Ibadah kurban merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan bagi umat Islam yang mampu melaksanakannya. Tujuan utama dari ibadah kurban adalah untuk membagikan daging kurban kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Hal ini sejalan dengan petunjuk Allah SWT dalam surat al-Hajj ayat 28 yang menegaskan pentingnya berbagi rezeki kepada sesama yang membutuhkan.

Para ulama, khususnya dari madzhab Syafi’i, menekankan bahwa pelaksana kurban sebaiknya memakan sebagian daging kurban untuk diri sendiri dan keluarga, sementara sisanya dibagikan kepada yang membutuhkan. Dilarang bagi pelaksana kurban untuk menjual daging atau kulit hewan kurban, bahkan untuk biaya penyembelihan.

Dalam konteks kepanitiaan kurban, di mana panitia merupakan perpanjangan tangan dari pihak yang berkurban, prinsip yang sama berlaku. Daging kurban boleh digunakan untuk konsumsi panitia, namun tidak diperbolehkan untuk dijual, bahkan untuk membeli bumbu masak. Untuk mengatasi hal ini, beberapa kepanitiaan mengenakan biaya tambahan kepada pihak yang berkurban guna menutup biaya operasional, sehingga tidak perlu menjual daging kurban.

Selain itu, ada solusi lain yang bisa diterapkan sesuai dengan pandangan fiqih. Misalnya, dengan menyiapkan panitia internal yang menjadi mustahiq (orang yang berhak menerima) daging kurban untuk dimanfaatkan sesuai kebutuhan. Ada juga pandangan dari madzhab Hanafi yang memperbolehkan penjualan daging kurban dengan syarat dan manfaat yang jelas.

Referensi dari kitab Kifayatul-Ahyar menegaskan bahwa hewan kurban seharusnya dimanfaatkan dengan baik, dan tidak diperkenankan untuk dijual. Namun, menurut Abi Hanifah, penjualan daging kurban dengan menyedekahkan hasilnya diperbolehkan.

Untuk menjaga keberkahan dalam pelaksanaan ibadah kurban, disarankan agar panitia kurban menyiapkan biaya tambahan yang ditanggung oleh pihak berkurban atau keluarganya guna menghindari penjualan daging kurban. Semoga informasi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.