Dalam Surat Al-Hujurat ayat 13, Allah menegaskan bahwa manusia diciptakan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan dijadikan berbangsa-bangsa serta bersuku-suku agar saling mengenal. Ayat ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak kemanusiaan yang sama. Sejak kedatangan Islam, tidak ada lagi pembedaan antara keduanya dalam hal nilai kemanusiaan.
Praktik-praktik di zaman Jahiliyah sebelumnya sering merendahkan martabat perempuan, bahkan menganggapnya sebagai properti yang bisa diwariskan. Nabi Muhammad datang dengan ajaran Islam untuk membela dan mengangkat derajat perempuan. Dalam ajaran Islam, laki-laki dan perempuan memiliki nilai yang setara, dengan yang paling mulia di sisi Allah adalah mereka yang paling bertakwa.
Nabi Muhammad menetapkan sejumlah hak untuk perempuan, baik sebagai anak, istri, saudara, maupun ibu. Dalam bukunya “Rasulullah Teladan Untuk Semesta Alam,” Raghib As-Sirjani menjelaskan beberapa ketentuan yang ditetapkan Nabi untuk mengangkat derajat perempuan. Pertama, Nabi melarang praktik membunuh anak perempuan, yang pada masa Jahiliyah sering terjadi karena stigma negatif terhadap kelahiran anak perempuan. Nabi menyatakan bahwa tindakan tersebut adalah kriminal dan termasuk dosa besar.
Kedua, Nabi mendorong umatnya untuk berbuat baik kepada perempuan sejak dini dan memenuhi kebutuhan mereka. Melaksanakan anjuran ini dianggap sebagai amal yang dapat menyelamatkan seseorang dari api neraka. Nabi juga menekankan pentingnya pendidikan bagi perempuan, bahkan meluangkan waktu untuk memberikan pengajaran kepada sahabat perempuan.
Ketiga, Nabi menegaskan bahwa perempuan memiliki hak untuk memberikan izin ketika hendak dinikahkan. Walaupun wali memiliki peran penting, mereka tidak boleh memaksakan kehendak kepada perempuan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Nabi menyatakan bahwa seorang janda lebih berhak atas dirinya dibandingkan walinya, dan gadis harus diminta izinnya.
Keempat, Nabi mengajarkan perlunya memperlakukan istri dengan baik dan penuh rasa hormat. Suami yang mengabaikan hak istri akan mendapati dirinya berdosa. Kelima, perempuan juga memiliki hak untuk bercerai (khulu’) jika merasa tidak bahagia dalam pernikahannya, seperti yang terjadi pada istri Tsabit bin Qais yang ingin berpisah dengan suaminya.
Keenam, Nabi menetapkan bahwa istri memiliki hak atas harta secara independen, sama seperti suami. Mereka diperbolehkan melakukan transaksi sesuai dengan ajaran Islam tanpa harus meminta izin dari suami.
Perhatian Nabi Muhammad terhadap hak-hak perempuan sangat jelas terlihat dalam ajaran Islam. Beliau menetapkan ketentuan-ketentuan yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan, serta memulihkan hak-hak mereka yang selama ini terampas.