- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Bai’at dalam Islam

7 months ago

6 min read

Berbai’at kepada Mursyid merupakan hal yang mutlak dilakukan berdasarkan hati yang ikhlas tanpa ada unsur paksaan ataupun kepentingan yang lain kecuali berharap ridho Allah SWT.

1. Arti Berbai’at:
Arti dari kata “baiat” adalah perjanjian atau kesepakatan dalam bahasa Arab. Biasanya digunakan untuk merujuk pada kesepakatan atau janji antara dua pihak. Berbai’at adalah sebuah janji setia atau komitmen yang diucapkan oleh seorang murid kepada mursyid (guru spiritual) dalam konteks tarekat atau jalan spiritual Islam. Ini merupakan ikrar untuk mengikuti bimbingan dan ajaran mursyid dalam perjalanan spiritual menuju Allah SWT.

2. Dalil Bai’at dalam Al-Qur’an dan Hadits:
* Al-Qur’an: “Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad), sebenarnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka…” (Al-Fath: 10)
* Hadits: Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW menerima bai’at dari para sahabatnya, seperti yang terjadi dalam Bai’at Ridwan.

3. Manfaat Bai’at:
* Memperkuat komitmen spiritual
* Mendapatkan bimbingan langsung dari mursyid
* Memasuki jaringan spiritual yang terhubung hingga Nabi Muhammad SAW
* Memudahkan proses penyucian jiwa (tazkiyatun nafs)
* Meningkatkan kedisiplinan dalam beribadah dan beramal

4. Bai’at dalam Tarekat:
Dalam tarekat, bai’at merupakan pintu gerbang resmi bagi seorang murid untuk memasuki jalan spiritual yang sistematis. Ini menandai awal dari hubungan murid-mursyid yang sakral dan penuh tanggung jawab.

Bai’atnya seorang murid kepada Mursyid merupakan bukti kelapangan hatinya untuk dibimbing dan dibina oleh Mursyid, sebab berbai’at membawa ikatan ruhani yang lebih kental daripada ikatan darah. Bai’at merupakan peristiwa penting bagi seorang murid, dimana ia kembali terlahir secara ruhani. Dan setiap manusia pasti dilahirkan secara biologis namun tidak semua manusia dapat dilahirkan secara ruhani. Kelahiran ruhani merupakan awal manusia mengenal tujuan hidupnya dan belajar untuk mempersiapkan bekalnya menuju akhirat dan bertemu Allah SWT sebagai destinasi terakhirnya.

Bai’at tidak membatasi seorang murid untuk belajar dan menambah pengetahuannya kepada Mursyid Thariqah yang lain, selagi atas izin dan restu Mursyidnya yang pertama, namun terlebih dahulu ia harus menyempurnakan ilmu dan amalan yang diberikan Mursyidnya, sebab jika tidak maka permintaan bai’at terhadap Mursyid lain merupakan su’ul adab, menyalahi adab kepada Mursyid bahkan kepada pendahulu pendahulu Mursyid Thariqah sebelumnya. Dalam dunia Thariqah, adab merupakan pintu ilmu, jika murid tidak memiliki adab, niscaya sebesar apapun gudang ilmu didepannya, bila tidak menemukan pintunya, ia akan selalu berputar putar mengelilingi gudang tanpa pernah masuk kedalamnya.

Bai’at juga bagian daripada adab Mursyid kepada muridnya, karena seorang Mursyid wajib bertanggung jawab terhadap ilmu dan amalan yang telah diberikan kepada muridnya. Apabila seorang murid datang kepadanya lalu meminta untuk diambil bai’atnya, maka wajib bagi Mursyid untuk membuka hatinya menerima segala “kejelekan” dan “keburukan” yang tersembunyi didalam diri murid tersebut dengan hati yang tulus dengan rasa tanggung jawab yang tinggi kepada Allah SWT, maka karena hal tersebut seorang murid dilarang keras bersangka buruk kepada Mursyidnya, sebab akan menyebabkan terputusnya bai’at.

Seseorang yang telah mengambil bai’at kepada seorang mursyid, itu merupakan suatu bertanda Allah SWT telah memberikan jalan yang tercepat menuju Diri-Nya, dan murid tersebut mempunyai akses bathin kepada Mursyid Mursyid sebelumnya hingga sampai kepada ruhani Baginda Nabi Besar Muhammad SAW (dikenal pula dengan sebutan “Golden Chain”). Maka hal demikian itu, murid tidak pantas bermain main atau menunda nunda dalam amanah dan perintah Mursyid, sebab dia sudah masuk dalam wilayah “Tarbiyah Allah” apapun yang terjadi merupakan perintah perintah Allah ta’ala yang tersembunyi dalam ucapan dan perintah Mursyidnya. Hanya Allah yang dapat menuntun seorang hamba sampai kepada Diri-Nya, melalui keikhlasan dalam menjalani perintah Mursyidnya, selagi perintah tersebut tidak menjauhkan dirinya dari Al-Qur’an yang Suci dan Sunnah yang Mulia Nabi Muhammad SAW.

