Dalam dunia penerbitan dan percetakan, masalah hak cipta seringkali menjadi perdebatan yang kompleks antara penerbit dan penulis. Fenomena di mana sebagian penerbit menerbitkan karya tulis tanpa seizin penulis telah menjadi perhatian dalam kajian hukum Islam.
Pada forum Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama pada tahun 1997 di Pondok Pesantren Qomarul Huda, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, para kiai menegaskan bahwa hak cipta di dalam Islam dianggap sebagai hak milik yang harus dilindungi. Keputusan tersebut mengatur bahwa tindakan mencetak dan menerbitkan karya tulis orang lain tanpa izin pemilik hak cipta atau ahli warisnya hukumnya haram.
Selain itu, jika pemilik hak cipta sudah tidak ada, maka hak cipta tersebut menjadi milik umat Islam secara umum untuk kepentingan bersama. Prinsip yang ditekankan adalah pentingnya memperoleh karya tulis yang dibutuhkan dengan cara yang sesuai dengan aturan yang berlaku, termasuk memperoleh izin dari pemilik hak cipta sebelum melakukan penerbitan.
Sebagai saran, penerbit disarankan untuk mematuhi regulasi hukum positif dan hukum Islam terkait penerbitan karya tulis maupun terjemahan. Disarankan pula untuk membuat perjanjian tertulis antara penerbit dan penulis sebagai bentuk kesepakatan yang sah secara hukum.
Dengan demikian, menjunjung tinggi prinsip-prinsip perlindungan hak cipta karya tulis dalam Islam dapat menciptakan lingkungan penerbitan yang lebih beretika dan teratur. Mari kita bersama-sama menghormati karya intelektual sesama dan menjaga keadilan dalam dunia literasi. Semoga informasi ini bermanfaat dan memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pentingnya melindungi hak cipta dalam karya tulis. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.