Pembebasan lahan masyarakat secara paksa untuk kepentingan tertentu, baik oleh pemerintah maupun perusahaan swasta, seringkali menimbulkan konflik dan kontroversi. Hal ini sering melibatkan aparat dalam proses transaksi yang terjadi secara paksa.
Permasalahan ini telah dibahas dalam forum Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama tentang Masail Diniyah Waqi’iyyah pada November 1997 di Pondok Pesantren Qomarul Huda, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Dalam forum tersebut, para kiai menyimpulkan bahwa pembebasan tanah dengan harga yang tidak sesuai dan tanpa kesepakatan kedua belah pihak dapat dikategorikan sebagai perbuatan zalim karena termasuk dalam bai’ul mukrah (jual-beli paksa) yang hukumnya haram dan tidak sah.
Forum tersebut menegaskan bahwa tanggung jawab atas jual beli paksa dan harga yang tidak sepadan tersebut ada pada semua pejabat instansi pemerintah terkait. Selain itu, keuntungan yang diperoleh dari transaksi semacam itu juga dianggap haram. Bahkan jika keuntungan tersebut dialokasikan untuk membangun sarana ibadah, tetap dianggap tidak sah.
Para kiai dalam forum tersebut mengutip pandangan Syekh Abu Zakaria Al-Anshari dalam Kitab Fathul Wahhab yang menyatakan bahwa akad yang dilakukan secara paksa dalam harta seseorang tanpa kerelaan adalah tidak sah, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa’ ayat 29.
Dengan demikian, pembebasan tanah masyarakat yang dilakukan secara paksa dan dengan harga yang tidak adil merupakan sebuah permasalahan yang harus ditangani dengan bijaksana. Keadilan dan kesepakatan antara semua pihak terkait menjadi kunci dalam menyelesaikan konflik yang mungkin timbul akibat proses pembebasan lahan yang kontroversial.
Semoga informasi singkat ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai isu pembebasan tanah masyarakat. Kami senantiasa terbuka untuk menerima masukan dan kritik dari pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
