- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Ziarah Kubur: Tujuan dan Hikmah di Balik Praktiknya

Google Search Widget

Imam Al-Ghazali menyebutkan dua tujuan penting dari praktik ziarah kubur yang selama ini diamalkan oleh umat Islam. Pertama, peziarah dapat memetik hikmah dari peristiwa kematian ahli kubur yang diziarahi. Kedua, ahli kubur yang diziarahi dapat memetik manfaat dari doa peziarah.

Dalam pandangan Imam Al-Ghazali, peziarah disarankan untuk mendoakan ahli kubur, memohon doa untuk dirinya sendiri, serta merenungkan hikmah dari pengalaman kematian ahli kubur. Dalam karya beliau, Ihya Ulumiddin, dijelaskan bahwa tujuan ziarah kubur bagi peziarah adalah untuk mengambil pelajaran dari ziarah itu sendiri, sedangkan bagi ahli kubur adalah untuk mendapatkan manfaat dari doa peziarah. Oleh karena itu, peziarah tidak boleh melalaikan doa untuk dirinya dan almarhum yang diziarahi; ia juga harus mengambil hikmah dari ahli kubur tersebut.

Sebagai pelajaran, peziarah disarankan untuk membayangkan bagaimana organ-organ ahli kubur terpisah satu sama lain dan bagaimana ia akan dibangkitkan dari kuburnya kelak. Selain itu, peziarah juga diingatkan bahwa dalam waktu dekat, ia pun akan mengalami kematian dan menyusul ahli kubur yang sedang diziarahi.

Sayyid Muhammad bin Muhammad Al-Husaini Az-Zabidi dalam Syarah Ihya Ulumiddin menjelaskan logika di balik mendoakan ahli kubur. Menurutnya, doa peziarah untuk ahli kubur merupakan doa mustajab yang pasti akan diijabah oleh Allah. Sayyid Az-Zabidi menganalogikan doa untuk ahli kubur dengan doa ghaib, yaitu mendoakan orang lain yang tidak hadir atau tampak.

Dalam hal ini, muncul pertanyaan apakah peziarah sebaiknya mendoakan dirinya terlebih dahulu atau ahli kubur. Secara zahir, dianjurkan untuk mendoakan ahli kubur terlebih dahulu karena doa untuk ahli kubur diyakini lebih mustajab, berdasarkan analogi pada kemustajaban doa untuk orang yang ghaib. Setelah itu, barulah peziarah mendoakan dirinya sendiri. Dengan urutan seperti ini, doa dianggap lebih layak untuk diijabah mengingat kemurahan Allah dan keluasan keutamaan-Nya.

Doa secara ghaib atau doa untuk orang lain dari kejauhan juga memiliki landasan dalam hadits. Dalam hadits riwayat Imam Muslim dari sahabat Abu Darda (RA), Rasulullah (SAW) bersabda bahwa tiada seorang hamba muslim yang mendoakan saudaranya secara ghaib melainkan ada malaikat yang mendoakannya dengan kata-kata, “Untukmu semisal itu.”

Imam Muslim dalam syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa ulama salaf menjadikan doa secara ghaib untuk orang lain sebagai pengantar sebelum doa untuk dirinya sendiri. Mendoakan orang lain secara ghaib memberikan keutamaan dan diyakini akan diijabah.

Melalui penjelasan ini, jelas bahwa praktik ziarah dengan mendoakan ahli kubur memiliki logika dan praktik yang bersumber secara syar’i dari hadits Nabi Muhammad (SAW) serta tata cara doa ulama salaf.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?