Di antara hal penting yang perlu dipahami oleh umat Islam ketika mempelajari Sirah Nabawiyah adalah memahami keadaan dan jejak agama hanîf yang sudah ada sebelum diutusnya Rasulullah saw. Hal ini mencakup berbagai ketetapan, fenomena, dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Bagian ini sering kali menjadi sumber kesalahan pemahaman oleh sebagian kelompok.
Sebagian orang berpendapat bahwa risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw tidak termasuk bagian dari, atau bukan kelanjutan dari, ajaran al-hanîfiyah as-samhah yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim as. Sebelum membahas apakah ajaran Rasulullah merupakan kelanjutan dari ajaran Nabi Ibrahim, penting untuk menjelaskan keadaan masyarakat Arab pada saat itu. Dengan demikian, kita dapat memahami jejak ajaran Nabi Ibrahim serta dampak dari ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw.
Bangsa Arab adalah keturunan Nabi Ismail as dan mewarisi agama serta cara hidup yang diajarkan oleh ayah mereka, yang meliputi pengesaan Allah, penyembahan-Nya, pelaksanaan aturan-Nya, penyucian-Nya, dan penghormatan kepada-Nya. Salah satu ajaran yang paling menonjol adalah pengagungan dan penyucian Baitullah serta penghormatan terhadap simbol-simbolnya, termasuk pelayanan dan pemeliharaannya.
Namun, setelah beberapa abad berlalu, mereka mulai mencampurkan kebenaran yang diyakini dengan kebatilan. Seperti halnya umat dan bangsa lainnya, mereka terjerumus ke dalam kebodohan yang berkepanjangan dan dipengaruhi oleh bisikan para tukang sihir serta pengkhayal. Akibatnya, keyakinan mereka disusupi syirik, dan mereka menjadikan patung sebagai sesembahan.
Di tengah-tengah masyarakat tersebut, muncul berbagai fanatisme buta dan kerusakan moral yang parah, menjauhkan mereka dari cahaya tauhid dan cara hidup al-hanîfiyah. Mereka semakin tenggelam dalam kebodohan yang menutupi potensi ketuhanan selama berabad-abad.
Syekh Said Ramadhan al-Buthi mencatat bahwa orang pertama yang memperkenalkan paganisme kepada bangsa Arab adalah Amr bin Luhai bin Qam‘ah, leluhur Suku Khuza’ah. Dalam perjalanannya dari Makkah ke Syam, Amr bin Luhai melihat kaum Amalek menyembah patung-patung. Ia bertanya tentang patung-patung tersebut dan kemudian meminta salah satu patung untuk dibawa ke Arab. Patung yang diberikan kepadanya bernama Hubal, yang kemudian ia pasang di Makkah dan mengajak orang-orang untuk menyembahnya.
Dengan demikian, paganisme mulai merasuk ke dalam masyarakat Jazirah Arab dan politeisme menjadi sangat populer. Mereka telah meninggalkan akidah tauhid yang sebelumnya dianut dan mengganti agama Nabi Ibrahim serta Nabi Ismail dengan kemusyrikan. Kebodohan, ketunaaksaraan, dan keengganan untuk berpikir menjadi faktor utama dalam kemunduran keyakinan ini.
Meski begitu, beberapa individu masih berpegang teguh pada akidah tauhid dan mengikuti cara hidup al-hanîfiyah seperti yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim as. Mereka meyakini adanya hari kebangkitan serta pahala bagi orang-orang yang taat dan hukuman bagi yang durhaka. Di antara mereka yang dikenal memelihara ajaran ini adalah Qass bin Sa‘idah, Ri‘ab Asy-Syinni, dan Buhaira sang Rahib.
Adat istiadat bangsa Arab juga menunjukkan jejak-jejak ajaran Nabi Ibrahim meskipun semakin terkikis seiring perkembangan zaman. Dalam kadar tertentu, kejahiliahan mereka tetap dipengaruhi oleh simbol-simbol dan prinsip-prinsip hanîfiyah, meskipun telah tercemar.
Kedatangan Nabi Muhammad saw membawa cahaya baru bagi agama hanîf, menyingkirkan kesesatan yang telah melanda selama berabad-abad. Rasulullah saw menggantikan kebodohan dengan iman, tauhid, serta prinsip keadilan dan kebenaran. Beliau mengajak bangsa Arab kembali kepada keyakinan dan ajaran Nabi Ibrahim serta memulihkannya sebagai syariat Ilahi.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman mengenai garis-garis dakwah Rasulullah saw, bahwa risalah yang dibawanya adalah kelanjutan dari risalah para nabi sebelumnya:
“Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) serta apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya.” (QS Asy-Syura: 13).
Rasulullah saw bersabda bahwa perumpamaannya dengan para nabi sebelumnya adalah seperti seorang yang membangun bangunan indah namun menyisakan satu ruang kosong. Beliau adalah penutup para nabi.
Kesimpulannya, Nabi Muhammad saw diutus untuk meluruskan kebengkokan ajaran yang telah ada dan menghilangkan distorsi serta mengembalikan cahaya ajaran hanîfiyah as-samhah. Keturunan Ismail mewarisi cara hidup leluhur mereka hingga datang Amr bin Luhai yang memperkenalkan kesesatan. Dengan kehadiran Rasulullah saw, kerusakan tersebut diperbaiki dan ajaran tauhid diperkuat kembali.