Di masa kepemimpinan Sayyidina Umar bin Khattab (RA), terdapat seorang pengemis yang sering mendatangi rumah beliau untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Kebiasaan ini dilakukan secara rutin selama bertahun-tahun. Suatu hari, ketika ia menunggu di depan pintu rumah Sayyidina Umar (RA) karena tuan rumah belum pulang, ia mendengar suara gaib yang menyapanya, “Wahai fulan, kepada siapa kau berhijrah, kepada Umar atau kepada Allah?”

Suara tersebut melanjutkan, “Pergilah, pelajari Al-Qur’an. Ia akan mencukupi kebutuhanmu ketimbang pintu Umar.” Mendengar suara gaib ini, ia terkejut dan merenungkan kebiasaannya. Merasa yakin bahwa suara itu adalah kebenaran, ia memutuskan untuk meninggalkan pintu rumah Sayyidina Umar (RA) dan pergi untuk fokus beribadah kepada Allah.

Setelah beberapa waktu tidak muncul, ketidakhadiran pengemis tersebut membuat Sayyidina Umar (RA) merasa rindu. Ia kemudian mencarinya dan mendapati pengemis tersebut sedang beribadah di rumahnya. Sayyidina Umar (RA) menanyakan kepergiannya, dan pengemis itu menjawab bahwa ia telah menemukan kecukupan dalam Al-Qur’an. Ia menyebutkan bahwa ia menemukan ayat dari Surat Az-Dzariyat ayat 22: “Di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.”

Mendengar jawaban tersebut, Sayyidina Umar (RA) menangis, teringat akan makna dari ayat tersebut. Pengalaman ini mengubah dinamika hubungan mereka, di mana Sayyidina Umar (RA) mulai rutin menemui pengemis itu untuk mendengarkan kajian tentang kandungan ayat-ayat Al-Qur’an.

Kisah ini diangkat oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab “Ihya Ulumiddin,” yang menunjukkan bahwa pencarian spiritual dan pemahaman yang lebih dalam terhadap Al-Qur’an dapat membawa seseorang pada titik balik yang signifikan dalam hidupnya. Dengan memahami dan mengamalkan ajaran Al-Qur’an, seseorang dapat menemukan rezeki dan keberkahan yang lebih besar daripada yang mungkin didapatkan melalui cara-cara duniawi.

Wallahu a’lam.