Nabi Muhammad menikah dengan Sayyidah Khadijah binti Khuwailid pada usia 25 tahun, sementara Sayyidah Khadijah berumur 40 tahun. Mereka mengarungi bahtera rumah tangga selama sekitar 25 tahun hingga Sayyidah Khadijah wafat. Selama waktu itu, Nabi Muhammad menjalani kehidupan pernikahan secara monogami, hanya dengan Sayyidah Khadijah, tanpa menikahi wanita lain.
Sebelum menikah dengan Nabi, Sayyidah Khadijah telah dua kali menikah. Pertama, dengan Atiq bin Abid, yang melahirkan seorang putra bernama Abdullah. Kedua, dengan Abu Halah (Hind) bin Zurarah, yang dikaruniai tiga anak: Hind, al-Harits, dan Zainab. Setelah suami pertamanya meninggal, Sayyidah Khadijah menikah dengan suaminya yang kedua dan kemudian dengan Nabi Muhammad.
Sebagai seorang saudagar kaya dan terhormat, Sayyidah Khadijah menjadi incaran banyak pria. Namun, pilihan Sayyidah Khadijah jatuh kepada Nabi Muhammad, seorang pemuda yang tidak kaya secara materi. Dalam buku “Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih,” dinyatakan bahwa pilihan Sayyidah Khadijah didasarkan pada penilaian terhadap kepribadian Nabi Muhammad yang sempurna, baik secara lahir maupun batin, bukan hanya berdasarkan penampilan fisiknya.
Nabi Muhammad pertama kali menerima wahyu ketika berusia 40 tahun. Pada saat itu, beliau sedang berkhalwat di Gua Hira dan menerima wahyu pertama, yaitu Al-Qur’an Surat al-Alaq ayat 1-5, dari malaikat Jibril pada malam ke-17 Ramadhan, bertepatan dengan 6 Agustus 610 M. Peristiwa ini menandai pengangkatannya sebagai Nabi dan Rasul Allah.
Setelah mengalami pengalaman tersebut, Nabi Muhammad pulang ke rumah dalam keadaan takut dan gemetaran. Beliau menceritakan kepada Sayyidah Khadijah, yang kemudian mengajak beliau menemui pamannya, Waraqah bin Naufal—seorang Nasrani yang mengenal Injil. Waraqah menjelaskan bahwa sosok yang menemui Nabi di Gua Hira adalah Jibril, sama seperti yang pernah datang kepada Nabi Musa. Dia juga memperingatkan bahwa Nabi Muhammad akan menghadapi penolakan dan gangguan dari kaumnya sendiri.
Setelah itu, Nabi Muhammad menerima wahyu dari Allah melalui Jibril secara bertahap selama 23 tahun hingga beliau wafat. Wahyu tersebut tidak hanya berupa ayat-ayat Al-Qur’an tetapi juga hadits-hadits qudsi.
Dalam menyebarkan Islam di Makkah, Nabi Muhammad mengalami berbagai gangguan dan penentangan. Awalnya, beliau mendakwahkan Islam secara diam-diam kepada keluarga dan kerabatnya. Namun kemudian Allah menurunkan QS Al-Hijr ayat 94 yang memerintahkan beliau untuk mendakwahkan Islam secara terbuka. Selama 13 tahun di Makkah, hanya sedikit orang—terutama dari kalangan bawah—yang menerima ajaran Nabi, sementara sebagian besar menolak.
Ada beberapa motif mengapa masyarakat Makkah menolak dakwah Nabi, antara lain pengaruh kekuasaan, ekonomi dan status sosial, kesetiaan pada tradisi nenek moyang, rasa iri dan angkuh, serta ketidakpercayaan terhadap ajaran Islam. Dua pokok ajaran yang ditekankan oleh Nabi Muhammad adalah keesaan Allah dan kepercayaan akan hari kiamat, mengingat masyarakat Arab saat itu banyak menyembah berhala.
Setelah menerima tekanan hebat dari Quraisy Makkah, Nabi Muhammad mendapat perintah dari Allah untuk hijrah ke Madinah. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 2 Rabi’ul Awwal tahun ke-13 kenabian atau 20 Juli 622 M. Hijrah bukan hanya untuk menghindari ancaman tetapi juga untuk menyebarkan Islam lebih luas.
Perjalanan Nabi Muhammad menuju Madinah sangat berat. Selain jaraknya yang sekitar 450 kilometer, beliau juga terus diburu oleh musuh-musuhnya. Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad ditemani oleh Abu Bakar as-Shiddiq, sementara umat Islam lainnya sudah lebih dahulu berangkat ke Madinah. Untuk mengelabui musuh, Abu Bakar menugaskan budaknya Amir bin Fuhayra untuk menghapus jejak dan Abdullah bin Arqat sebagai penunjuk jalan.
Madinah terpilih sebagai tempat hijrah karena beberapa penduduknya telah berbaiat kepada Rasulullah dalam Baiat Aqabah pertama dan kedua. Selain itu, penduduk Madinah memiliki sikap ramah dan pengalaman berperang yang penting untuk menjaga ajaran agama Islam. Nabi Muhammad juga memiliki hubungan darah dengan penduduk Madinah melalui Bani Najjar. Letak geografis Madinah yang strategis menjadi keuntungan tersendiri bagi umat Islam dalam melindungi diri dari serangan musuh.
Demikianlah biografi singkat mengenai Nabi Muhammad yang meliputi pernikahan beliau dengan Sayyidah Khadijah hingga hijrah ke Madinah.