- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Kepemimpinan Umar bin Khattab yang Adil

Google Search Widget

Riwayat mengisahkan bahwa suatu malam, utusan dari Azerbaijan datang ke kota Madinah untuk menjumpai Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Namun, karena hari sudah larut malam, utusan tersebut memutuskan untuk tidur di Masjid Nabawi agar dapat segera menghadap Umar keesokan harinya. Saat hendak tidur, ia dikejutkan oleh suara tangisan di keheningan malam, memohon kepada Allah swt.

“Ya Tuhanku, aku sedang berdiri di depan pintu-Mu. Apakah Engkau menerima taubatku supaya aku bisa mengucap selamat kepada diriku, atau Engkau menolaknya supaya aku menyampaikan ungkapan duka cita kepada diriku.”

Utusan dari Azerbaijan tersebut tertarik dengan kalimat yang ia dengar. Perlahan ia mendekat dan bertanya, “Wahai saudaraku, jika aku boleh tahu siapakah dirimu?” Di tengah heningnya malam, orang tersebut menjawab, “Aku Umar bin Khattab.” Utusan Azerbaijan itu terkejut bukan kepalang. Ia tidak menyangka bahwa orang yang dijumpainya adalah Amirul Mukminin. Segera utusan itu memperkenalkan diri kepada Umar.

“Semoga Allah merahmatimu. Aku takut kalau aku tidur semalam suntuk akan menghilangkan diriku di hadapan Allah dan jika aku tidur sepanjang siang hari berarti menghilangkan diriku di hadapan rakyat,” jawab Khalifah Umar.

Setelah shalat fajar, Umar mengajak tamunya itu singgah di rumahnya. Ia berkata kepada istrinya, “Wahai Ummu Kultsum, suguhkan makanan yang ada. Kita kedatangan tamu jauh dari Azerbaijan.”

“Kita tidak mempunyai makanan, kecuali roti dan garam,” jawab istri Umar. “Tidak mengapa,” kata Umar. Akhirnya mereka berdua makan roti dengan garam.

“Walikota Azerbaijan menyuruhku menyampaikan hadiah ini untuk Amirul Mukminin,” kata utusan Azerbaijan setelah makan, sembari menunjukkan sebuah bungkusan.

“Bukalah bungkusan ini dan lihat apa isinya!” perintah Umar. Setelah dibuka, ternyata berisi gula-gula. “Ini adalah gula-gula khusus buatan Azerbaijan,” utusan itu menjelaskan. “Apakah semua kaum muslimin mendapatkan kiriman gula-gula ini?” tanya Umar.

Utusan itu tertegun atas pertanyaan Umar dan menjawab, “Oh tidak Baginda, gula-gula ini khusus untuk Amirul Mukminin.” Mendengar jawaban itu, Umar tampak sangat marah. Segera ia memerintahkan utusan Azerbaijan untuk membawa gula-gula tersebut ke masjid dan membagi-bagikannya kepada fakir miskin.

“Barang ini haram masuk ke dalam perutku, kecuali jika kaum muslimin memakannya juga,” kata Umar dengan nada agak marah. “Dan engkau cepatlah kembali ke Azerbaijan, beritahukan kepada yang mengutusmu bahwa jika ia mengulangi ini kembali, aku akan memecatnya dari jabatannya!”

Azerbaijan adalah sebuah wilayah di Iran. Kaum Muslim pertama kali memasuki wilayah tersebut antara 19-23 H/639-643 M. Gubernur pertamanya adalah Hudzaifah bin Al-Yaman, lalu Umar mengangkat Utbah bin Farqad sebagai gubernur wilayah Tabriz/Azerbaijan, menggantikan Hudzaifah.

Kepemimpinan Umar bin Khattab yang menekankan kepentingan orang banyak juga terlihat ketika rumah gubuk seorang Yahudi berusaha digusur oleh Gubernur Mesir, Amr bin Ash. Saat itu, Amr bin Ash berencana membangun sebuah masjid besar di tempat gubuk tersebut dan harus menggusur gubuk reot Yahudi itu.

Si Yahudi tersebut bersikeras tidak mau pindah karena dia tidak punya tempat lain. Karena sama-sama bersikeras, akhirnya turun perintah dari Gubernur Amr bin Ash untuk tetap menggusur gubuk tersebut.

Yahudi tersebut merasa diperlakukan tidak adil dan melapor kepada Khalifah Umar. Dia berangkat dari Mesir ke Madinah untuk bertemu dengan Khalifah Sayyidina Umar bin Khattab.

Sepanjang jalan, si Yahudi ini berharap-harap cemas memikirkan bagaimana Khalifah yang istananya pasti megah dibandingkan gubernurnya yang galak. Sesampainya di Madinah, dia bertemu seseorang yang sedang tidur-tiduran di bawah pohon Kurma dan bertanya tentang Khalifah Umar.

Dijawab oleh orang tersebut bahwa istana Khalifah ada di atas lumpur dan pengawalnya adalah yatim piatu, janda-janda tua, serta orang miskin. Pakaian kebesarannya sederhana dan penuh rasa taqwa. Si Yahudi merasa bingung dan bertanya di mana orang itu sekarang. “Di hadapan tuan sekarang,” jawabnya.

Gemetar si Yahudi ini melihat sosok yang ternyata adalah Khalifah yang sangat berbeda dengan gubernurnya di Mesir. Sayyidina Umar bertanya, “Kamu dari mana dan apa keperluanmu?” Si Yahudi menceritakan masalahnya dengan Gubernur Amr bin Ash.

Setelah mendengar ceritanya, Sayyidina Umar menyuruh Yahudi tersebut mengambil sepotong tulang unta dari tempat sampah dekat situ. Kemudian beliau menggambar garis lurus dengan ujung pedangnya pada tulang tersebut dan meminta si Yahudi untuk memberikannya kepada Gubernur Amr bin Ash.

Si Yahudi semakin bingung tetapi menuruti perintah Khalifah. Setibanya di Mesir, si Yahudi langsung menyampaikan pesan Sayyidina Umar dengan memberikan sepotong tulang tadi kepada Gubernur Amr bin Ash.

Melihat garis lurus pada tulang, Amr bin Ash gemeter dan langsung menyuruh kepala proyek untuk membatalkan penggusuran gubuk Yahudi tersebut. Amr bin Ash berkata kepada Yahudi itu, “Ini nasihat pahit buat saya dari Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Seolah-olah beliau berkata ‘Jangan mentang-mentang lagi berkuasa, kamu akan jadi tulang-tulang seperti ini.’ Maka mumpung kamu masih hidup dan berkuasa, berlaku luruslah dan adillah seperti lurusnya garis di atas tulang ini. Jika kamu bengkok, maka nanti aku yang akan luruskan dengan pedangku.”

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

December 23

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?