Akhirnya, Rasulullah dan Sayyidah Ummu Salamah menikah. Dalam buku “Bilik-bilik Cinta Muhammad: Kisah Sehari-hari Rumah Tangga Nabi” karya Nizar Abazhah, disebutkan bahwa mahar yang diberikan Rasulullah kepada Sayyidah Ummu Salamah adalah perabot rumah tangga senilai tidak lebih dari 40 dirham, seperti mangkuk, alat giling, kasur giling, dan barang sejenisnya. Kehidupan mereka berjalan sederhana dan mandiri. Menariknya, pada malam pengantin, mereka bahkan membuat makanan sendiri. Mereka mengambil gandum, menggilingnya, memerasnya ke dalam bejana untuk dijadikan kuah, ditambahkan kikil.
Hari demi hari, Sayyidah Ummu Salamah menjalani kehidupan bersama Rasulullah dengan penuh cinta, pengabdian, dan pelayanan. Namun, kenangan indah bersama suaminya sebelumnya, Abu Salamah, tetap melekat di hatinya. Sayyidah Ummu Salamah pernah berjanji kepada Abu Salamah untuk tidak menikah lagi jika salah satu dari mereka wafat terlebih dahulu. Meski demikian, Abu Salamah meminta agar Sayyidah Ummu Salamah menikah lagi jika dia yang lebih dulu tiada. Hal ini membuat Sayyidah Ummu Salamah teringat hadits Nabi yang menyebutkan bahwa di surga nanti seorang suami akan bersama istrinya. Ia pun berpikir tentang laki-laki yang memiliki lebih dari satu istri atau perempuan yang menikah lebih dari sekali. Kegalauan ini ia sampaikan kepada Rasulullah, dan beliau menjawab bahwa Allah akan memperbolehkan wanita untuk memilih salah satu dari suaminya di surga.
Sayyidah Ummu Salamah dikenal sebagai salah satu istri Rasulullah yang cerdas. Dalam buku “Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih” oleh M Quraish Shihab, dijelaskan bahwa ia sering bertanya kepada Rasulullah mengenai banyak hal, sehingga banyak pertanyaannya menjadi sebab turunnya beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi. Ia juga menjadi salah satu istri yang banyak meriwayatkan hadits, dengan total mencapai 378 hadits.
Salah satu hikmah dari pernikahan ini adalah upaya meredam kebencian Suku Makhzum terhadap dakwah Rasulullah. Mengingat Sayyidah Ummu Salamah berasal dari keluarga Suku Makhzum, diharapkan pernikahan ini dapat memperbaiki hubungan antara Rasulullah dan suku tersebut. Selain itu, kecerdasannya seringkali menjadikannya teman curhat Rasulullah dalam menghadapi berbagai persoalan. Salah satu contoh adalah ketika Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani. Setelah perjanjian tersebut, Rasulullah mengajak para sahabat untuk mencukur rambut mereka sebelum kembali ke Madinah, namun mereka enggan melakukannya karena kecewa dengan hasil perjanjian. Rasulullah kemudian menceritakan situasi ini kepada Sayyidah Ummu Salamah. Ia menyarankan agar Rasulullah keluar tanpa berbicara dengan siapa pun, lalu menyembelih untanya dan mencukur rambutnya. Begitu Rasulullah mengikuti saran tersebut, para sahabat pun segera mengikuti apa yang beliau lakukan.
Selain cerdas, Sayyidah Ummu Salamah juga dikenal sebagai wanita yang cantik. Kecantikan lahir dan batinnya membuat istri-istri Rasulullah lainnya, seperti Sayyidah Aisyah dan Sayyidah Hafshah, merasa cemburu. Dalam candaan, Sayyidah Aisyah mengatakan bahwa Sayyidah Ummu Salamah sudah berusia lebih tua. Namun, Sayyidah Hafshah menegaskan bahwa kecantikan Sayyidah Ummu Salamah melebihi apa yang dibicarakan orang-orang.
Pernikahan Rasulullah dengan Sayyidah Ummu Salamah tidak hanya membawa hikmah bagi kehidupan rumah tangga beliau tetapi juga memberikan dampak positif dalam konteks sosial dan hubungan antar suku di masa itu.