Setelah melalui diskusi panjang mengenai siapa yang berhak menggantikan Nabi Muhammad yang baru saja wafat, umat Islam sepakat untuk mendaulat Abu Bakar as-Shiddiq sebagai khalifah. Setelah dibaiat, Abu Bakar menyampaikan pidato yang menyejukkan dan menyatukan kaum Muhajirin dan Anshar yang berselisih dalam penentuan pengganti Nabi Muhammad. Dalam pidatonya, ia menekankan kepercayaan yang diberikan kepadanya dan pentingnya ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ia juga mengingatkan agar umat Islam saling meluruskan jika ia berbuat salah dan menegaskan bahwa kebenaran adalah amanah, sedangkan kebohongan adalah pengkhianatan.
Selama masa kepemimpinannya, Abu Bakar menghadapi berbagai tantangan, termasuk banyaknya kabilah yang keluar dari Islam (murtad), maraknya kaum Muslim yang enggan mengeluarkan zakat, dan munculnya nabi-nabi palsu.
Berkaitan dengan kelompok murtad, wafatnya Nabi Muhammad membuat keyakinan beberapa kabilah terhadap Islam goyah. Faktor-faktor seperti kurangnya pemahaman ajaran Islam, keinginan untuk kembali ke kebebasan politik dan agama yang lama, serta propaganda dari Imperium Romawi Timur dan Persia memicu sebagian kabilah untuk menyatakan diri keluar dari Islam. Kabilah-kabilah dekat Makkah dan Madinah seperti Gifar, Bali, dan Asyja’ menunjukkan keislaman yang mantap, sementara kabilah-kabilah jauh seperti Bahrain dan Oman belum memiliki keyakinan yang kuat.
Abu Bakar mengirim surat kepada orang-orang murtad, menawarkan mereka untuk kembali kepada Islam. Jika mereka menolak, tindakan tegas akan diambil. Pertemuan antara pasukan umat Islam dan orang-orang murtad terjadi dalam Perang Riddah yang sangat menentukan masa depan Islam. Dalam peperangan ini, pasukan umat Islam berhasil mengalahkan orang-orang murtad.
Selain itu, Abu Bakar juga menghadapi masalah orang-orang yang mengaku Muslim tetapi enggan membayar zakat. Mereka melihat zakat sebagai bentuk upeti dan merasa tidak perlu membayarnya setelah wafatnya Nabi Muhammad. Abu Bakar mengambil keputusan untuk memerangi mereka yang menolak membayar zakat meskipun mereka melaksanakan shalat. Akibatnya, peperangan dengan kabilah-kabilah seperti Abs dan Gatafan tak terhindarkan.
Selama kekhalifahan Abu Bakar, muncul beberapa nabi palsu yang mengklaim menerima wahyu dari Tuhan. Tulaihah bin Khuwailid dari Banu Asad dan Musailamah al-Kadzab menjadi dua di antaranya. Tulaihah akhirnya kalah dalam pertempuran melawan Khalid bin Walid dan kembali memeluk Islam, sementara Musailamah terbunuh dalam Perang Yamamah.
Meskipun masa kekhalifahan Abu Bakar hanya berlangsung selama dua tahun tiga bulan, ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan Islam. Setelah mengatasi persoalan dalam negeri, ia mengirim pasukan di bawah pimpinan Khalid bin Walid untuk membebaskan Irak dari cengkeraman Persia. Wilayah-wilayah seperti Hirah dan Anbar berhasil dikuasai. Untuk membebaskan Syria dari kekuatan Romawi, Abu Bakar mengirim beberapa komandan dan meminta Khalid bin Walid untuk turut membantu.
Satu inisiatif penting selama masa kepemimpinannya adalah penghimpunan Al-Qur’an. Setelah Perang Yamamah, di mana banyak penghafal Al-Qur’an terbunuh, Umar bin Khattab mengusulkan agar Al-Qur’an dihimpun guna menjaga keasliannya. Meskipun awalnya ragu, Abu Bakar akhirnya setuju dan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-Qur’an dari berbagai tulisan dan hafalan.
Abu Bakar wafat pada Senin malam, 21 Jumadil Akhir tahun ke-13 H (22 Agustus 634 M) dalam usia 63 tahun, sama dengan usia Nabi Muhammad saat wafat. Sebelum meninggal, ia berwasiat agar dikafani dengan pakaian sehari-hari dan dimandikan oleh keluarganya. Ia juga menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya dan meminta agar semua haknya sebagai khalifah dikembalikan ke baitul mal sebelum wafat.
Kepemimpinan Abu Bakar as-Shiddiq meninggalkan warisan penting bagi umat Islam dalam membangun tatanan masyarakat berlandaskan ajaran Islam serta menjaga persatuan di tengah tantangan yang dihadapi pasca wafatnya Nabi Muhammad.