Suatu ketika, Ikrimah putra Abu Jahal datang ke Madinah dalam keadaan beriman. Namun, niat baiknya untuk mengunjungi Rasulullah saw dan hidup bersama kaum Muslimin di Madinah tidak mendapatkan sambutan yang hangat. Ia sering dicemooh dan diolok-olok oleh sebagian warga Madinah karena statusnya sebagai anak biologis Abu Jahal, yang dikenal sebagai Firaun umat manusia pada masa itu.
“Hadza Fir’aunu hadzihil ummah,” demikian sabda Rasulullah saw saat mengetahui kematian Abu Jahal dalam Perang Badar pada tahun 624 Masehi. Hadits ini diriwayatkan oleh At-Thabarani dengan para perawi hadits yang terpercaya, meskipun Muhammad bin Wahb bin Abi Karimah adalah perawi yang tsiqah. Ini dicatat oleh Al-Hafizh Al-Haitsami.
Menyusul cibiran dan olokan yang terus-menerus diterimanya, Ikrimah merasa tidak tahan dan segera mengadukan perasaannya kepada Rasulullah saw. Dalam konteks ini, sebagian ulama menyatakan bahwa jawaban Rasulullah atas aduan Ikrimah terwujud dalam turunnya ayat 11 dari surat Al-Hujurat, yang melarang orang-orang beriman untuk mengolok-olok satu sama lain. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَايَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌمِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum lainnya, bisa jadi kaum yang diolok-olok lebih baik daripada kaum yang mengolok-olok; dan janganlah kaum wanita mengolok-olok kaum wanita lainnya, bisa jadi kaum wanita yang diolok-olok lebih baik daripada kaum wanita yang mengolok-olok. Janganlah kalian saling mencela dan saling memanggil dengan panggilan buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan kefasikan setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Hujurat: 11).
Menurut penjelasan Imam Abu Abdillah Al-Qurthubi dalam tafsirnya, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, ayat ini memberikan pesan penting agar seseorang tidak sembarangan mengolok-olok orang lain. Mengolok-olok seseorang yang tampak lusuh, berpenyakitan, atau tidak fasih berbicara dapat berakibat fatal. Bisa jadi orang yang diolok-olok memiliki hati yang lebih bersih dan ikhlas dibandingkan orang yang mengejeknya.
Jika seseorang nekat mengolok-olok orang lain, bisa jadi ia justru menghina orang yang dimuliakan Allah dan meremehkan derajat orang tersebut.
Ulama salaf juga sangat berhati-hati dalam hal ini. Amar bin Syurahbil, seorang ahli ibadah dari Kufah, pernah mengatakan:
لو رأيت رجلا يرضع عنزا فضحكت منه لخشيت أن أصنع مثل الذي صنع
Artinya, “Andaikan aku melihat seorang lelaki menyusu pada kambing lalu aku tertawa karenanya, maka aku khawatir aku juga akan melakukan perbuatan serupa.”
Sahabat Abdullah bin Mas’ud lebih ekstrem dalam hal ini. Ia berpesan:
البلاء موكل بالقول، لو سخرت من كلب لخشيت أن أحول كلبا
Artinya, “Bala atau ujian itu dipasrahkan pada ucapan. Andaikan aku sampai menghina seekor anjing, aku khawatir wujudku akan diubah menjadi anjing.”
Meskipun banyak bahan untuk mengolok-olok dan mengejek orang lain, sangat penting untuk berpikir ulang sebelum melakukannya. Pertimbangkan bagaimana jika kita berada di posisi orang yang diolok-olok? Bisa jadi orang tersebut lebih baik, lebih mulia, dan lebih agung di hadapan Tuhan dibandingkan kita yang sembarangan mengejek. Wallahu a’lam.