Pada bulan Dzulqa’dah tahun ke-10 H, Nabi Muhammad mengumumkan niatnya untuk melaksanakan ibadah haji. Seruan beliau mengajak umat Muslim untuk bergabung dalam rombongan haji, agar mereka dapat memahami tata cara berhaji yang sesuai dengan syariat. Antusiasme umat Islam sangat tinggi, dan ribuan orang dari berbagai penjuru datang untuk bergabung dengan Nabi dalam perjalanan suci ini.
Sebelum berangkat ke Makkah, Nabi Muhammad memberikan pembekalan manasik haji kepada para sahabat di Masjid Nabawi pada Sabtu, 25 Dzulqa’dah 10 H, setelah Shalat Dzuhur. Setelah penjelasan tersebut, rombongan berangkat menuju Makkah dan tiba di Dzy al-Hulaifah—miqat bagi penduduk Madinah yang kini dikenal sebagai Bir Ali—pada waktu Shalat Ashar, di mana mereka menginap semalam.
Keesokan harinya, tanggal 26 Dzulqa’dah, setelah Shalat Dzuhur, Nabi Muhammad dan para sahabatnya berniat untuk berihram. Beliau mandi sunat ihram, mengenakan dua helai pakaian ihram, mengoleskan wangi-wangian, dan memakai minyak rambut agar tidak rontok. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai jenis haji yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad—apakah haji tamattu’, qiran, atau ifrad.
Setelah itu, rombongan melanjutkan perjalanan dan tiba di Dzy Thuwa, sebuah wilayah dekat Kota Makkah. Di sana, mereka menginap pada malam Ahad atau Sabtu, 4 Dzulhijjah. Keesokan harinya, Nabi Muhammad mandi dan memasuki wilayah Makkah. Sambil menunggang unta kesayangannya, al-Qashwa, beliau melantunkan talbiyah sepanjang perjalanan menuju Ka’bah, diikuti oleh para sahabat.
Sesampainya di Ka’bah, Nabi Muhammad langsung berdoa: “Ya Allah Engkau adalah Yang Maha Damai, dari sisi-Mu kedamaian, maka hidupkanlah kami dalam kedamaian.” Beliau juga memohon agar Ka’bah diberi kemuliaan dan pengagungan. Tanpa melakukan shalat tahiyatal masjid, beliau langsung tawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali dan melaksanakan shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim. Setelah itu, Nabi menuju Bukit Shafa dan Marwa untuk melaksanakan sai.
Merujuk pada buku “Membaca Sirah Nabi Muhammad Dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih,” Nabi Muhammad berada di Makkah selama empat hari, dari Ahad hingga Rabu, 4-7 Dzulhijjah. Pada Kamis, 8 Dzulhijjah, beliau menuju Mina yang berjarak sekitar 7 kilometer dari Masjidil Haram dan menginap di sana. Pagi harinya (Jumat, 9 Dzulhijjah), beliau bertolak ke Arafah, yang berjarak 22 kilometer dari Masjidil Haram. Ketika matahari tergelincir, Nabi Muhammad bergerak ke Bathn al-Wady atau Urnah untuk menyampaikan khutbah yang berisi prinsip-prinsip ajaran Islam dan hak asasi manusia.
Penting untuk dicatat bahwa Bathn al-Wady atau Urnah terletak di perbatasan Arafah dan bukan merupakan tempat wukuf. Setelah berkhutbah, Nabi Muhammad kembali ke tendanya di Arafah setelah melaksanakan Shalat Dzuhur dan Ashar dengan cara menjamaknya.
Saat wukuf di Arafah, Nabi Muhammad merapalkan banyak doa untuk umat Islam. Pada saat itu pula turun wahyu QS al-Maidah ayat 3: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agama kamu.” Setelah waktu Maghrib pada hari yang sama, Nabi Muhammad berangkat ke Muzdalifah dengan dibonceng Usamah bin Zaid dan menjama’ Shalat Maghrib dan Isyak di sana.
Esok harinya (Sabtu, 10 Dzulhijjah), setelah Shalat Subuh, beliau bertolak ke al-Masy’ar al-Haram untuk berdoa dan bertalbiyah. Kemudian, beliau dibonceng al-Fadhl bin al-Abbas menuju Mina ketika matahari akan terbit. Dalam perjalanan itu, Nabi meminta al-Fadhl mengumpulkan tujuh butir kerikil untuk Jumrah Aqabah.
Setelah melaksanakan Jumrah, Nabi Muhammad menuju tempat penyembelihan kurban. Beliau menyembelih 63 ekor unta dari total 100 unta yang dibawa dari Madinah dan memakan sebagian daging unta tersebut. Dalam kesempatan itu, beliau menekankan bahwa umat Islam dapat menyembelih kurban di mana saja selama masih di wilayah Mina.