Tsauban adalah salah satu pelayan Rasulullah yang berasal dari Yaman. Sebelum menjadi pelayan, ia adalah seorang tawanan akibat perang di zaman Jahiliyah. Rasulullah membeli Tsauban dan membebaskannya. Meski ia memiliki pilihan untuk kembali ke Yaman, Tsauban memilih untuk tinggal dan melayani Rasulullah.
Kecintaan Tsauban kepada Rasulullah sangat mendalam. Ia tidak ingin terpisah dari majikannya itu, selalu berusaha berada di dekatnya, baik di rumah maupun saat perjalanan. Ketika Rasulullah sedang bertugas di luar, Tsauban merasa gelisah dan resah karena tidak bisa menatap wajah Rasulullah. Kebahagiaannya muncul setiap kali ia berada dekat dengan majikannya, sementara kesedihan menyelimuti hatinya saat Rasulullah tidak ada di sisinya.
Suatu ketika, Rasulullah melihat Tsauban dalam keadaan sedih meskipun mereka sedang bersama. Beliau pun bertanya mengapa ia bersedih. Tsauban menjawab bahwa ia khawatir tidak akan bisa melihat Rasulullah lagi di akhirat, karena Rasulullah akan diangkat ke surga tertinggi bersama para nabi. Ia meragukan tempatnya di akhirat dan merasa rendah dibandingkan majikan yang dicintainya itu.
Jawaban Tsauban tersebut membuat Rasulullah terharu dan merasa kasihan. Namun, tidak lama setelah itu, wahyu turun kepada beliau, yaitu Al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 69. Ayat ini menegaskan bahwa siapapun yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya akan bersama dengan orang-orang yang dianugerahi Allah, seperti para nabi, shiddiqin, syuhada’, dan orang-orang shaleh. Ayat ini seolah menjawab keraguan Tsauban tentang kebersamaannya dengan Rasulullah di akhirat.
Cinta Tsauban kepada Rasulullah mencerminkan kedalaman rasa kasih dan pengabdian yang tulus. Ia berharap dapat bersama dengan orang yang paling dicintainya di kehidupan yang abadi.