- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Taubat Itu Fardhu ‘ain

4 months ago

3 min read

“Memangnya saya selaknat apa sih?”… Begitu mungkin yang bisa terlontar dari lisan seseorang yang merasa telah taat beragama dan beribadah ketika tiba-tiba dia diseru untuk bertaubat. Pertanyaan baliknya adalah: “Memangnya, sesuci apa Anda hingga taubat itu bukan sesuatu yang fardhu ‘ain bagi Anda atau bahkan bagi setiap manusia?” Baiklah, mari kita lihat QS At-Tahrim [66]: 8 yang terjemahannya adalah sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa. Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan, ‘Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.’”

Siapakah yang diseru untuk bertaubat di sana? Orang-orang terlaknat? Pendosa besar? Orang kafir? Bukan. Orang-orang berimanlah yang diseru untuk bertaubat. Lalu dalam QS Al-Hujurat [49]: 11 dinyatakan — dalam terjemahannya — bahwa “…dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” Demikian Al-Quran menegaskannya. Bahkan dalam hadits pun dinyatakan sebagai berikut:

Dari Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: ‘Demi Allah, sesungguhnya aku memohon pengampunan kepada Allah serta bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR Bukhari)

Di dalam riwayat lain, Rasulullah saw bersabda, “Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari sebanyak 100 kali.” (HR Muslim)

Kalau Rasulullah Muhammad saw pun bersabda ihwal bagaimana beliau memohon ampun dan bertaubat kepada Allah setiap harinya, maka bagaimana dengan kita sebagai umatnya? Dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda sebagai berikut:

Nabi Muhammad saw berkata kepada para sahabatnya, “Tahukah kalian siapakah orang yang benar-benar bertaubat?

Para Sahabat menjawab, “Allah Ta‘ala dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”

Maka bersabdalah Nabi Muhammad saw:

“Barangsiapa bertaubat sedang ia tidak memperlajari ilmu, maka ia bukanlah orang yang bertaubat.

Barangsiapa bertaubat sedang ia tidak bertambah tekun ibadahnya, maka ia bukanlah orang yang bertaubat.

Barangsiapa bertaubat sedang ia tak berusaha membuat musuh-musuhnya ridha, maka ia bukanlah orang yang bertaubat.

Barangsiapa bertaubat sedang ia tidak mengubah pakaian dan perhiasannya, maka ia bukanlah orang yang bertaubat.

Barangsiapa bertaubat sedang ia tidak mengganti sahabat-sahabatnya, maka ia bukanlah orang yang bertaubat.

Barangsiapa bertaubat sedang ia tak mengubah akhlaknya, maka ia bukanlah orang yang bertaubat.

Barangsiapa bertaubat sedang ia tidak melipatkan kasur dan tikarnya, maka ia bukanlah orang yang bertaubat.

Barangsiapa bertaubat sedang ia tidak menyedekahkan kelebihan dari apa yang ada di tangannya, maka ia bukanlah orang yang bertaubat.”

(Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas‘ud ra.)

Jadi, masihkah kita akan merasa tersinggung apabila diseru untuk bertaubat?

Baiklah, sebagai penutup, saya ingin mengandaikan bahwa apabila harus menjawab secara ringkas pertanyaan “apa itu thariqah?”, maka saya akan menjawab, “thariqah adalah jalan pertaubatan yang memiliki tiga tujuan, yaitu: (1) mendapat rahmat pertama; (2) mendapat rahmat kedua; (3) menjadi hamba yang qarib atau didekatkan kepada-Nya.”

Apa itu rahmat pertama dan kedua? Seperti tertuang dalam hadits di atas, “Barangsiapa bertaubat sedang ia tidak memperlajari ilmu, maka ia bukanlah orang yang bertaubat”; dan karena kata rahmat pun sangat sering kita ucapkan dalam setiap salam, sedang dalam QS Huud [11]: 46 dinyatakan, “Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan (al-jahilin)” — maka saya ucapkan, selamat belajar dan mencari apakah rahmat itu dan kenapa QS Al-Hadid [57]: 28 menegaskan, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Terakhir, saya sudahi tulisan seorang abangan ini dengan hadits dan atsar berikut yang semoga ada gunanya.

: : :

Seseorang menemui Nabi saw dan berkata: “Ya Rasulullah, salah seorang dari kami telah berbuat dosa, tetapi ia memohon ampun dan bertaubat dari dosanya itu.”

Beliau bersabda, “Dosanya diampuni dan taubatnya diterima.”

“Lalu ia melakukan dosa lagi.”

“Itu akan dicatat sebagai dosanya.”

“Tetapi ia kembali memohon ampun dan bertaubat dari dosanya.”

“Dosanya diampuni dan taubatnya diterima.”

“Tetapi kemudian ia mengulangi lagi.”

Beliau saw bersabda, “Itu akan dicatat sebagai dosa, dan Allah tidak akan bosan sampai kalian sendiri bosan.”

(HR Thabrani & Hakim)

: : :

Ali bin Abi Thalib ra berkata, “Sebaik-baik kalian adalah setiap orang yang berdosa kemudian bertaubat.”

Ditanyakan, “Jika ia mengulangi lagi?”

Beliau menjawab, “Ia beristighfar kepada Allah dan bertaubat.”

Ditanyakan, “Jika ia kembali berbuat dosa?”

Beliau menjawab, “Ia beristighfar kepada Allah dan bertaubat.”

Ditanyakan, “Sampai kapan?”

Beliau menjawab, “Sampai syaithan berputus asa.”

: : :

Sumber: https://www.facebook.com/alfathri/posts/pfbid0bFdKwfakCe2QxbJmkBYa4SpUutaPKQXer29XwAcyZuPvb8ATLir2TE3NYo63Co6Ml

Bagikan postingan ini

Copy Title and Content
Content has been copied.

Baca lebih lanjut

Postingan Terkait

Temukan koleksi postingan blog yang penuh wawasan dan menarik.

Ahli Silsilah Thariqah Nasyabandiyah

Masyayikh Ahli Silsilah Thariqah Naqsyabandiyah Khalidiyah ★ Allah Subhanahu wa Ta’ala★ Malaikat Jibril (A.S.)★ Rasulullah Muhammad (S.A.W) Q.S. = Qoddasallahu Sirrohu (Semoga Allah mensucikan sirr/rahasianya)

Religi

Allah Maha Meliputi Segala Sesuatu

Seorang guru sufi mempunyai seorang murid yang diistimewakan. Guru itu sering datang kepadanya daripada datang kepada murid-muridnya yang lain. Mereka bertanya kepada gurunya tentang hal

Religi

7 Tingkatan Nafsu

[*] An-nafs, ‘aql, qalb, ruh, dan sirr adalah nama-nama untuk satu hal, yang lembut, bersifat ketuhanan, bersifat cahaya, disimpan pada objek yang bersifat jasmani dan gelap. Munculnya perbedaan

Religi

December 23

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?