“Engkau adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari hati.
Kelopak mataku tidak pernah tertutup
Kecuali bahwa Engkau berada di antara mereka dan mataku.
Cinta-Mu adalah bagian dariku seperti pembicaraan di dalam jiwa.
Aku tidak dapat bernafas kecuali Engkau ada dalam nafasku
Dan Aku menemukan-Mu berburu menembus setiap indraku.”
— Syair Sayyidi Shaykh Abul-Hasan Simnan (qs)
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Pengalaman Syekh `Abdullah (q) di Angkatan Bersenjata
Syekh `Abdullah (q) bercerita mengenai sebuah insiden yang terjadi selama pengabdiannya dalam Angkatan Bersenjata Kekhalifahan Utsmani (Ottoman),
Aku berjumpa dengan ibuku hanya dalam waktu satu atau dua minggu. Mereka lalu membawaku ke sebuah pertempuran yang dikenal dengan Safar Barlik di Dardanelles. Suatu hari terjadi serangan dari musuh dan sekitar 100 orang dari kami ditinggalkan untuk mempertahankan wilayah perbatasan. Aku adalah seorang penembak jitu yang mampu mengenai sehelai benang dari jarak jauh. Kami mendapat serangan bertubi-tubi sehingga tidak mampu lagi mempertahankan posisi kami. Aku merasakan sebuah peluru menembus jantungku, aku pun tersungkur ke tanah dengan keadaan terluka parah.
Ketika aku terbaring sekarat, aku melihat Nabi (saw) menghampiriku. Beliau (saw) berkata, ”Wahai anakku, kau ditakdirkan untuk meninggal dunia di sini, namun kami masih memerlukanmu di bumi ini, baik secara rohaniah maupun secara fisik. Aku datang kepadamu untuk menunjukkan bagaimana seorang manusia mengalami kematian dan bagaimana malaikat `Izra’il mencabut nyawa.” Beliau (saw) memberiku suatu rukyat, penglihatan di mana aku melihat rohku mulai meninggalkan tubuhku, sel demi sel, dimulai dari jari-jemari kakiku. Ketika kehidupan itu ditarik, aku dapat melihat berapa banyak sel di dalam tubuhku dan mengetahui fungsi-fungsi dari setiap sel, dan penyembuh bagi setiap penyakit masing-masing sel. Aku juga mendengar zikir dari setiap sel itu.
Begitu rohku mulai bergerak meninggalkan tubuhku, aku mengalami apa yang orang rasakan ketika meninggal dunia. Aku dibawa untuk melihat berbagai keadaan saat kematian: kematian yang menyakitkan, kematian yang mudah, dan kematian yang sangat membahagiakan. Nabi (saw) mengatakan, “Engkau termasuk orang yang meninggal dengan keadaan bahagia.” Aku sangat menikmati kematian itu karena aku akan kembali ke tempat Asalku, yang membuatku memahami ayat Qur’an, ‘Inna lillaahi wa inna ilayhi raji`uun, ‘Sesungguhnya kami adalah milik Allah (swt), dan kepada-Nya kami kembali‘ [2:156].
Penglihatan itu berlanjut sampai aku mengalami keadaan di mana rohku sampai pada napas terakhir. Aku melihat malaikat `Izra’il datang dan mendengar pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan. Segala macam penglihatan mengenai orang yang sedang sekarat aku alami, namun demikian aku masih dalam keadaan hidup ketika mengalaminya dan hal ini membuatku dapat memahami rahasia dari maqam itu.
Kemudian dalam penglihatan itu aku melihat rohku memandang ke bawah pada tubuhku, dan Nabi (saw) berkata padaku, “Datanglah padaku!” Aku menemani Nabi (saw) dan beliau (saw) membawaku ke dalam sebuah penglihatan mengenai Tujuh Surga. Aku melihat segala sesuatu yang Nabi (saw) inginkan aku melihatnya di dalam Tujuh Surga itu, kemudian beliau mengangkatku ke Maqam Ash-Shiddiq di mana aku bertemu dengan seluruh nabi, para awliya, seluruh syuhada, dan orang-orang yang saleh.
