Kenikmatan hidup hanya ada majelis/berkumpul bersama para faqir. Merekalah para Sultan, para Tuan, para Pangeran.
Tak ada kumpulan/majelis yang lebih tinggi. Karena merekalah manusia paling rendah dan tak menyombongkannya, merekalah yang khusus dan dua dunia adalah harta mereka. Mereka berada di maqam/derajat al-Mahmud, karena Rasuluallah salallahu alayhi wassalam, berkata, ‘Carilah aku di antara mereka yang miskin, karena aku diutus kepada kalian karena mereka’ dan ‘Kemiskinan adalah kemuliaanku’ dan ‘Allah mencintai mereka yang miskin’.
Karena itu berkumpulah bersama mereka dan beradablah dalam majelis mereka. Tinggalkan bagianmu setiap kali mereka menyerumu ke depan.
Berkumpulah bersama mereka – ini separuh dari ilmunya. Ilmu kita bukan dikabarkan, ia disambungkan. Kumpulan para faqir itu seperti cairan yang mengembangkan dimana si murid tercelup, sehingga karena unsur-unsur cairan itu, nafsu muncul dan dikenali. Kita akan lihat nanti di bagian qasidah selanjutnya bahwa pencetakan fotonya akan terjadi karena paparan terhadap cahaya sang Shaykh.
Adab memiliki tiga tingkatan:
1. adab kepada Allah
2. adab kepada Shaykh
3. adab kepada mahluk/ciptaan
Adab kepada Allah memiliki tiga bagian:
a. Melaksanakan yang wajib
b. Ibadah tambahan/Nawafil – shalat malam, membaca Qur’an, wird, wazifa, diwan, Asma’ al-Husna.
c. Muraqaba. Menyebut Ismul Adhim dengan sepenuh perhatian dan ketenangan hingga runtuhnya sifat-sifat dan rahasianya tersibak. Rahasia dari muraqaba adalah mushahada (Jadi, rahasia berjaga adalah penyaksian).
Adab kepada Shaykh memiliki tiga bagian:
a. Amal. Pelayanan/ketaatan tanpa penilaian.
b. Hal. Rasakan hal/keadaan Shaykh dalam tiga kondisi:
i. dhikr – ikuti dia dalam memusatkan perhatian pada Rabbnya.
ii. fikr – ikuti penjelasannya tentang Kemuliaan Rabbnya.
iii. himma – ikuti dia dalam kerinduannya kepada Rabbnya.
c. Maqam. Sadarilah bahwa maqamnya ada di ayat surat YaSin (ayat 20):
‘Dan datanglah seorang laki-laki, berlari, dari ujung kota dan berkata, “Ikutilah para Rasul”’.
Cinta kepada Shaykh melebur dalam cinta kepada Rasulallah.
Cinta kepada Rasulallah melebur dalam cinta kepada Allah.
Adab kepada fuqara memiliki tiga bagian:
a. Ini termaktub dalam kalimat terakhir alinea: ‘Tinggalkan bagianmu setiap kali mereka menyerumu ke depan’.
b. Lihatlah kesalahan mereka sebagai cermin dimana engkau menemukan kesalahanmu sendiri.
c. Jika engkau melihat para faqir, saksikanlah Shaykhnya
Rebut waktunya dan senantiasa hadirlah bersama mereka. Ketahuilah bahwa rida dilimpahkan kepada mereka yang hadir.
Jangan mengira bahwa pembelajaran terjadi hanya dari nasehat yang disampaikan. Pembelajaran hadir dengan ‘berkumpul bersama’. Berkumpul bersama adalah kegiatan intelektual. Nasehat adalah kegiatan ekstasi. Sama’a/mendengarkan adalah kegiatan tenang. Ketiganya adalah syarat ‘suatu kehadiran’. Inilah proses perubahan yang kami sebut sebagai kimiawi.
