Meskipun menghadapi perlakuan kasar dari kaum Thaif, Nabi Muhammad SAW tetap melaksanakan dakwah Islam dengan penuh semangat. Beliau percaya bahwa tidak ada usaha yang sia-sia dan setiap perbuatan akan mendapat balasan. Kasar dan kerasnya tindakan orang-orang Thaif terhadap Nabi tidak menghalangi sebagian dari mereka untuk tertarik dengan ajaran Islam dan akhirnya memeluknya.
Setelah mengalami penolakan di Thaif, Nabi Muhammad beristirahat di bawah pohon anggur milik Uthbah dan Syaibah, di mana beliau berdoa, yang dikenal sebagai doa Thaif. Dalam keadaan tersebut, muncul Addas, seorang pemeluk agama Nasrani dari Ninewa, yang diperintahkan pemilik kebun untuk memberikan beberapa tangkai buah anggur kepada Nabi. Ketika Nabi menerima dan memakan buah anggur tersebut dengan membaca basmalah, Addas terkejut. Selama bergaul dengan orang-orang Arab, ia belum pernah melihat seseorang membaca kalimat itu.
Dialog simpatik terjadi antara Nabi Muhammad dan Addas. Dalam percakapan singkat itu, Addas yakin bahwa di hadapannya adalah seorang Nabi. Dengan penuh keyakinan, ia merangkul Nabi dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Addas, yang sederhana namun berhati mulia, merasa bahagia dengan memeluk Islam dan menjadi pengikut Nabi di akhir zaman. Banyak pengikut Nabi sebelumnya, seperti Musa dan Isa, juga mengikuti ajaran Muhammad setelah mengakui risalahnya.
Menjelang peristiwa Isra’ Mi’raj, setelah kembali ke Makkah dari Thaif, Nabi Muhammad terus giat berdakwah. Dengan sepenuh hati, beliau berupaya menyebarkan ajaran Islam ke berbagai kabilah Arab, termasuk Bani Kindah di selatan, Bani Kalb di utara dekat Suriah, dan Bani Hanifa dekat Irak. Seruan yang disampaikan oleh Nabi berkisar pada akidah dan akhlak sebagai dasar ajaran agama. Beliau menjelaskan bahwa dirinya adalah Rasul Allah yang diutus untuk menyembah-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan apapun.
Sayangnya, banyak kabilah menolak dakwah Nabi dan memilih kesesatan. Beberapa di antara mereka mengakui kebenaran ajaran Nabi tetapi ragu untuk mengikuti. Ada juga yang melakukan tawar-menawar mengenai kedudukan jika mereka masuk Islam setelah nabi mendapatkan kemenangan. Contohnya, Bani Amir bin Sha’sha’ah menawarkan kepada Nabi agar mereka dapat menguasai segala sesuatu setelah beliau memperoleh kekuasaan. Namun, Nabi menolak tawaran tersebut, menekankan bahwa Islam tidak menjanjikan jabatan atau kekuasaan.
Nabi Muhammad tidak ingin mendapatkan dukungan dari orang-orang yang tidak ikhlas atau mengharapkan sesuatu dari duniawi. Ia menegaskan bahwa semua urusan berada di tangan Allah dan Dia melakukan apa yang dikehendaki-Nya.
Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj yang agung, Rasulullah menemui berbagai kabilah setiap musim haji dan di pasar-pasar untuk berdakwah. Beliau tidak kenal lelah menyeru umat manusia menuju jalan yang diridhai Allah SWT. Dakwah Islam harus ditegakkan dengan semangat tinggi meskipun tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Para dai memiliki tugas untuk menyampaikan kebenaran tanpa memikirkan apakah masyarakat akan menerima atau tidak.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj adalah karunia besar bagi Nabi Muhammad SAW di mana beliau menerima tugas suci untuk menyampaikan kewajiban shalat lima waktu kepada umatnya. Isra’ dan Mi’raj merupakan kejadian luar biasa yang tidak dapat dipahami akal manusia, sebuah keistimewaan dari Allah bagi Nabi-Nya.
Isra’ dan Mi’raj adalah perjalanan malam Nabi Muhammad bersama Jibril dari Masjid al-Haram di Makkah menuju Masjid al-Aqsha di Palestina, dilanjutkan naik ke Sidrah al-Muntaha, suatu tempat yang agung dan ghaib. Setelah peristiwa itu, Nabi menceritakan kepada saudara sepupunya, Umi Hani. Umi Hani terperanjat mendengar kisah perjalanan tersebut dan meminta agar Nabi tidak menceritakannya kepada orang lain karena khawatir akan ada yang tidak percaya.
Namun, Nabi menegaskan bahwa kisah itu harus disampaikan meskipun ada kemungkinan orang lain tidak akan percaya. Saat Nabi menceritakan peristiwa Isra’ dan Mi’raj, banyak orang yang menolak dan bahkan menghina beliau. Meskipun demikian, Nabi tetap tabah menghadapi penolakan tersebut dan terus melanjutkan dakwah tanpa lelah.
Walaupun orang-orang musyrik menolak peristiwa Isra’ dan Mi’raj serta mencemoohnya, orang-orang beriman tetap mempercayainya. Bagi mereka yang beriman, hal-hal yang tampak ganjil bagi akal tidak menjadi masalah karena mereka percaya pada kekuasaan Allah SWT. Salah satu contoh sikap beriman terlihat pada Sayidina Abu Bakar. Ketika mendengar kabar itu, ia langsung percaya dan mengatakan bahwa ia akan selalu mempercayai apa yang diberitakan oleh Rasulullah.
Sejak saat itu, Abu Bakar dijuluki “al-Shiddiq”, yang berarti “orang yang sangat jujur” dan selalu membenarkan risalah Nabi Muhammad SAW.