Rasulullah SAW adalah sosok yang dikenal penuh kasih sayang. Beliau tidak membenci mereka yang memusuhinya, tidak menyakiti orang yang berbuat buruk kepadanya, dan tetap berbuat baik kepada mereka yang mencelanya. Bahkan, beliau memaafkan orang yang mengkhianatinya. Salah satu contoh pengkhianatan yang dimaafkan Nabi Muhammad adalah tindakan sahabatnya, Hathib bin Abi Balta’ah, sebelum peristiwa pembebasan Makkah (Fathu Makkah) ketika ia membocorkan rahasia umat Islam kepada musuh.
Hathib bin Abi Balta’ah adalah salah satu sahabat yang ikut berhijrah dari Makkah ke Madinah, meninggalkan anak dan harta di Makkah seperti kebanyakan sahabat Nabi lainnya. Ia juga tercatat mengikuti beberapa pertempuran bersama pasukan umat Islam, termasuk Perang Badar, sehingga mendapatkan julukan Ahlu Badr.
Cerita ini berawal ketika umat Islam bersiap untuk membebaskan Kota Makkah dari tangan kaum kafir Quraisy yang telah melanggar Perjanjian Hudaibiyah. Saat itu, Hathib mengirimkan surat kepada kaum kafir Makkah mengenai rencana Nabi Muhammad untuk menyerbu Makkah. Surat tersebut ia titipkan kepada seorang perempuan musyrik bernama Sarah, budak Abu Amr bin Shaifi bin Hasyim bin Abdu Manaf, yang datang ke Madinah untuk meminta sumbangan karena keluarganya kalah dalam Perang Badar.
Nabi Muhammad mengetahui tentang surat tersebut setelah diberitahu oleh malaikat Jibril. Nabi dan para sahabat yang mendengar menjadi marah, tetapi beliau mampu menahan emosi. Beliau menunjukkan surat itu kepada Hathib dan meminta penjelasan. Hathib meminta agar Nabi tidak terburu-buru menghakiminya dan menjelaskan maksud surat tersebut.
“Sesungguhnya aku adalah seorang yang terikat perjanjian dengan Quraisy sedang aku bukan bagian keluarga dari mereka. Sementara orang-orang yang bersama Anda dari kalangan Muhajirin memiliki kerabat di Makkah yang akan melindungi diri dan harta mereka,” jelas Hathib. “Aku ingin ketika aku sudah tidak memiliki nasab keturunan di tengah-tengah mereka ada yang dapat melindungi kerabatku. Tidaklah aku melakukan ini karena kufur atau meninggalkan Islam.”
Nabi Muhammad menerima penjelasan Hathib dan memaafkannya. Beliau menganggap apa yang dikatakan Hathib sebagai kebenaran. Namun, sejumlah sahabat tetap merasa tidak terima dengan alasan yang diberikan Hathib, bahkan Sayyidina Umar bin Khattab meminta izin untuk menghukum mati Hathib. Nabi segera mencegah Umar dan mengingatkan bahwa Hathib adalah Ahlu Badr.
“Tahukah kamu bahwa Allah telah memaafkan para pejuang Perang Badar? Dia berfirman: Berbuatlah sesuka kalian, sungguh Aku telah mengampuni kalian,” kata Nabi Muhammad.
Demikianlah akhlak mulia Nabi Muhammad SAW. Beliau memaafkan Hathib yang telah membocorkan rencana penyerbuan pasukan umat Islam ke Makkah setelah mendengar penjelasannya. Ini adalah informasi penting yang dapat mempengaruhi keamanan dan keselamatan pasukan umat Islam di medan tempur. Beruntung surat tersebut diketahui oleh Nabi Muhammad, sehingga Makkah berhasil dibebaskan tanpa ada pertumpahan darah.