- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Amalan yang Lebih Utama daripada Jihad

Google Search Widget

Suatu ketika, Abdullah Ibnul Mubarak (wafat pada 797 M) bersama saudara-saudaranya dalam penugasan perang. Di tengah perjalanan, beliau memancing diskusi dengan mengatakan, “Tahukah kalian amal ibadah yang lebih utama dari ibadah kita saat ini?” Mereka menjawab, “Kami tidak tahu.” Ibnul Mubarak kemudian menjelaskan, “Amal ibadah itu adalah seorang yang apik dan memiliki keluarga kecil, bangun malam, lalu melihat anak-anaknya tertidur telanjang dada, dan menyelimuti mereka dengan pakaiannya. Amalnya itu lebih utama daripada jihad kita saat ini.”

Kisah ini diangkat oleh Imam Al-Ghazali untuk menjelaskan keutamaan berjihad dalam mencari nafkah yang halal bagi anak-istri dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya menjaga keapikan dalam memperoleh nafkah, terutama di akhir zaman ini, di mana banyak pintu untuk mendapatkan nafkah yang tidak halal dan ketimpangan sosial yang mencolok.

Keapikan orang-orang yang menjadi tulang punggung keluarga memerlukan perjuangan yang berat. Mereka harus berjuang menjaga keapikan di tengah kehidupan yang penuh tantangan dan gemerlap duniawi. Rasulullah (SAW) bersabda, “Siapa saja yang baik shalatnya, banyak keluarganya, sedikit hartanya, dan tidak melakukan ghibah terhadap umat Islam, kelak ia bersamaku di surga seperti dua ini (sambil mengisyaratkan dua jari)” (HR Abu Ya’la dari sahabat Abu Said Al-Khudri).

Imam Al-Ghazali juga mengutip hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Imran bin Hushain: “Allah menyukai orang fakir yang apik dan yang menjadi tulang punggung keluarga” (HR Ibnu Majah). Istilah al-muta‘affif merujuk kepada orang yang sangat apik dalam menjaga diri sehingga tidak meminta-minta kepada orang lain, meskipun sedang membutuhkan, karena hatinya hanya melihat kepada Allah.

Adapun istilah “abul ‘iyal” merujuk kepada orang-orang yang menjadi tulang punggung nafkah keluarga. Mereka bisa berupa ayah, ibu, kakek, nenek, saudara, atau sepupu. Kata “abu” atau ayah digunakan sebagai istilah umum untuk orang yang menjadi tulang punggung keluarga. Pikiran dan ikhtiar orang-orang yang berjuang untuk kemaslahatan keluarganya dicatat sebagai amal ibadah bagi mereka.

Demikianlah, menjaga keapikan dalam memperoleh nafkah dan memenuhi tanggung jawab keluarga adalah amal yang sangat mulia dan lebih utama dibandingkan dengan ibadah lainnya. Wallahu a’lam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 12

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?