Beliau (saw) lalu mengatakan, “Wahai anakku, sekarang aku akan membawamu melihat siksaan di Neraka.” Di sana aku melihat semua yang pernah disebutkan oleh Nabi (saw) di dalam hadits-hadits dan sabda beliau (saw) tentang siksa Neraka. Aku pun berkata, “Wahai Nabi (saw), engkaulah yang dikirim sebagai wasilah bagi umat manusia, adakah cara agar mereka dapat diselamatkan?” Beliau (saw) berkata, “Ya, wahai anakku, dengan syafaatku mereka dapat diselamatkan. Aku akan menunjukkan padamu, takdir dari orang-orang itu bila aku tidak mempunyai kekuatan untuk memberi syafaat bagi mereka.”
Nabi (saw) lalu berkata, “Anakku, kini aku akan mengembalikan dirimu ke dunia, ke dalam tubuhmu.” Begitu Nabi (saw) mengatakan hal itu, aku melihat ke bawah dan aku melihat tubuhku yang sudah membengkak. Aku melihatnya dan berkata, “Wahai Nabi (saw), lebih baik aku berada di sini bersamamu. Aku tidak ingin kembali. Aku bahagia bersamamu di Hadirat Ilahi. Lihatlah dunia itu. Aku sudah pernah berada di sana dan sekarang aku telah meninggalkannya. Mengapa aku harus kembali? Lihat, tubuhku sudah membengkak.”
Nabi (saw) menjawab, “Wahai anakku, kau harus kembali. Itulah tugasmu.” Atas perintah Nabi (saw), aku kembali pada tubuhku, meskipun aku tidak menginginkannya. Ketika aku memasuki tubuhku, aku melihat peluru di jantungku telah terbungkus dalam daging, dan pendarahan telah berhenti. Ketika aku memasuki tubuhku dengan lembut, penglihatan itu pun berakhir. Aku melihat tim medis di medan peperangan sedang mencari orang-orang yang masih hidup di antara mereka yang telah gugur. Salah seorang berteriak, “Orang itu masih hidup! Orang itu masih hidup!” Aku terlalu lemah untuk bergerak ataupun berbicara, dan aku menyadari bahwa tubuhku telah tergeletak di sana selama 7 hari.
Mereka membawaku dan merawatku, sampai kesehatanku kembali pulih. Mereka mengembalikan aku pada pamanku. Begitu aku bertemu, beliau mengatakan, “Wahai anakku, apakah kau menikmati kunjunganmu?” Aku tidak menjawab “Ya” ataupun “Tidak” karena aku tidak tahu mana yang dimaksud pamanku, kunjungan ke Angkatan Bersenjata atau kunjungan untuk bertemu Nabi (saw). Beliau kembali bertanya, “Wahai anakku, apakah kamu menikmati kunjunganmu bersama Nabi (saw)?” Barulah aku menyadari bahwa beliau mengetahui segala hal yang telah terjadi padaku. Aku pun langsung menghampirinya dan mencium tangannya sambil berkata, “Wahai Syekhku, aku pergi bersama Nabi (saw) dan harus ku akui bahwa aku tidak ingin kembali. Tetapi beliau (saw) berkata bahwa itu adalah tugasku.”
Dikutip dari: The Naqshbandi Sufi Way: History and Guidebook of the Saints of the Golden Chain
oleh Shaykh Muhammad Hisham Kabbani © 1995, KAZI Publications
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Khalwah Terakhir Grand Shaykh Abdullah Ad-Daghistani (q)
Pada tanggal 15 April 2016 di Fenton Zawiya, Michigan, Shaykh Hisham Kabbani berbicara mengenai perjuangan para Awliyaullah dalam mengatasi berbagai kesulitan demi menghapus rintangan yang diletakkan oleh Shaytan di jalan kita. Grandshaykh `AbdAllah, semoga Allah memberkati jiwanya, mengatakan bahwa setiap anggota Ummat an-Nabi (saw) akan menjalani khalwah di dalam kubur mereka. Hal ini akan membersihkan mereka dari dosa-dosa dan Allah akan mengubah kubur mereka menjadi sepotong surga untuk melaksanakan khalwah di sana. Ini karena banyak masalah di dunia yang membuat mereka tidak dapat menyelesaikan khalwah, tetapi mereka akan melakukannya di dalam kubur karena jiwa mu’min bebas, sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi (saw). Di Barzakh, yang berarti di dalam kubur, ada siklus kehidupan yang disebut al-Hayaat al-Barazakhiyya, kehidupan barzakhi, yang berada di antara dunia dan Akhirat. Selama periode waktu di dalam kubur, Allah akan mengubahnya menjadi surga bagi para mu’min dan Muslim dan mereka akan menyelesaikan khalwah.
