Mohon hal ini benar-benar diperhatikan, bahwa “beragama itu harus ada iman dan amal shalih.”
Pertama-tama, iman itu “diukur” dengan menegakkan shalat. Adapun iman itu sebenarnya tidak terhingga. Iman itu hanya milik hamba dan Allah. Tidak ada seorang pun yang bisa membuka iman dan keyakinan. Itu hak Allah Ta‘ala. Ada pun maqam yang diukur (dalam thariqah) itu baru sebagian kecil saja. Sebuah potensi keimanan.
Sedangkan hati masing-masing manusia itu tidak bisa diraba oleh orang lain. Sahabat sekalian bisa membaca sendiri. Apakah hatinya meragu atau tidak? Apakah berbohong atau tidak? Apakah kita sedang sombong atau tidak? Dan lain sebagainya.
Itulah mengapa hati merupakan wakil Tuhan. Semua keraguan kita, kebingungan kita, baik dan buruknya kita, kesemua itu sungguh-sungguh disaksikan oleh hati. Apabila hati itu berbicara, ya apa adanya. Oleh karena itu, untuk bisa bicara apa adanya — tanpa lisan malah melukai perasaan siapa pun — maka hati kita harus benar-benar bersih.
Orang lain boleh mengatakan apa saja tentang kita. Biarkan saja. Akan tetapi, hati kita sendirilah yang bisa mengatakan apakah kita memang khianat atau tidak, apakah berdusta atau tidak. Adapun hati yang sampai dalam peringkat qalbun salim adalah hati yang bisa menghukumi diri kita, hati yang menjadi guru dalam diri.
Itulah keimanan.
( Z A J T )
: : : : : : : : :
“Ya Allah, Ya Tuhanku, perbaikilah pemimpin dan rakyat yang dipimpin, yaitu hati dan anggota badan.”
— Rasulullah Muhammad ﷺ
Sumber: https://www.facebook.com/share/p/psUhoyUacBBvjnZC/