Fenomena ‘penggrebegan’ warga terhadap pasangan yang terlibat dalam tindakan mesum sering terjadi dalam masyarakat. Alasan yang sering digunakan adalah rasa resah serta pandangan bahwa pasangan tersebut mengotori lingkungan sekitarnya.
Dalam Islam, prinsip dasar dalam akad, termasuk akad nikah, adalah adanya kerelaan di antara kedua belah pihak. Menurut pandangan madzhab Syafii, salah satu syarat bagi calon suami adalah adanya kemauan dari dirinya sendiri dan tidak dipaksa. Dengan demikian, pernikahan yang dipaksakan dianggap tidak sah kecuali jika pemaksaan tersebut didasari oleh alasan yang benar.
Pada dasarnya, pemaksaan dengan ancaman kekerasan terhadap pihak lelaki untuk menikahi perempuan tidak bisa dibenarkan dalam Islam. Namun, jika terdapat indikasi bahwa pasangan tersebut memiliki hak untuk memilih atau ada kerelaan dari keduanya, maka pernikahan tersebut dianggap sah.
Tindakan main hakim sendiri dengan memaksa seseorang untuk menikahi orang lain tanpa kerelaan dari keduanya juga tidak dapat dibenarkan dalam Islam karena melanggar prinsip kerelaan dari kedua belah pihak.
Sebagai contoh, pada Muktamar ke-10 Nahdlatul Ulama di Surakarta tahun 1935, diputuskan bahwa pernikahan yang dipaksakan oleh pihak berwenang karena berbuat zina dianggap tidak sah kecuali jika pemaksaan tersebut memenuhi syarat menurut ahli fiqh atau diperintahkan oleh hakim.
Dalam Islam, syarat sahnya pernikahan adalah adanya kemauan dari kedua belah pihak. Sehingga, pernikahan yang dipaksakan tanpa kerelaan tidak sah menurut ajaran Islam.
Penting untuk tidak menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan atau main hakim sendiri karena hal tersebut juga dianggap melanggar hukum dan prinsip kesepakatan dalam Islam. Semoga informasi ini bermanfaat untuk kita semua.