Ketika Grandshaykh `AbdAllah (q) jatuh sakit, beliau bercanda sambil berkata, “Aku akan pergi ke tempat yang tidak bisa diikuti oleh siapa pun.” Pada saat itu kami tidak memahami maksudnya. Kami berpikir bahwa beliau ingin menjalani operasi dan memulihkan kesehatannya. Namun, kami tidak memahami bahwa beliau bermaksud melakukan khalwah yang sangat dahsyat sebelum menjalani operasi katarak. Semua orang mengira Grandshaykh hanya akan menjalani operasi sederhana tersebut—meskipun (operasi katarak dulu) tidak semudah saat ini—dan kemudian pergi ke Madinat al-Munawwara untuk menyelesaikan khalwahnya.
Kami tidak menyadari bahwa maksudnya adalah sesuatu yang lain, bahwa beliau akan pergi ke tempat yang tidak bisa dijangkau oleh siapa pun. Kami berpikir beliau akan pergi ke Madinat al-Munawwara sementara kami berada di Lebanon atau Sham, dan sangat sulit untuk pergi ke sana untuk menemuinya. Jadi atas perintahnya, kami membawanya untuk menjalani operasi, tetapi kemudian terjadi komplikasi dan beliau berhenti makan, mengatakan kepada kami, “Aku tidak punya selera makan besar.” Hal ini berlangsung selama empat puluh hari, beliau tidak makan dan berkata, “Aku masih memiliki suhbah itu,” kami tidak memahami artinya saat itu, “Aku telah menyelesaikan empat puluh hari khalwah atas nama para pengikutku dan Ummat an-Nabi (saw). Untuk memikul beban para pengikutku; aku mengambil tanggung jawab itu dan menyelesaikan empat puluh hari tersebut.”
Selama empat puluh hari itu kami bersamanya dan melihat bahwa beliau makan sangat sedikit dan lebih sering minum air. Kemudian pada tanggal 14 Shabaan beliau berkata, “Inilah empat puluh hari, aku telah menyelesaikan khalwahku.” Itu terjadi pada bulan Rajab dan sepuluh hari pertama Shabaan. Kemudian ia berkata, “Aku ingin kembali ke Sham, karena aku akan meninggalkan dunia ini.” Jadi, kami juga tidak memahami maksudnya, tetapi saya ingat kami membawanya dan saya mengendarai mobil; kami melepaskan kursi-kursi dan membuat tempat tidur untuk beliau berbaring dan berkendara dari Beirut ke Sham pada tanggal 14 Shabaan, malam Laylat al-Baraah.
Grandshaykh (q) berkata, “Lakukan Mawlid dan undang semua pengikut yang dapat datang dan besok pada tanggal 15 kita akan pergi ke Sham.” Kami melakukannya, dan dari sebuah penglihatan, sebuah mimpi yang beliau lihat pada tanggal 15, ia berkata bahwa Nabi (saw) senang dengan niatnya untuk melakukan khalwah atas nama para pengikutnya dan bukan hanya itu, tetapi beliau memperpanjangnya atas nama Ummat an-Nabi (saw)! Secara spiritual, saya bisa mengatakan berdasarkan hal itu, Grandshaykh, semoga Allah memberkati jiwanya, melakukan khalwah atas nama kita semua yang tercatat dalam buku catatan kita dan khalwahnya tidak seperti khalwah kita!
إنما الأعمال بالنيات
“Sesungguhnya, setiap tindakan tergantung pada niatnya.”
Ini adalah niatnya dan diterima darinya. Kemudian pada hari Minggu, tanggal 4 Ramadan, beliau meninggalkan dunia ini. Dalam beberapa Tariqah, khalwah adalah kewajiban yang termasuk dalam awraad yang berbeda, karena Awliyaullah mengetahui kelemahan kita dan mereka melakukannya atas nama kita. Jadi orang-orang bertanya tentang khalwah akhir-akhir ini. Karena masalah di seluruh dunia, khalwah adalah seperti yang dikatakan Nabi (saw) dalam Hadits yang kami sebutkan kemarin:
فكسروا قسيكم وقطعوا أوتاركم واضربوا سيوفكم بالحجارة فإن دخل يعني على أحد منكم فليكن كخير ابني آدم
“Patahkan busurmu, potong anak panahmu, dan tumpulkan pedangmu dengan batu-batu, karena jika seseorang datang (untuk menyerangmu), jadilah seperti anak terbaik Adam.” (HR. Abu Dawud)
“Tetaplah di rumahmu, patahkan pedangmu dan sembunyikan dirimu di ruangan terdalam di ujung rumah jauh dari pintu masuk.” Jadi niatnya adalah untuk melakukan khalwah, tetapi dari Hadits tersebut kita memahami bahwa jika kamu tidak dapat melakukannya karena terlalu banyak fitnah tetapi niatmu adalah untuk melakukannya, itu akan dicatat untukmu. Kamu dapat melakukan khalwah pada jam terakhir Ashar sebelum Maghrib dan dari Maghrib hingga Isha dan kemudian dari Fajr hingga Ishraaq. Jika kamu melakukannya pada tiga waktu ini, itu akan dicatat seolah-olah kamu telah menyelesaikan khalwah empat puluh hari.
