Mengakui kesalahan diri adalah salah satu sikap yang paling sulit dilakukan. Terlebih bagi mereka yang memiliki kedudukan tinggi atau merupakan tokoh besar. Banyak yang enggan untuk mengakui kekhilafan dan bahkan mencari kambing hitam atas kesalahan yang diperbuat. Hanya orang-orang yang berbesar hati yang berani mengakui kesalahan diri mereka. Hal ini terjadi karena setiap orang memiliki keinginan untuk dianggap penting dan hebat oleh orang lain. Mereka berpikir bahwa dengan mengakui kesalahan, harkat dan martabat mereka akan menurun, yang pada akhirnya merugikan citra mereka.
Padahal, keberanian untuk mengakui kesalahan adalah sikap yang terpuji. Ini menunjukkan tanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukan, bukan menyembunyikan atau mengelaknya. Kita bisa belajar dari Rasulullah, sosok yang memiliki kedudukan sangat tinggi di dunia. Beliau adalah Nabi dan rasul terakhir, merupakan orang yang paling dicintai Allah dan banyak diikuti oleh umat manusia. Meskipun berada di puncak kedudukan, Rasulullah selalu mengakui kekhilafan yang diperbuat.
Salah satu kisah yang menggambarkan hal ini berasal dari hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan Abu Dawud. Dalam hadits tersebut, diceritakan bahwa suatu ketika Rasulullah sedang membagikan sesuatu kepada para sahabatnya. Tiba-tiba, salah seorang sahabat jatuh dan terkena pelepah kurma yang dibawa Rasulullah hingga menjerit kesakitan. Melihat kejadian itu, Rasulullah memanggil sahabat tersebut dan bukannya menyuruhnya diam, beliau justru meminta sahabat tersebut untuk membalasnya dengan menusuk perut beliau menggunakan pelepah kurma sebagai bentuk pengakuan atas kekhilafannya. Sahabat tersebut menolak permintaan itu dan mengaku sudah memaafkan Rasulullah.
Kisah lain datang dari Ibnu Umar, seperti yang diungkapkan dalam buku “Love, Peace, dan Respect: 30 Teladan Nabi dalam Pergaulan.” Suatu kali, Rasulullah sedang mengimami shalat dan tiba-tiba lupa serta ragu dalam membaca ayat setelah Fatihah. Setelah shalat, beliau bertanya kepada Umar bin Khattab mengenai kesalahan ayat yang dibaca. Umar membenarkan bahwa Rasulullah memang salah membaca ayat tersebut. Rasulullah kemudian mengungkapkan rasa penyesalannya dan bertanya mengapa Umar tidak mengingatkannya.
Ada juga kisah menyentuh tentang bagaimana Rasulullah mengakui kesalahan diri saat beliau sakit menjelang wafat. Dalam kesempatan itu, beliau meminta para sahabat untuk berkumpul di masjid. Setelah duduk di mimbar, Rasulullah bertanya kepada sahabat-sahabatnya apakah beliau memiliki hutang kepada mereka. Pada awalnya, semua sahabat menjawab tidak, hingga Akasyah mengacungkan tangan dan menyatakan bahwa ada masalah antara dirinya dan Rasulullah terkait insiden saat perang Uhud. Akasyah menegaskan bahwa cemeti yang dipakai Rasulullah mengenai dadanya. Setelah mendengar cerita itu, Rasulullah mengakui kekhilafan tersebut dan meminta Akasyah untuk memukulnya dengan cemeti.
Namun, Akasyah tidak jadi memukul Rasulullah; ia malah memeluk beliau dengan erat. Kisah-kisah ini menunjukkan betapa pentingnya sikap berani mengakui kesalahan dan tanggung jawab atas tindakan kita.