Menyembelih hewan kurban merupakan praktek yang sangat ditekankan dalam ajaran Islam bagi umatnya yang mampu. Tindakan ini tidak hanya mendatangkan keberkahan rizki, tetapi juga merupakan anjuran yang sangat dianjurkan pada bulan Dzulhijjah, khususnya dari tanggal 10 hingga 13.
Imam Malik bahkan berpendapat bahwa penyembelihan hewan kurban bagi individu yang mampu adalah suatu kewajiban. Pandangan ini merujuk pada ayat Al-Kautsar ayat 2 yang menyatakan, “maka shalatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah hewan kurban.”
Anjuran berkurban, yang dianggap sunnah menurut madzhab Syafii, kini semakin diterima dan diapresiasi di tengah masyarakat. Kurban tidak hanya menjadi simbol semangat berbagi, tetapi juga upaya meningkatkan kesejahteraan gizi di kalangan umat Islam. Oleh karena itu, tidak jarang masyarakat mengumpulkan dana melalui arisan untuk melaksanakan ibadah kurban.
Pada sebuah forum halaqah di pesantren Rembang pada tahun 1997, perihal kurban melalui arisan dibahas dengan kesimpulan bahwa kurban yang dilakukan melalui arisan tidak serta-merta dianggap sebagai nazar. Dengan demikian, kurban tidak menjadi kewajiban. Salah satu rujukan yang dijadikan acuan adalah Hasyiyah Sulaiman Jamal Ju V Hal. 251 karya Sulaiman bin Umar bin Manshur al-‘Azili al-Azhari.
Dari rujukan tersebut, dapat dipahami bahwa status hewan sebagai hewan kurban nazar tergantung pada ungkapan pemilik setelah jual beli dilakukan, bukan semata-mata sebagai respons terhadap pertanyaan orang lain.
Semoga penjelasan ini memberikan pemahaman yang lebih jelas terkait kurban melalui arisan. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.