Ada di antara para hamba Tuhan yang mendekati-Nya melalui Al-Quran. Ada pula yang lain, yang lebih khusus, yang memang datang dari Tuhan hanya untuk mendapatkan Al-Quran di sini, untuk kemudian semakin meyakini bahwa memang Tuhanlah yang menurunkannya.
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz-Dzikra dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr [15]: 9)
Para pensyarah mengatakan bahwa ayat ini adalah tentang Al-Quran. Ini baik dan boleh saja, namun sebenarnya masih terdapat makna lain di sini, seperti “Telah Kami letakkan dalam dirimu sebuah hakikat, sebuah hasrat pencarian, sebuah kerinduan. Dan Kami sendirilah penjaganya. Kami tak akan membiarkannya sia-sia, dan Kami pasti akan menumbuhkannya hingga berbuah.”
Sebutlah “Tuhan” satu kali dan berdirilah dengan penuh keteguhan, karena dengan itu semua bala bencana akan menghujani dirimu.
Pernah seseorang datang kepada Nabi saw dan berkata, “Aku mencintaimu.”
“Berhati-hatilah dengan perkataanmu,” jawab Sang Nabi.
Lagi, lelaki itu mengulang, “Aku mencintaimu.”
“Berhati-hatilah dengan perkataanmu,” Sang Nabi mengingatkan kembali.
Tapi untuk ketiga kalinya lelaki itu berkata, “Aku mencintaimu.”
“Sekarang berdirilah dengan penuh keteguhan,” jawab Sang Nabi, “karena kini aku harus membunuhmu melalui tanganmu sendiri. Kau akan sengsara.”
: : :
Pada masa kehidupan Sang Nabi saw, pernah seseorang berkata, “Aku tidak menginginkan dîn ini. Demi Tuhan aku tidak menginginkannya! Ambil kembali dîn ini! Sejak aku memasuki agamamu ini, belum pernah kualami satu pun hari yang tentram. Aku kehilangan hartaku, aku kehilangan istriku, tiada lagi anak-anakku yang tersisa. Tak ada lagi kemuliaan, kekuatan, dan hasrat yang tersisa pada diriku!”
Tapi jawaban dari perkataan itu adalah, “Kepada siapa pun agama kami mendatangi, ia tak akan pernah kembali hingga ia mencabut seseorang dari akarnya dan menyapu bersih rumahnya. “Dan tak akan menyentuhnya kecuali al-muthaharun.” (QS. Al-Waqi‘ah [56]: 79)
Sepanjang engkau masih memiliki setitik rasa cinta diri yang tersisa dalam dirimu, tak akan pernah ada Kekasih yang akan memberikan perhatiannya padamu. Tidak juga kau layak untuk ditemani, dan tak akan ada kekasih yang mengizinkanmu masuk melewati pintunya. Seseorang haruslah benar-benar telah lepas dari ikatan-ikatan diri dan tak lagi bersahabat dengan keduniaan, jika ia ingin Sang Kekasih menampakkan wajah-Nya. Sekarang, agama kami tak akan pernah mengendurkan incarannya. Ia akan terus demikian sampai ia kukuh mencengkeram sebuah hati, mempersembahkannya kepada Tuhan, dan menceraikan hati itu dari segala sesuatu yang bukan untuk-Nya.
Nabi saw berkata, bahwa penyebab engkau tak menemukan ketentraman dan terus menerus menderita, adalah karena penderitaan itu sebenarnya seperti orang yang sedang muntah. Selama semua kenikmatan masih bersumber dari dalam perutmu, kau tidak akan pernah diberikan makanan apa pun. Ketika seseorang terus menerus muntah, maka ia tidak bisa makan apa-apa. Ketika muntahnya telah selesai, barulah ia bisa mulai makan.
Engkau pun demikian, harus menunggu dan menerima penderitaan, karena penderitaan adalah muntah. Setelah muntah selesai, kebahagiaan akan datang, sebuah kebahagiaan yang tanpa penderitaan, mawar yang tanpa duri, anggur yang tidak membuatmu mabuk.
Siang dan malam engkau terus mencari ketenangan dan ketentraman di dunia ini, tapi tidaklah mungkin meraih ketenangan dan ketentraman di dunia ini. Walau demikian, sesaat pun engkau tidak pernah berhenti mengejarnya. Ketentraman apa pun yang kau temukan di dunia ini, sama singkatnya seperti cahaya petir yang menyambar. Petir yang seperti apa? Petir yang muncul di tengah hujan es batu, air, dan salju, penuh dengan kesengsaraan.
Sebagai contoh, katakanlah seseorang ingin pergi ke Anatolia, tapi mengambil jalan ke Caesarea. Sekali pun dia tidak pernah berhenti berharap untuk sampai ke Anatolia, tapi mustahil dia akan sampai ke sana dengan jalan yang diambilnya. Tapi seandainya dia mengambil jalan yang benar ke Anatolia, walaupun dia seorang yang lemah dan pincang, pada saatnya ia akan sampai, karena memang di sanalah jalan itu berakhir.
Karena tidak ada urusan, baik di dunia ini maupun di alam berikutnya, yang bisa diselesaikan tanpa melalui penderitaan, maka terimalah penderitaan demi kehidupan yang berikutnya, sebab kalau tidak penderitaanmu akan sia-sia belaka.
Kau berkata, “Ya Muhammad, ambil kembali agamaku ini, sebab karenanya aku tak pernah lagi menemukan ketentraman.”
“Bagaimana mungkin ad-dîn akan melepaskan mangsanya, sebelum ia menyeretnya hingga sampai ke tujuannya?” demikian Beliau saw akan menjawab.
— Mawlana Jalaluddin Rumi (qs)
Terjemah: Herry Mardian
: : : : : : : : :
Firman Allah SWT didalam Hadist Qudsi :
“Bahwasanya hamba-Ku, apabila Aku telah kasihi, Aku bunuh ia, lalu apabila telah Aku bunuh, maka Aku-lah sebagai gantinya”
https://www.facebook.com/share/p/gcq968BwcC74zerU/?mibextid=lOuIew
: : : : : : : : :
“Siapa yang mencari Aku, akan menemukan Aku.
Siapa yang menemukan Aku, akan mengenal Aku.
Siapa yang mengenal Aku, akan mencintai Aku.
Siapa yang mencintai Aku, akan Aku cintai.
Siapa yang Aku cintai, akan Aku bunuh.
Siapa yang Aku bunuh, dia pasti Aku bangkitkan.
Siapa yang Aku bangkitkan, maka Aku sendirilah kebangkitannya.”
(Hadits Qudsi yang diriwayatkan dari jalur Ali bin Abi Thalib ra)
: : : : : : : : :
“Pada akhirnya kita semua akan berhadapan dengan kematian, akan tetapi dalam meniti jalan menuju kematian berhati-hatilah agar jangan pernah melukai hati satu manusia pun.”
— Mawlana Jalaluddin Rumi (q)