- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Kisah Khaulah binti Tsa’labah dan Solusi Allah

Google Search Widget

Khaulah binti Tsa’labah adalah seorang sahabat yang mengadukan permasalahan rumah tangganya kepada Nabi Muhammad. Ketika tidak mendapatkan solusi yang diharapkannya, Khaulah mencari jalan lain dengan mengadukan langsung kepada Allah. Dari aduan itu, Allah menurunkan wahyu melalui Surat Al-Mujadalah sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya.

Khaulah dikenal sebagai sosok yang cerdas. Suatu ketika, ia terlibat debat dengan suaminya, Aus bin Shamit al-Anshari. Dalam perdebatan tersebut, Khaulah berhasil memojokkan suaminya dengan argumen yang kuat. Hal ini membuat Aus jengkel dan melakukan zihar, yaitu sumpah yang menyamakan istri dengan ibunya. Zihar adalah masalah serius karena setelahnya, seorang istri menjadi haram bagi suaminya selamanya dan mereka tidak dapat rujuk.

Beberapa waktu setelah insiden tersebut, Aus bin Shamit menyesal dan ingin rujuk kembali, namun Khaulah menolak tawarannya. Meskipun begitu, Khaulah sebenarnya ingin kembali bersama Aus karena ia menyadari bahwa berpisah akan membuat hidupnya sulit, terutama untuk anak-anaknya yang masih kecil.

Khaulah memutuskan untuk menghadap Nabi Muhammad guna mengadukan masalah rumah tangganya. Pada saat itu, belum ada wahyu terkait persoalan zihar, sehingga Nabi tetap mengharamkan Khaulah untuk rujuk dengan suaminya. Khaulah tidak menerima jawaban tersebut dan terus debat dengan Nabi, namun jawabannya tidak berubah. Dengan tekad yang kuat, Khaulah mengadu kepada Allah.

“Ya Allah, kuadukan duka dan keadaanku yang berat ini kepada-Mu. Aku masih mempunyai anak-anak yang kecil, wahai Rasulullah! Jika kutinggalkan mereka, mereka akan terlantar. Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu, maka turunkanlah wahyu kepada Nabi-Mu,” seru Khaulah sambil menengadah ke langit.

Tak lama setelah itu, Allah merespons aduan Khaulah. Turunlah Al-Qur’an Surat Al-Mujadalah ayat 1-4 yang menjadi solusi atas permasalahan Khaulah dan Aus. Dalam wahyu tersebut dijelaskan bahwa siapa saja yang ingin menarik zihar harus memerdekakan seorang budak terlebih dahulu. Jika tidak mampu, maka harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut sebelum bercampur kembali. Jika tidak kuasa, mereka bisa memberi makan 60 orang miskin.

Khaulah merasa senang karena ada solusi untuk permasalahannya. Ia pun pulang dan memberitahu Aus tentang kafarat tersebut. Namun kemudian, ia menyadari bahwa suaminya tidak memiliki kemampuan untuk membayar kafarat itu karena mereka hidup dalam keadaan miskin.

Tidak menyerah, Aus bin Shamit kemudian menghadap Nabi Muhammad untuk meminta solusi atas persoalan baru ini. Nabi bertanya apakah Aus mampu memerdekakan budak, namun jawabannya tidak. Nabi lalu menyarankan untuk berpuasa dua bulan berturut-turut, tetapi Aus juga tidak mampu. Terakhir, Nabi bertanya apakah Aus bisa memberi makan 60 orang miskin. Lagi-lagi, jawabannya adalah tidak mampu.

Mendengar jawaban tersebut, Nabi Muhammad merasa iba dan meminta sahabatnya, Farwah bin Umar, untuk mengambil wadah berisi 15 atau 16 sha’ gandum. Nabi meminta Aus agar memberikan gandum itu kepada 60 orang miskin di sekitarnya.

Aus bin Shamit menjelaskan kepada Nabi bahwa tidak ada yang lebih miskin dari keluarganya sendiri di desa itu. Ia berpikir bagaimana ia—yang paling membutuhkan makanan—bisa memberi makanan kepada orang lain. Mendengar hal itu, Nabi Muhammad tertawa dan memerintahkan Aus untuk membagikan makanan tersebut kepada keluarganya sendiri.

Kisah ini menunjukkan betapa pentingnya mengadukan masalah kepada Allah dan bagaimana Allah senantiasa memberikan solusi bagi hamba-Nya yang berusaha mencari jalan keluar dari kesulitan hidup.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?