“Jika engkau memasak sayuran, maka perbanyaklah kuahnya. Lalu, lihatlah tetangga-tetanggamu dan bagilah masakanmu buat mereka,” demikian sabda Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ad-Darimi. Rasulullah menjalin hubungan baik dengan non-Muslim selama mereka tidak mengganggu dakwah Islam. Beliau tetap berhubungan baik dengan mereka dalam konteks sosial meskipun berbeda keyakinan. Rasulullah tidak segan untuk menerima atau memberikan sesuatu kepada mereka, termasuk makanan.

Suatu ketika, Sayyidah Aisyah memasak daging kambing untuk sebuah hajatan. Sesuai dengan anjuran hadits di atas, Aisyah membagikan masakannya kepada tetangga-tetangga terdekatnya. Namun, saat itu Rasulullah bertanya apakah tetangga mereka yang bernama si A juga sudah menerima makanan. Aisyah menjawab tegas bahwa dia tidak akan mengiriminya makanan karena si A adalah seorang Yahudi.

Mendengar jawaban tersebut, Rasulullah menegur Aisyah dan tetap menyuruhnya untuk memberikan makanan kepada tetangganya itu, meskipun dia seorang Yahudi. Rasulullah menekankan bahwa seorang Muslim seharusnya tidak memilih dan memilah ketika memberikan sesuatu kepada tetangga berdasarkan agama. Dalam sebuah hadits lain, Rasulullah juga menegaskan bahwa orang yang beriman kepada Allah harus berbuat baik kepada tetangganya tanpa memandang agama, suku, atau ras.

Tetangga memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam. Karena rumah mereka dekat dengan kita, mereka lebih mengetahui segala tingkah laku kita dibandingkan keluarga yang tinggal jauh. Jika ada kesulitan, tentu merekalah yang lebih dahulu membantu. Oleh karena itu, tetangga harus disayangi dan diperlakukan dengan baik.

Sikap Rasulullah kepada tetangganya memberikan teladan bagi kita untuk tidak mengabaikan mereka berdasarkan agama ketika hendak memberikan makanan atau hal lainnya. Kebaikan kepada tetangga merupakan bagian penting dari akhlak seorang Muslim.