Rabithah artinya ikatan atau hubungan, yang berarti proses terjadinya hubungan atau ikatan ruhaniyah antara seorang murid dengan Sang Mursyidnya. Mengikat atau menghubungkan diri dengan Manajemen Vertikal (Ilahiyah) seperti yang diungkapkan dalam Al-Quran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah! Jadikanlah kesabaran sebagai bagian dari dirimu [kuatkanlah kesabaranmu/jadikanlah kesabaran atamu], berabithahlah (agar diteguhkan), dan takutlah kepada Allah, semoga kalian termasuk orang-orang yang beruntung.”
(QS. Ali Imran[3]: 200)
Melakukan rabithah mengandung makna menghadirkan/membayangkan Syekh Mursyidnya yang Kamilah di dalam pikiran ketika hendak melaksanakan ibadah, lebih khusus ketika berdzikir kepada Allah Ta’ala.
Seyogyanya bagi seorang murid harus Fana terlebih dahulu kepada Sang Mursyidnya, sehingga ia akan mencapai Fana dengan Allah Ta’ala.
Menurut Syekh Muhammad bin Abdulah Al-Khani Al-Khalidi dalam kitabnya Al-Bahjatus Saniyyah hal. 43, berabithah dilakukan dengan 6 (enam) cara:
1. Menghadirkannya di depan mata dengan sempurna.
2. Membayangkan di kiri dan kanan, dengan memusatkan perhatian kepada ruhaniyahnya sampai terjadi sesuatu yang ghaib. Apabila ruhaniyah Sang Mursyid yang dijadikan rabithah itu tidak lenyap, maka murid dapat menghadapi peristiwa yang akan terjadi. Tetapi jika gambaran itu lenyap, maka murid harus berhubungan kembali dengan ruhaniyah Sang Guru Mursyid, sampai peristiwa yang dialami tadi atau peristiwa serupa muncul kembali. Demikianlah dilakukan murid berulang kali sampai ia fana dan menyaksikan peristiwa ghaib tanda Kebesaran Allah. Dengan berabithah, Sang Mursyid menghubungkannya kepada Allah, dan murid diasuh serta dibimbingnya, meskipun jarak keduanya berjauhan, seorang di barat dan lainnya di timur. Selain itu, rabithah juga akan membentenginya dari pikiran-pikiran yang menyesatkan sehingga memicu pintu ruhani yang batil memasuki dirinya (baik ruhani-ruhani maupun i’tikad-i’tikad yang batil).
3. Menghayalkan Sang Guru Mursyid di tengah dahi. Memandang rabithah di tengah dahi menurut kalangan ahli Thariqat lebih kuat dapat menolak getaran dan lintasan dalam hati yang melalaikan ingatan kepada Allah Ta’ala.
4. Menghadirkan Sang Guru Mursyid di tengah hati.
5. Menghayalkan Sang Guru Mursyid di kening kemudian menurunkannya ke tengah hati. Menghadirkan Syekh Mursyid dalam bentuk ini agak sukar dilakukan, tetapi lebih berkesan dibandingkan cara-cara sebelumnya.
6. Menafikan (meniadakan) dirinya dan mentsabitkan (menetapkan) keberadaan Sang Guru Mursyid. Cara ini lebih kuat menangkis aneka ragam ujian dan gangguan-gangguan.
Wallahu’alam Ta’ala
Sumber: https://www.facebook.com/share/p/KpMuH6kxp3x387xa/