Bertahanlah untuk diam kecuali jika ditanya. Lalu katakan, ‘Saya tak berilmu’ dan berselimutlah dengan ketidaktahuan.
Berdiam bukan untuk menarik perhatian, namun untuk menolak perhatian. Jangan takut berada di antara para faqir. Tak seorangpun yang harus memperhatikan kediamanmu. Kebungkamanmu adalah kemenanganmu, dan dengan itu ketidaktahuannmu akan segera berubah menjadi ilmu.
Jangan menyoroti kesalahan, kecuali dengan melihat bahwa kesalahan itu nyata muncul pada dirimu, sedangkan kesalahan itu tersembunyi.
Fuqara itu tak bercacat. Jika engkau mampu melihat mereka tak bercacat maka engkau pun telah menjadi tak bercacat. Jika engka tak bercacat, engkau tiba di haribaan sang Shaykh.
‘Kamu tak akan menemukan suat kecacatan pada mahluk ciptaan Ar Rahmaan.’
Jika engkau tak bisa memahami kebenaran ini mewujud pada kumpulan para kekasih Allah, bagaimana kengkau akan memahami kebenaran ini di kumpulan mereka yang menderita dan mereka yang beramal buruk?
Rendahkanlah kepalamu dan minta maaflah tanpa sebab apapun. Tetaplah memohon maaf baik saat diperlakukan dengan adil.
Tidak menyalahkan. Inilah aturan aturan di zawiyya dan maqamnya para wali. Inilah kedudukan dari ‘yang asing akan menyingkirkan yang lemah’ dan wujud kalahnya kemunafikan.
Jika sebuah kesalahan muncul darimu, maka mohonlah maaf dan sibaklah wajah permohonan maafmu karena apa yang telah mengalir kepadamu darimu.
Jangan memelihara amal buruk. Jangan pelihara rasa benci apapun. Lepaskan semuanya. Para faqir haruslah memiliki hati seperti kanak-kanak yang oleh Rasulullah salallahu alayhi wassalam, dikatakan, ‘Allah mencintai kanak-kanak karena tiga hal. Pertama, mereka mudah menangis. Kedua, mereka tak pernah mendendam. Ketiga, jika mainan emasnya kau ambil dan ditukar dengan mainan tanah liat, buat mereka sama saja’.
Katakanlah, ‘Hambamu yang hina ini sangat membutuhkan pengampunanmu. Mohon belas kasihan dalam pengampunan dan berikan dengan lemah lembut wahai fuqara!’
Kemajuan sang pencari terletak di ayat ini. Inilah jalan singkat untuk menanjak dan kemenangan atas nafsu.
Mereka tak boleh direndahkan, dan itulah perilaku mereka. Jangan kuatir bahwa mereka akan menyakiti atau menyusahkanmu.
Sebelum engkau mampu merasa nyaman berada di kumpulan para faqir, maka engkau tak akan pernah merasa nyaman berada bersama dirimu sendiri. Sebelum engkau merasa nyaman bersama dirimu sendiri maka engkau tidak dapat mencapai tahapan memasuki hal/keadaan sang Shaykh. Begitu engkau meyakini fuqara maka engkau bisa meyakini dirimu. Jika engkau meyakini dirimu, maka engkau akhirnya bisa berjumpa dengan Shaykhmu bukan sebagai pembimbing atau guru ataupun pemimpin, namun layaknya sebagai cahaya memanggil cahaya.
Senantiasalah bermurah hati dalam mengucapkan pujian atas saudara-saudaramu itu baik secara lahiriah dan batiniah. Tundukkan matamu jika seseorang terpeleset.
Memuji para faqir memiliki penambahan padanya, dan pelepasan, dan kebebasan dari ketakutan serta akhir dari kesepian. Di dalamnya terdapat kasih sayang bagi si sakit, kesabaran dengan yang tua dan kedermawanan terhadap yang muda.
