Berikut adalah catatan bagian terakhir dari video kajian di atas. Silahkan simak videonya—lebih utama.
⁕ Apakah jalan kepada Allah?
Jawab: Kalau engkau mengenal Allah, engkau akan menemukan jalan kepada-Nya.
⁕ Apakah disebut beribadah orang yang tidak mengenal-Nya?
Jawab: Apakah durhaka orang yang mengenal-Nya?
⁕ Apakah ada orang yang mengenal-Nya namun tetap durhaka?
Jawab: Bukankah Nabi Adam durhaka kepada Allah padahal makrifatnya sempurna?
Lihat QS Al-Baqarah 25-26. Nabi Adam durhaka namun dimaafkan, tidak diazab.
⁕ Bukankah perbedaan adalah rahmat?
Jawab: Benar, kecuali dalam tauhid.
⁕ Apa maksudnya pemurnian tauhid?
Jawab: Hilangnya melihat selain Allah karena dia mengesakan/mentauhidkan Allah.
⁕ Apakah orang ‘Arif selalu bergembira?
Jawab: Bukankah orang yang telah mengenal Allah—beban mengenal Allah itu berkepanjangan/lama—bahkan orang yang mengenal Allah, hamm-nya (همّ) akan hilang (hilang kesedihannya)?
Contoh: Orang yang jatuh cinta hingga lupa makan, namun sakit menahan lapar itu hilang karena (yang ada hanya) rasa cintanya.
⁕ Apakah dunia merubah hati orang ‘Arif?
Jawab: Apakah akhirat juga merubah hati mereka?
Imam Ali (kw): “Andaikan Allah tidak menciptakan surga, aku tetap beribadah; andaikan Allah tidak menciptakan neraka, aku tetap tinggalkan maksiat.”
⁕ Bukankah seorang yang sudah mengenal Allah menjadi jauh/tidak nyaman terhadap makhluk?
Jawab: A’udzubillah. Apakah seorang ‘Arif hatinya merasa tidak nyaman?
Perhatikan perbedaan antara meninggalkan dan memurnikan. Karena orang ‘Arif tidak melihat sesuatu selain Allah. Mereka tetap duduk dengan sesama, menolong mereka, dan lain sebagainya. Mereka tidak pernah memiliki perasaan tidak suka atau menjauh dari makhluk—dalam arti seperti orang yang benci dan menghindar. Tidak, karena hati mereka tidak demikian. Adapun yang meninggalkan makhluk/orang, adalah karena perintah Allah. Ketahuilah seorang ‘Arif tidak sakit hati apabila bergesekan dengan masyarakat. Namun, apabila orang-orang bermaksiat, misalnya berkata buruk, maka wajar bila seorang ‘Arif meninggalkannya.
⁕ Apakah ada orang yang mengenal Allah?
Jawab: Apakah ada orang yang tidak mengenal Allah?
⁕ Apakah seorang ‘Arif menyesali sesuatu selain Allah?
Jawab: Apakah ada seorang ‘Arif yang mengenal selain Allah sehingga ada sesuatu yang dia perlu sayangkan—disayangkan dalam artian disesali?
⁕ Apakah seorang ‘Arif rindu kepada Tuhannya?
Jawab: Apakah Allah gaib darinya sehingga dia rindu?
Ada rindu karena jauh, ada rindu karena dekat.
⁕ Apakah yang dimaksud dengan Nama Allah Yang Agung?
Jawab: “Allah.”
⁕ Saya banyak menyebut nama Allah, tetapi mengapa haibah itu tidak masuk ke dalam jiwa saya?
Jawab: Karena kamu mengatakannya/menyebutnya dari dalam dirimu, bukan dari Allah.
⁕ Nasihatilah saya.
Jawab: Tidak perlu nasihat. Kamu tahu bahwa Allah melihatmu, berarti kamu melakukannya/bangkit/melaksanakan dari sisi Allah.
⁕ Apa nasihatmu/perintahmu?
Jawab: Cukuplah Allah memandangimu dalam setiap keadaanmu.
————
Tambahan:
“Qalbu yang Salim: Tidak ada yang di dalam hatinya selain Allah.” Cara memahaminya: ada Allah di dalam hati bukan berarti orang itu diam, termenung/mengingat secara aneh—bukan—namun artinya adalah sifat-sifat mulia di dalam ruhaninya, itulah arti Allah ada di hatinya.