Menurut pandangan ulama dari kalangan Syafi’iyah, zakat fitrah hanya boleh disalurkan kepada orang-orang Muslim. Penyaluran zakat fitrah kepada nonmuslim dianggap tidak sah, meskipun mereka dalam keadaan fakir dan miskin. Imam Nawawi dalam Kitab Majmu Syarah al-Muhadzab menyatakan:
“Dan tidak boleh memberikan zakat kepada nonmuslim, baik zakat fitrah maupun zakat harta. Ini tidak ada perbedaan di antara ulama Syafi’iyah.”
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibnu Qudamah dalam Kitab Al-Mughni, yang menegaskan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapat di kalangan para pakar fikih mengenai ketidakabsahan penyaluran zakat kepada nonmuslim. Ia berkata:
“Tidak mengetahui kami tentang adanya khilaf bahwa zakat harta tidak boleh diberikan kepada orang kafir dan budak.”
Dari penjelasan Imam Nawawi dan Ibnu Qudamah, jelas bahwa nonmuslim tidak berhak menerima zakat fitrah. Jika zakat fitrah diberikan kepada nonmuslim, maka hukumnya tidak sah.
Namun, ada juga ulama yang membolehkan penyaluran zakat fitrah kepada nonmuslim. Pendapat ini disampaikan oleh Imam Abu Hanifah, Amar bin Maimun, Ibnu Sirin, dan Al Zuhri. Dalam Kitab Al-Majmu, Imam al-Nawawi mencatat:
“Ibnu Al-Munzir berkata; ulama telah sepakat bahwa tidak boleh memberikan zakat harta kepada nonmuslim. Mereka berselisih dalam zakat fitrah, sedangkan Imam Abu Hanifah membolehkannya.”
Kisah-kisah dari para tabi’in menunjukkan sikap toleransi dan saling menghormati dalam bergaul dengan nonmuslim. Dalam beberapa riwayat, diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW menunjukkan penghormatan dan kasih sayang kepada kaum nonmuslim. Dalam hadis riwayat Imam Abu Daud, Nabi bersabda:
“Ketahuilah, bahwa siapa yang menzalimi seorang mu’ahad (nonmuslim yang berkomitmen untuk hidup damai dengan umat Muslim), maka saya adalah lawan bertikainya pada hari kiamat.”
Lebih lanjut, Nabi juga menegaskan bahwa menyakiti nonmuslim sama halnya dengan menyakiti beliau sendiri:
“Barang siapa menyakiti seorang dzimmi (nonmuslim yang tidak memerangi umat Muslim), maka sesungguhnya dia telah menyakitiku.”
Pesan toleransi ini terus dijaga oleh generasi setelahnya, termasuk para tabi’in. Dalam karya Dr. Yusuf Qardhawi, disebutkan bahwa beberapa tabi’in memberikan zakat dan memfatwakan boleh mengalokasikan zakat fitrah pada pendeta Nasrani menjelang Hari Raya Idul Fitri. Tabi’in seperti Ikrimah, Ibn Sirin, Abi Syaibah, dan Az Zuhri berpendapat bahwa memberikan zakat fitrah kepada pendeta Nasrani tidaklah dianggap kesalahan.
Kisah Khalifah Umar bin Khattab juga menunjukkan sikap kebijaksanaan dan kemanusiaan terhadap nonmuslim. Suatu ketika, Umar melihat seorang Yahudi tua yang berada dalam kesusahan. Setelah mendengar keluhannya, Umar memutuskan untuk mengalokasikan harta dari baitul mal untuk membantu lelaki tua tersebut karena ia tergolong miskin.
Umar juga dikenal memberi perhatian pada kaum Nasrani yang tergolong miskin saat melakukan perjalanan ke Damaskus, dengan menginstruksikan penyaluran zakat dan pemberian makanan pokok kepada mereka.
Dalam konteks ini, kita dapat melihat bahwa meskipun ada pandangan yang berbeda mengenai penyaluran zakat fitrah kepada nonmuslim, sikap toleransi dan kepedulian terhadap sesama tetap menjadi nilai inti dalam ajaran Islam.