Sejak akhir tahun 2022, isu mengenai nasab Sa’adah Ba’alawi telah mencuat ke permukaan. Isu ini muncul ketika seorang penulis mengklaim telah menyusun tesis yang berisi argumen yang bertolak belakang dengan pandangan umum masyarakat tentang nasab Sa’adah Ba’alawi, khususnya dari keturunan Alawi. Tesis tersebut memicu banyak perdebatan dan ketertarikan untuk mengkaji lebih dalam mengenai isinya. Dalam dua tahun terakhir, saya telah mengumpulkan berbagai fakta dan informasi yang menunjukkan banyak hal mengejutkan.
Salah satu hal penting yang perlu dicermati adalah bagaimana media digunakan sebagai alat untuk membentuk opini publik. Dalam diskusi tentang hipno writing dan pengaruhnya, Haryoko R Wiryo Sutomo, seorang konsultan psikologi, menjelaskan bahwa banyak konten kontroversial di media sosial memang dirancang untuk memicu perdebatan dan konflik, sehingga menciptakan segregasi sosial. Segregasi ini adalah pemisahan kelompok berdasarkan etnis, agama, dan ras, strategi yang pernah digunakan oleh penjajah Belanda.
Melihat situasi ini, penting bagi kita untuk memahami siapa yang berada di belakang teknik hipno writing ini. Mereka bisa saja terdiri dari para cyber army, buzzer, atau bahkan profesional yang disewa untuk menciptakan narasi tertentu. Teknik ini menargetkan perasaan aman dan tidak aman dalam diri manusia, dengan tujuan untuk membentuk opini yang mendukung agenda tertentu.
Salah satu isu yang muncul adalah perdebatan mengenai nasab Alawi dan bagaimana media sosial menyebarkan isu-isu yang mengarah pada ketakutan akan kehilangan sejarah dan identitas. Hal ini berpotensi memicu reaksi primitif di kalangan masyarakat, yang membuat mereka menjadi kebal terhadap data dan fakta yang disajikan. Bahkan, orang-orang yang terbelenggu oleh pandangan sempit ini seringkali menolak informasi dari sumber yang kredibel.
Di Indonesia, komunitas Alawi tersebar di berbagai kalangan, mulai dari ulama hingga pekerja biasa. Mereka hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya dan berkontribusi pada persatuan umat Islam sebagai mayoritas di tanah air. Namun, ada pihak-pihak tertentu yang merasa terganggu dengan persatuan ini dan berusaha memecah belah umat Islam dengan menyebarkan berbagai isu negatif terhadap komunitas Alawi.
Isu-isu yang beredar sering kali tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat. Misalnya, beberapa pihak mencoba membuktikan bahwa komunitas Alawi terlibat dalam tindakan-tindakan negatif atau konspirasi terhadap keberadaan Indonesia. Padahal, banyak dari mereka yang justru berperan aktif dalam menjaga stabilitas dan keamanan nasional.
Dalam menghadapi serangan-serangan ini, kita perlu menegaskan bahwa persatuan dalam keberagaman adalah kunci untuk kemajuan bangsa. Persatuan umat Islam harus diperkuat agar dapat mengatasi tantangan dari pihak-pihak yang ingin menciptakan perpecahan. Hal ini juga sejalan dengan ajakan dari organisasi-organisasi Islam seperti Rabit Alawiyah untuk memperkuat tali persaudaraan di antara umat Muslim.
Upaya untuk menyebarkan informasi yang benar dan akurat harus dilakukan secara terus-menerus. Kita perlu membekali diri dengan pengetahuan dan data yang valid agar bisa menghadapi berbagai isu dengan kepala dingin. Dalam konteks ini, sangat penting untuk selalu merujuk pada sumber-sumber yang kredibel dan mengedepankan dialog konstruktif daripada saling menyalahkan.
Akhirnya, penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa perbedaan bukanlah alasan untuk saling bermusuhan. Justru, perbedaan dalam suku, budaya, dan latar belakang harus dipandang sebagai kekayaan bangsa. Dengan memelihara persatuan dan saling menghormati satu sama lain, kita dapat mewujudkan Indonesia yang lebih maju dan damai.