Jenis-jenis dan Tata Cara Bai’at:

1. Bai’at Lisan (Verbal)
Tata cara: Murid mengucapkan janji setia secara lisan kepada mursyid.
Contoh: Mengucapkan “Saya berjanji setia untuk mengikuti ajaran tarekat ini dan menjadikan Anda sebagai pembimbing spiritual saya.”
Dalil: Hadits riwayat Bukhari, “Kami berbai’at kepada Rasulullah SAW untuk mendengar dan taat…”

2. Bai’at Tangan (Musafahah)
Tata cara: Murid berjabat tangan dengan mursyid sambil mengucapkan janji.
Contoh: Mursyid dan murid saling menggenggam tangan kanan, lalu murid mengucapkan janji.
Dalil: Al-Qur’an Surah Al-Fath ayat 10, “Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad), sebenarnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka…”

3. Bai’at Tulisan
Tata cara: Murid menulis surat atau dokumen yang menyatakan kesetiaannya.
Contoh: Menuliskan janji setia dan mengirimkannya kepada mursyid.
Dalil: Praktek ini didasarkan pada tradisi surat-menyurat dalam Islam, meski tidak ada dalil spesifik.

4. Bai’at Simbolik
Tata cara: Menggunakan simbol atau objek tertentu dalam proses bai’at.
Contoh: Menerima tasbih atau jubah khusus dari mursyid sebagai simbol bai’at.
Dalil: Tidak ada dalil spesifik, namun didasarkan pada tradisi tarekat tertentu.

5. Bai’at Jama’i (Kolektif)
Tata cara: Bai’at yang dilakukan secara berkelompok.
Contoh: Sekelompok murid berbai’at bersama-sama kepada mursyid dalam satu majlis.
Dalil: Berdasarkan pada peristiwa Bai’at Ridwan yang melibatkan banyak sahabat sekaligus.

6. Bai’at Sirr (Rahasia)
Tata cara: Bai’at yang dilakukan secara spiritual tanpa kehadiran fisik.
Contoh: Murid melakukan bai’at dalam keadaan meditasi atau khalwat.
Dalil: Tidak ada dalil spesifik, lebih kepada pengalaman spiritual dalam beberapa tarekat.

7. Bai’at Talqin
Tata cara: Mursyid memberikan zikir atau wirid khusus kepada murid sebagai bentuk bai’at.
Contoh: Mursyid membisikkan kalimat tauhid atau zikir khusus ke telinga murid.
Dalil: Banyak hadist yang menerangkan kejadi Nabi mengambil ‘ahad pada waktu membai’at sahabat-sahabatnya. Diriwayatkan oleh Ahmad r.a. dan Tabrani r.a. bahwa Rosullullah SAW. penah mentalqinkan sahabat-sahabatnya secara berombongan dan perseorangan.

Talqin berombongan pernah diceritakan oleh Syaddad bin “Aus r.a. : “Pada suatu ketika kami berada dekat Nabi SAW. Nabi SAW. bersabda” : Apakah ada diantaramu orang asing? maka jawab saya, tidak ada”. Lalu Rasulullah SAW. menyuruh menutup pintu dan berkata : “Angkat tanganmu dan ucapkanlah Laa Ilaaha Illallaah, seterusnya beliau berkata : “Segala puji bagi Allah wahai Tuhanku, Engkau telah mengutus aku dengan kalimat ini dan Engkau menjadikan dengan ucapannya kurnia syurga kepadaku dan bahwa Engkau tidak sekali-kali menyalahi janji”. Kemudian beliau berkata pula : “Belumkah aku memberi kabar gembira kepadamu bahwa Allah telah mengampuni bagimu semua?”.

Maka Rasulullah SAW, bersabda :

“Tidaklah ada segolongan manusiapun yang berkumpul dan melakukan dzikir dengan tidak ada niat lain melainkan untuk Tuhan semata, kecuali akan datang suara dari langit. Bangkitlah kamu semua, kamu sudah diampuni segala dosamu dan sudah ditukar kejahatannya yang lampau dengan kebajikan”.

Oleh karena itu Allah SWT berfirman :

إِنَّ ٱللَّهَ ٱشْتَرَىٰ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَٰلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ ٱلْجَنَّةَ ۚ يُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ ۖ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى ٱلتَّوْرَىٰةِ وَٱلْإِنجِيلِ وَٱلْقُرْءَانِ ۚ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِۦ مِنَ ٱللَّهِ ۚ فَٱسْتَبْشِرُوا۟ بِبَيْعِكُمُ ٱلَّذِى بَايَعْتُم بِهِۦ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ

Artinya : ” Maka bergembiralah kami dengan bai’atmu yang telah kamu lakukan itu adalah kejayaan yang agung”. QS. At-Taubah : 111).

