- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Sistem Perbankan Syariah: Jalan Menuju Keuangan Berbasis Prinsip Islam

Google Search Widget

Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Lampung pada tahun 1992 menghasilkan berbagai pendapat mengenai hukum bunga bank konvensional. Terdapat perbedaan pandangan di antara para musyawirin mengenai status bunga bank, sebagai berikut:

  1. Ada pandangan yang menyamakan bunga bank dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya dianggap haram.
  2. Ada pula pendapat yang tidak menyamakan bunga bank dengan riba, sehingga hukumnya dianggap boleh.
  3. Beberapa musyawirin berpendapat bahwa bunga bank berada dalam kategori shubhat, yaitu tidak identik dengan haram.

Pendapat pertama mengemukakan beberapa variasi, antara lain:

  • Bunga dalam segala jenisnya sama dengan riba dan hukumnya haram.
  • Bunga dianggap sama dengan riba dan hukumnya haram, namun diperbolehkan untuk dipungut sementara waktu sebelum adanya sistem perbankan syariah.
  • Bunga juga dianggap sama dengan riba dan hukumnya haram, tetapi dapat dipungut karena adanya kebutuhan yang mendesak (hajah rojihah).

Pendapat kedua juga memiliki beberapa variasi, seperti:

  • Bunga konsumtif dianggap sama dengan riba dan hukumnya haram, sedangkan bunga produktif tidak sama dengan riba dan hukumnya halal.
  • Bunga yang diperoleh dari bank tabungan giro tidak sama dengan riba dan hukumnya halal.
  • Bunga yang diterima dari deposito dianggap boleh.
  • Bunga bank tidak haram jika tarif bunganya ditetapkan terlebih dahulu secara umum.

Mengingat warga Nahdlatul Ulama merupakan potensi penting dalam pembangunan nasional dan kehidupan sosial ekonomi, diperlukan lembaga keuangan yang memenuhi syarat-syarat sesuai dengan keyakinan hidup mereka. Oleh karena itu, perlu dicari jalan keluar untuk menentukan sistem perbankan yang sesuai dengan hukum Islam, yakni bank tanpa bunga. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah:

  1. Memperbaiki sistem perbankan yang ada saat ini sebelum mencapai cita-cita sistem perbankan tanpa bunga.
  2. Mengatur penghimpunan dana masyarakat dengan prinsip:
    • Al-Wadi’ah (simpanan) bersyarat atau dlaman, yang digunakan untuk menerima giro dan tabungan serta pinjaman dari lembaga keuangan lain yang menganut sistem yang sama.
    • Al-Mudlarabah, yang dalam praktiknya disebut investasi rekening (deposito berjangka) dengan pilihan waktu tertentu, misalnya 3 bulan atau 6 bulan. Ini dapat dibedakan menjadi General Investment Account (GIA) dan Special Investment Account (SIA).
  3. Dalam penanaman dana dan kegiatan usaha, terdapat tiga jenis kegiatan utama:
    • Pembiayaan proyek.
    • Pembiayaan perdagangan perkongsian.
    • Pemberian jasa berdasarkan usaha patungan dan bagi hasil.
  4. Untuk pembiayaan proyek, sistem yang dapat digunakan antara lain:
    • Mudharabah muqaradhah.
    • Musyarakah syirkah.
    • Murabahah.
    • Pemberian kredit dengan service charge (bukan bunga).
    • Ijarah.
    • Bai’uddain, termasuk bai’ussalam.
    • Al-Qardul Hasan (pinjaman tanpa bunga).
    • Bai’ bitsumanin aajil.
  5. Untuk partisipasi, bank dapat membuka Letter of Credit (L/C) dan mengeluarkan surat jaminan berdasarkan:
    • Wakalah.
    • Musyarakah.
    • Murabahah.
    • Ijarah.
    • Sewa-beli.
    • Bai’ ussalam.
    • Al-bai’ul aajil.
    • Kafalah (garansi bank).
    • Working capital financing melalui purchase order dengan prinsip murabahah.
  6. Untuk jasa perbankan lainnya, seperti pengiriman dan transfer uang serta jual beli valuta, tetap dapat dilaksanakan dengan prinsip tanpa bunga.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan sistem perbankan syariah dapat terwujud dan memberikan manfaat bagi masyarakat sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 23

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?