- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Kekhawatiran Nabi Muhammad Terhadap Umatnya

Google Search Widget

Nabi Muhammad SAW sangat mengkhawatirkan umatnya yang terjebak dalam kemewahan duniawi, akibat sikap tamak dan rakus. Banyak di antara mereka yang mengeksploitasi alam untuk memperkaya diri, mengejar kemewahan dan kenikmatan hidup. Namun, Nabi Muhammad selalu menghadirkan kebenaran Islam melalui akhlak mulianya, sehingga Islam diterima oleh berbagai kalangan. Nabi dan para pengikutnya tidak berperang secara sembarangan; perang yang dilakukan adalah bentuk pertahanan diri terhadap serangan kaum musyrikin.

Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan dalam bukunya, Secercah Tinta (2012), mengungkapkan kegelisahan dan harapan Nabi Muhammad kepada umatnya berdasarkan sebuah ayat Al-Qur’an:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Artinya: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS At-Taubah: 128)

Dari ayat tersebut, Allah SWT menjelaskan kedudukan Nabi Muhammad. Beliau adalah utusan Allah dari golongan manusia, menegaskan bahwa Muhammad adalah sosok luar biasa. Pertama, azizun ‘alaih ma’anittum (berat terasa olehnya penderitaanmu). Sepanjang hidupnya, hal yang selalu dipikirkan oleh Nabi adalah umatnya. Ia tidak ingin umatnya menderita di hari kemudian.

Beberapa riwayat menyebutkan bahwa ketika Malaikat Izrail mendatangi Nabi untuk mencabut nyawanya, perintah Allah itu terasa berat bagi Izrail. Dalam perbincangan sebelum pencabutan nyawa Sang Nabi, Izrail menyampaikan kabar gembira tentang surga bagi Rasulullah. Namun, Nabi justru merasa sedih dan menderita, bertanya, “Lalu, bagaimana dengan umatku?” Pertanyaan ini menunjukkan kepedulian Nabi terhadap umatnya, meskipun mereka sendiri yang menyebabkan kesengsaraan.

Kedua, harishun ‘alaikum (sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu). Ini adalah ungkapan cinta dan harapan Nabi Muhammad kepada umatnya. Ketiga, bil mu’minina raufur rahim (amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin). Beliau memiliki rasa kasih sayang yang mendalam pada kaum beriman.

Tiga sifat inilah yang mendukung keberhasilan dakwah Nabi Muhammad. Akhlak mulia, cinta, dan kasih sayang yang terwujud dalam penjelasan ayat di atas merupakan fondasi dakwah Nabi dengan menekankan akhlaqul karimah karena tersimpan harapan besar Nabi kepada umatnya.

KH Zakky Mubarak dalam bukunya Riyadhul Mu’min menjelaskan kekhawatiran Nabi Muhammad SAW. Amru bin Auf al-anshari meriwayatkan hadits yang menggambarkan situasi saat Nabi mengutus Abu Ubaidah ke Bahrain. Setibanya di Madinah dengan membawa harta yang melimpah, para sahabat pun berkumpul di masjid untuk shalat subuh bersama Nabi. Melihat banyaknya jamaah, Nabi tersenyum dan bercanda bertanya tentang berita kedatangan Abu Ubaidah.

Para sahabat menjawab bahwa mereka mendengar tentang harta yang dibawa Abu Ubaidah. Nabi bersabda, “Terimalah kabar baik dan bersikap optimislah untuk mencapai segala harapanmu.” Namun, Nabi menegaskan bahwa ia tidak khawatir akan kemiskinan umatnya. Ia justru khawatir jika mereka terbuai oleh kekayaan dunia seperti umat-umat sebelumnya, lalu berlomba-lomba mengejar kemewahan hingga akhirnya hancur.

Kehancuran suatu umat karena terjerat dalam sikap rakus dan tamak terhadap kemewahan dunia dapat terjadi dalam berbagai cara. Mereka bisa hancur akibat peperangan antar sesama karena memperebutkan harta. Selain itu, ada kemungkinan mereka terbuai sehingga mengabaikan tugas sebagai khalifah Allah atau mengkhianati amanah suci akibat ketamakan, yang berujung pada kebinasaan.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

June 23

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?