- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Mewarisi Kearifan Wali dalam Pengelolaan Pertanian dan Lingkungan

Google Search Widget

Harga beras yang terus melambung dan kekeringan yang melanda lingkungan menjadi isu yang mengganggu masyarakat saat ini. Istilah seperti El Niño dan perubahan iklim sering kali dianggap sebagai penyebab utama dari permasalahan ini. Kondisi tersebut membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat. Upaya pemimpin untuk mencari solusi atas mahalnya harga pangan dan memastikan ketersediaan air seolah belum bisa memberikan ketenangan bagi rakyat yang dipimpinnya.

Sejarah Islam di Nusantara memberikan wawasan penting dalam menangani masalah pangan dan pengairan. Kepemimpinan para Walisongo menciptakan pendekatan bijak dalam mengelola lingkungan. Sejak zaman wali generasi awal, petani di Nusantara sudah akrab dengan masalah kekeringan. Masa paceklik yang sering terjadi disebabkan oleh kekurangan air untuk pertanian. Pada waktu itu, banyak yang percaya bahwa kemarahan makhluk halus seperti “danyang penunggu” persawahan menjadi penyebab dari kegagalan panen, sehingga ritual dan sesajian sering dilakukan untuk mencegahnya.

Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim, salah satu tokoh terkemuka, mengambil langkah inovatif untuk mengatasi masalah paceklik yang dihadapi oleh petani. Dengan menyadari bahwa pengairan sawah menjadi masalah utama, beliau memperkenalkan teknik irigasi kepada masyarakat. Sebagai sosok yang berasal dari luar Nusantara, Maulana Malik Ibrahim membawa pengetahuan tentang teknologi pengairan yang telah berkembang di daerah asalnya, dan berhasil menularkannya kepada masyarakat Jawa.

Penelitian dari UIN Walisongo Semarang menunjukkan bahwa para wali yang berdakwah di Nusantara menerapkan pengetahuan bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat. Ketika para petani mengalami kekurangan hasil panen akibat lahan yang tidak terolah dengan baik, Maulana Malik Ibrahim memperkenalkan sistem irigasi. Ilmu pengairan yang awalnya dianggap modern diintegrasikan dalam dakwah Islam, membantu masyarakat menyadari bahwa keberhasilan pertanian memerlukan ikhtiar dan tawakkal kepada Allah (SWT).

Keterkaitan antara pertanian dan sumber air sangatlah erat. Petani bergantung pada sungai sebagai sumber irigasi, namun kelestarian hutan yang mendukung cadangan air sangat penting. Jika hutan terganggu, maka ketersediaan air juga akan terpengaruh. Oleh karena itu, perlakuan terhadap hutan menjadi kunci dalam menjaga sumber air.

Sunan Gunung Jati juga memberikan perhatian besar terhadap pengelolaan hutan. Dalam buku Atlas Walisongo, sejarawan Agus Sunyoto mencatat bahwa Sunan Gunung Jati mengajarkan masyarakat cara membuka hutan dengan bijaksana. Sebagai pemimpin kerajaan Islam di Jawa Barat, beliau tidak hanya fokus pada perluasan pemukiman dan lahan pertanian, tetapi juga mengedukasi masyarakat untuk melestarikan hutan demi kepentingan lingkungan.

Keberadaan Kampung Naga di Jawa Barat menjadi salah satu bukti sukses dari ajaran Sunan Gunung Jati. Kampung tersebut merupakan hasil pembukaan hutan oleh muridnya, Singaparana, dengan pendekatan ramah lingkungan. Hingga kini, Kampung Naga menunjukkan konsep pengelolaan air, lahan pertanian, hutan, dan pemukiman yang berkelanjutan.

Di Kampung Naga, terdapat hutan yang dikeramatkan dan tidak boleh dijamah oleh siapapun. Masyarakat percaya bahwa hutan tersebut penting untuk menjaga kelestarian sumber air. Konsep ini mirip dengan praktik yang diterapkan pada masa Nabi Muhammad (SAW) yang mengatur area tertentu di Makkah dan Madinah sebagai kawasan haram untuk menjaga flora dan fauna. Pada masa kekhalifahan sahabat juga dikenal adanya hima, yaitu area terpelihara untuk memastikan ketersediaan pakan ternak dan kelestarian tanaman.

Selain itu, pengaturan sumber air di Kampung Naga juga unik. Air dibiarkan mengalir sehingga tidak ada nyamuk bersarang. Air bersih untuk konsumsi dijaga terpisah dari air untuk irigasi sawah. Masyarakat juga mendesain jamban di luar pemukiman agar tidak mencemari lingkungan.

Dalam bercocok tanam, warga menggunakan varietas padi lokal yang diwariskan secara turun temurun dan masih memanfaatkan alat manual tradisional seperti ani-ani untuk memanen padi. Dengan menerapkan ajaran leluhur yang berasal dari Sunan Gunung Jati, mereka berhasil mandiri dalam ketahanan pangan serta menjadi contoh dalam pelestarian air, hutan, padi, dan sumber daya lingkungan.

Kearifan yang diwariskan oleh para Walisongo sangat relevan untuk diterapkan di masa kini. Pemimpin masa kini dapat mengambil teladan dari mereka untuk lebih memperhatikan kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan demi kesejahteraan masyarakat.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?