [HR Ahmad dari Usamah bin Zaid].

Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan umat Islam terkait ibadah malam Nishfu Sya’ban. Sebagian besar umat menjalankan berbagai ibadah pada malam tersebut, sementara yang lain menganggap ibadah itu sebagai bid’ah karena tidak dicontohkan langsung oleh Nabi.

Ibn al-Jauzi menyampaikan hadits dari Abi Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda bahwa siapa yang melaksanakan shalat dua belas rakaat pada malam Nishfu Sya’ban dan membaca Surat Al-Ikhlas tiga puluh kali pada setiap rakaatnya, tidak akan meninggal sebelum melihat tempatnya di surga dan dapat memberi syafa’at kepada sepuluh anggota keluarganya yang masuk neraka. Namun, hadits ini memiliki enam perawi yang identitasnya kurang jelas.

Hadits lain yang ditakhrij Imam As-Suyuti menyebutkan bahwa ‘Ali Ibn Abi Talib melihat Rasulullah pada malam Nishfu Sya’ban melakukan shalat empat belas rakaat diikuti dengan bacaan tertentu. Rasulullah menjelaskan bahwa siapa yang melaksanakan shalat seperti itu akan mendapatkan pahala yang sangat besar. Namun, hadits ini juga memiliki perawi yang diragukan.

Para ulama menyatakan bahwa hadits-hadits yang menjelaskan ibadah Rasulullah SAW dalam konteks ini adalah dla’if. Mereka berpendapat bahwa hadits dla’if dapat diamalkan sebagai semangat ibadah, tetapi tidak dapat dijadikan dasar untuk menentukan hukum halal dan haram atau berkaitan dengan sifat-sifat Allah SWT. Pendapat ini dipegang oleh banyak ulama terkemuka.

Perdebatan di kalangan umat Islam semakin mendalam ketika ada kelompok lain yang memanfaatkan malam Nishfu Sya’ban untuk melakukan berbagai ibadah seperti membaca Surat Yasin dan tahlil. Kelompok yang lebih ketat menganggap ibadah tersebut sebagai pengada-ngadaan karena tidak ada hadits yang mendukungnya. Mereka menolak melakukan ibadah apapun yang tidak ada contoh atau anjuran dari Nabi Muhammad SAW pada waktu-waktu tertentu.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 24

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?