Padanya faqirat belajar memuliakan suaminya dan fuqara belajar bersikap manis kepada istri-istrinya. Tundukkan mata jika seseorang terpeleset. Ini adalah sunnah Rasul yang mulia – menutupi kesalahan-kesalahan saudaramu. Inilah pengaruh dhikr astaghfirullah. Inilah penyebab dhikr tabaraka’llah. Darinya muncul cinta sang Shaykh kepada muridnya. Sang Shaykh bergembira atas dua hal – yaitu saat muridnya ditentang/dicela dan saat muridnya menahan diri dari membalas celaan.
Awasi dengan sungguh-sungguh sang Shaykh dalam keadaan-keadaannya, siapa tahu secercah persetujuannya akan tampak padamu.
Sang Shaykh memiliki tiga keadaan di hadapan umum.
i. Pertemuan. Seperti tuan rumah kepada tamunya atau seperti seorang ayah kepada anak-anaknya. Di sini semuanya terlindungi dalam cahaya penerimaan, perhatian, kabar-kabar dan keramahtamahan. Inilah arena tersulit bagi murid baru. Gurauan itu bagi taman kanak-kanak dan dimana yang berlaku adalah permainan maka tiada kerja apapun.
ii. Bimbingan. Jika sang Shaykh berkata kepada seseorang, anggaplah bahwa itu ditujukan kepadamu. Sang Shaykh menyamarkan nasehat tegasnya dan menutupi siapa yang dituju baik dalam teguran maupun kasih sayang. Jika sang Shaykh berkata kepadamu anggaplah itu sebagai persimpangan – jangan berbalik di jalanmu. Jika ia rida padamu, tetapkan hati untuk memperkuat tujuanmu. Jika ia tak rida, bergembiralah bahwa beliau telah memperhatikannya. Jika beliau berbicara tentang Allah – ambillah semuanya – semua perkataannya akan menjadi kenyataan bagimu.
iii. ‘Ketidakhadiran’. Jika sang Shaykh undur diri secara batiniah dari kumpulan pada saat sama’a atau pertemuan, ikutilah ia. Karena sebenarnya untuk inilah engkau berjalan. Ini akan membawamu ke ruang pertemuan hati.
‘Siapa tahu secercah persetujuannya akan tampak padamu’.
Inilah selarik cahaya dari Allah tanpa perantara. Sang Shaykh tidak ‘melakukan’ apa pun. Ia mengenali mereka yang dicintai Allah. Pengenalan ini memiliki hikmah padanya bagi sang Shaykh dan bagi diri-mu. Shaykh Ahmad al-Badawi dari Fes, semoga Allah merahmatinya, berkata, ‘Selirik pandangan seorang Shaykh menghapuskan ribuan amal buruk’. Kejadian ini sangat sukar dimengerti mereka yang berpikir atas dasar bentuk luar suatu kejadian dan sangat mudah dimengerti mereka yang paham tentang keadaan batiniah. Sebab ini menyangkut arena terdalam dari lubb atau jati diri kesadaran manusia. Permisalannya adalah sinar matahari. Jika kamu berjemur maka kamu akan terluka bakar. Jika kamu duduk bersama sang Shaykh, kamu dibersihkan, lalu mabuk, dan akhirnya punah. Layaknya seperti dia yang awalnya merasa kepanasan, lalu terbakar dan akhirnya buta karena pancaran sinar matahri. Inilah arena hakikat terdalam dan rahasia ‘berkumpul bersama’.
Bergerak majulah dengan kesungguhan dan bersegeralah untuk melayaninya. Mudah-mudahan ia rida dan berhati-hatilah agar engkau tak menjadi kesal.