Perlu dicatat bahwa jenis-jenis bai’at yang disebutkan di atas tidak mencakup seluruh bentuk bai’at yang ada. Terdapat juga bai’at khusus yang mungkin hanya dipraktekkan dalam tarekat-tarekat tertentu atau dalam situasi khusus, yang pastinya telah mendapatkan izin dari Rasulullah SAW melalui para pemegang ijazah (license to teach) atau disebut dengan Ulama Pewaris Nabi yang disebut dalam Bahasa Arab: Al-ulama Warasatul Anbiya.

“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi (Al-ulama Warasatul Anbiya). Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Imam At-Tirmidzi, Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, dan lainnya)

Ulama yang dimaksud adalah para Syaikh yang menerima ijazah atau izin dari Rasulullah SAW melalui para Guru-Gurunya, atau yang dikenal sebagai Syaikh Sufi.

Penting untuk diingat bahwa praktek tarekat sebenarnya sudah ada sejak masa Rasulullah SAW, bahkan pada seluruh nabi yang memiliki murid-murid, dengan cara atau syariatnya masing-masing. Pada masa Nabi Muhammad SAW, memang istilah “tarekat” dan “tasawuf” belum dikenal secara spesifik, walaupun prakteknya sudah ada dan merata di kalangan para sahabat. Hal ini terlihat dari kehidupan zuhud dan fokus pada pembersihan hati yang dipraktekkan oleh banyak sahabat Nabi.

Namun, di zaman sekarang, ketika istilah tarekat dan tasawuf sudah populer dan banyak dibahas, justru praktiknya yang menjadi langka atau tidak sepopuler dulu. Fenomena ini selaras dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

“Islam muncul dalam keadaan asing, dan akan kembali asing sebagaimana awal kemunculannya, maka beruntunglah orang-orang yang asing itu.” (HR. Muslim no. 145)

Hadits ini menunjukkan bahwa praktek-praktek Islam yang sejati, termasuk aspek spiritualnya seperti yang diajarkan dalam tarekat, mungkin akan menjadi sesuatu yang asing atau tidak umum di masa mendatang. Namun, mereka yang tetap berpegang pada ajaran-ajaran ini, meskipun dianggap asing, akan mendapatkan keberuntungan.

Perlu diketahui bahwa Islam tidak hanya sebatas apa tertulis saja, tetapi ada pula sisi batin yang lebih luas. Ilmu inilah yang diperoleh oleh orang-orang khusus dan menjadi rahasia di dada mereka. Oleh karena itu, kita biasa menyebut nama para Syaikh Sufi dengan gelar “qadashallau sirrahu” (semoga Allah mensucikan rahasianya), sebagaimana kita menyebut nama para Sahabat dengan gelar radhiyallahu ‘anhu. Salah satu dalil mengenai kenyataan akan eksistensi rahasia ini dalam Islam adalah:

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,

حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وِعَاءَيْنِ ، فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَبَثَثْتُهُ ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَلَوْ بَثَثْتُهُ قُطِعَ هَذَا الْبُلْعُومُ

“Aku menghafal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dua bejana ilmu. untuk satu bejana sudah saya sampaikan kepada kalian. Untuk bejana yang kedua, andai saya sampaikan kepada kalian maka kepalaku akan dipenggal.” (HR. Bukhari 120)

Dalam riwayat lain, orang-orang mengkritik Abu Hurairah,

أَكْثَرْتَ أَكْثَرْتَ

“Kamu terlalu banyak menyampaikan hadis.”

Lalu Abu Hurairah mengatakan,

فَلَوْ حَدَّثْتُكُمْ بِكُلِّ مَا سَمِعْتُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَرَمَيْتُمُونِي بِالْقَشْعِ ، وَلَمَا نَاظَرْتُمُونِي

“Andai aku sampaikan semua yang pernah aku dengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu kalian akan melempariku dan kalian tidak akan mendebatku.” (HR. Ahmad 10959)

Dengan demikian, penting bagi para pengikut tarekat untuk memahami akar historis dari praktek spiritual mereka, sambil tetap menjaga keotentikan dan relevansinya dalam konteks modern, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Bagikan postingan ini

Copy Title and Content
Content has been copied.

Baca lebih lanjut

Postingan Terkait

Temukan koleksi postingan blog yang penuh wawasan dan menarik.

Ahli Silsilah Thariqah Nasyabandiyah

Masyayikh Ahli Silsilah Thariqah An-Naqsyabandiyah Al-Mujadiddiyah Al-Khalidiyah ★ Allah Subhanahu wa Ta’ala★ Malaikat Jibril (AS.)★ Rasulullah Muhammad (SAW.) 1. Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq (RA.)2. Sayyidina

Naqsyabandiyah

5 Janji Tarekat

Fatwa Yang Mulia Abu: Lima Janji Thariqat Murobbi Ruhina, Sang Mahkota Ahli Makrifat yang memiliki kesabaran yang sangat tinggi dan Penyeru yang mengajak kearah kebaikan,

Naqsyabandiyah

March 12

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?