Rahmat Allah sangat besar dan dalam bulan suci Rajab ini Allah tidak akan membiarkan malaikat segera mencatat dosa-dosa kita; Dia menundanya selama 24 jam agar mungkin kita akan bertaubat. Grandshaykh (q) berkata, “Aku melihat para pengikutku pada waktu itu dan jika mereka belum bertaubat, sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi (saw):
تعرض علي أعمال لكم فإن وجدت خيراً حمدت الله وما وجدت غير ذلك استغفرت لكم.
“Aku mengamati amal umatku. Jika aku menemukan kebaikan aku bersyukur kepada Allah, dan jika aku melihat selain itu, keburukan, aku meminta ampun untuk kalian.” (HR. al-Bazzaar dalam Musnadnya)
Nabi (saw) melihat amal kita dan Awliyaullah menjaga setiap orang untuk mempersembahkannya kepada Nabi (saw), sehingga setiap orang dalam Umat akan dibersihkan setiap 24 jam. Dalam bulan suci ini, dosa-dosa tidak akan dicatat segera, dan amal kita langsung kepada Allah tanpa melalui malaikat dan kamu akan diberi pahala karena bertaubat. Jadi coba hindari dosa-dosa karena ketika kamu pergi ke mana saja kamu melihat setiap jenis orang telanjang, pria maupun wanita, yang merupakan dosa. Jadi kita memohon kepada Allah untuk melindungi kita, memberi pahala kepada kita dan memasukkan kita serta memberi kita bagian dalam khalwah Grandshaykh dan khalwah Nabi (saw) serta khalwah Sayyidina Musa selama empat puluh hari serta khalwah Sayyidina Yunus dalam ikan paus.
Untuk memudahkan kita, Nabi (saw) membuat khalwah lebih mudah: karena kita adalah hamba-hamba yang lemah dia menguranginya menjadi sepuluh hari yaitu itikaaf dalam Ramadan. Sedangkan sebelumnya di Ghar Hira dia melakukan khalwah selama empat puluh hari. Jadi lakukan itikaaf dalam Ramadan, bukan khalwah empat puluh hari karena Nabi (saw) tahu kita lemah. Kamu bisa melakukan sepuluh hari di rumahmu: setelah bekerja bacalah Al-Qur’an Suci, Dalaa’il al-Khayraat, istighfaar, awraad-mu atau Qaseedah Burdah atau Salat al-Mudariyya atau apa saja yang kamu inginkan. `Itikaaf dilakukan pada sepuluh hari terakhir Ramadan yaitu hari-hari keamanan dari neraka. Mereka yang datang ke sini dianggap sebagai khalwah bagi mereka. Jadi jika kamu melakukan khalwati jalwati—“khalwah” adalah mengisolasi diri dari orang-orang, “jalwa” adalah mengamati tiga waktu yang telah disebutkan—itu adalah tiga langkah yang dikalikan sepuluh menjadi tiga puluh sehingga seolah-olah kamu telah melakukan tiga puluh hari khalwah!
Semoga Allah (swt) mengampuni kita dan mengubah amal kita seakan-akan itu adalah khalwah kita dan setiap hari kamu melakukan sesuatu yang berbeda dari apa yang dilakukan oleh orang lain. Wa min Allahi ‘t-tawfeeq bi hurmati ‘l-habeeb bi hurmati ‘l-Fatihah.
© Copyright 2016 Sufilive. All rights reserved. This transcript is protected by international copyright law. Please attribute Sufilive when sharing it. JazakAllahu khayr.
http://sufilive.com/The-Last-Seclusion-of-Grand-Shaykh-Abdallah-Ad-Daghistani-q–6187.html