Pelayananmu kepada Shaykhmu adalah perkara yang besar. Lebih besar lagi adalah pelayannya kepadamu. Perasaan yang keliru pada sang Shaykh membahayakan si murid melalui kebingungan dan ilusi bahwa nafsu adalah selainnya, padahal tak ada yang selainnya. Abu’l-‘Abbas al-Mursi, semoga rahmat Allah tercurah baginya, bekata, “Dia yang berkata, ‘Kenapa?’ pada Shaykhnya tidak akan pernah bahagia”. Jangan pernah lupa bahwa akad dengan sang Shaykh adalah untuk meluncurkanmu dari ‘ilmi nafsika kepada ‘ilmi rabbika, dari ilmu tentang dirimu kepada ilmu tentang Allah.
Keridaan Sang Pencipta ada pada keridaannya dan ketaaatan padanya. Allah akan rida padamu. Berhati-hatilah terhadap dia yang meninggalkan ini.
Tak ada shirk di sini. Inilah rahasia mereka yang bertariqa. Tanpa seorang Shaykh seseorang tak mampu mengalahkan nafsunya. Semakin ia melawan nafsunya semakin kuatlah nafsunya. Perhatian itu memastikan keberadaan nafsu. Pemicu nafsu ada di luar atau di dalam nafsu. Jika dipicu dari dalam, ini pekerjaan shaytan, si pembisik, yang menyeru pada amal buruk. Karena itu, mengikuti nasehat Moulay ‘Abdalqadir al-Jilani, si murid haruslah menjadikan dirinya serupa jenazah di tangan orang yang memandikannya dalam hubungannya dengan sang Shaykh. Abu Yazid, semoga rahmat Allah tercurah atas para wali-wali yang besar ini, berkata, ‘Ia yang tak punya seorang Shaykh sebagai junjungan maka shaytan menjadi junjungannya’. Karena itu berkumpul bersama adalah syarat yang dibutuhkan dalam tariqa. Bagaimana mungkin dokter menyembuhkan pasiennya, kecuali jika pasien itu dihadirkan ke depannya? Dalam inti sari perkara ini, sesungguhnya tak ada aturan tertentu yang diterapkan bagi si murid. Si murid haruslah menginginkan apa yang diinginkan sang Shaykh, karena pada keinginan itu terletak penyembuhnya. Si murid adalah dia yang telah menyerahkan iradanya – keinginannya – kepada sang Shaykh agar mampu bersegera keluar dari fantasi-fantasi khayal (kemampuan menyatakan benda-benda sebagai padat seakan itu hakikatnya) dan kufr, yaitu menutupi yakni nafsu itu sendiri.
‘Bertakwalah kepada Allah dan Ia akan memberimu furqan – pembeda.’
Maknanya bukan darimu namun dariNya. Maka perpisahan tidak menabirimu dari kebersamaan dan kebersamaan tidak menabirimu dari perpisahan.
Ketahuilah bahwa jamaah tariqa adalah penuntut ilmu, dan keadaan mereka yang menyatakan diri sebagai jamaah itu sebagaimana kamu lihat.
Tanah air dari jamaah tariqa adalah ma’nawiyya. Di gelanggang ini burung rahasia terbang bebas menuju lapangan terbukanya lapangan terbuka. Akal haruslah dilatih dalam gelanggang ishara, isyarat, yaitu arena halus makna-makna yang sampai melalui petunjuk-petunjuk dan tanda-tanda kode, yang tak bisa dicapai melalui kemampuan rendah berpikir. Kemampuan atas ishara hanya akan muncul setelah praktek dhikr, bukan melalui praktek fikr. Selanjutnya ia pun bergantung pada himma – kerinduan yang selalu hadir yang selalu meningkat dan semakin menguat. Tak ada akhir baginya kecuali pada Sang Pengasih.
Kapan saya akan melihat mereka, dimana saya akan melihat mereka? Kapan telingaku mendengar kabar mereka?
Shaykh Ahmad al-Badawi dari Fes, semoga Allah merahmatinya, berkata, ‘Jika kalian telah melihat fuqara, kalian telah menyaksikan Allah.’ Suatu saat beberapa ulama jahil menista fuqara yang sedang melakukan hadra. Mereka bertanya apa yang terjadi saat fuqara berhadra. Jawabannya adalah, ‘Kami melihat Allah’. Ulama-ulama itu membentak menyatakan bahwa jawaban itu sesuai dengan apa yang telah mereka pikirkan. Itu shirik!. ‘Mengapa shirik?’ tanya fuqara, ‘Apakah kalian menyaksikan ada yang selain Allah?’.
Siapakah yang menjadi milikku dan dimana mereka yang seperti aku bersaing dengan mereka di sumur-sumur yang tak saya kenali ketidaksuciannya?
Jika cinta kepada Allah telah teguh di qalbu, si faqir menjadi sarana tafakur, dan tempat perjumpaan, dan penimbul kegembiraan di qalbu.
Aku mencintai mereka dan aku perlakukan dengan lembut dan aku tawarkan kepada mereka darah dari qalbuku – khususnya sekumpulan dari mereka.
Di antara yang khusus ada yang diterpilih. Sebagian mabuk, berkeliaran, lemah, dalam cinta pada Yang Maha Agung. Sebagian sadar, diam, kuat dalam tafakur pada Yang Maha Indah. Sebagian sadar/mabuk, diam/bergerak – keagungan tidak menabiri mereka dari keindahan dan keindahan tidak menabiri mereka dari keagungan. Merekalah yang sempurna.
Sekelompok dengan ciri mulia – dimana pun mereka duduk, keharuman meruak setelah mereka pergi.
Inilah baraka. Baraka berasal hadrat ar-Rabbani, kehadiran Rabbi. Barang siapa menyangsikan baraka, ia menyangsikan bahwa Allah Yang Maha Hidup tak akan mati. Bagi muslim, baraka itu ada di Hajar Aswad, di Rawdah, pada Laylat al-Qadr. Bagi mukmin, baraka ada di masjid, di kubur para wali – tanpa shirk atau bid’a karena tak ada yang harus dilakukan di situ untuk merasakannya – dan di hadapan salihun. Bagi muhsinin, baraka ada pada setiap pohon dan setiap batu dan setiap bunga dan setiap wajah dan setiap bintang. Tabaraka’llah.
Tasawwuf dibimbing melalui akhlak mereka di tariqa-tariqa. Kesetimbangan yang sempurna adalah milik mereka, yang menyejukkan mataku.
Sufisme bukanlah prinsip-prinsip terselubung. Ia adalah amal-amal dan keadaan-keadaan batini lelaki Allah, rijala’llah. Ia adalah dhawq. Rasa bagi jamaah keadaan batin. Penyaksian bagi jamaah penyaksian. Fana bagi jamaah fana.
Mereka adalah orang-orang yang aku cintai dan para kekasihku yang berada di antara mereka yang mengikuti jejak ujung jubah kekuatan dalam keagungan.
Cintanya para kekasih adalah perkara dahsyat. Jika engkau hadir saat mereka bertemu dan menyatakan cinta mereka, maka Allah telah melimpahimu dengan limpahan karunia (fadl). Pertemuan mereka terjadi namun tak disaksikan. Perpisahannya disaksikan namun tak terjadi. Pusat perhatian mereka hanyalah tafakur pada Sang Pengasih. Inilah maqam Ihsan.
Semoga aku disatukan dengan mereka dalam Allah, dan perilaku salahku diampuni dan dimaafkan olehNya.
Doa yang luar biasa dan tujuan yang luar biasa! Inilah maqam Ibrahim.
Shalawat bagi Yang Terpilih, Sayyiduna Muhammad, yang terbaik dalam memenuhi janji dan berjanji.
Shalawat yang luar biasa dan pahala yang luar biasa! Inilah maqam Islam. Kami bershukur pada Allah atas hadiah Islam pada kami dan itu cukup bagi kami. Amin.