Nabi Muhammad saw adalah seorang nabi dan pemimpin besar umat manusia yang selalu menunjukkan sikap tawadhu. Hal ini membuat orang-orang di sekitarnya, termasuk anak-anak kecil, merasa nyaman untuk berbicara dan bercanda dengan beliau. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Anas, Nabi saw senantiasa mengucapkan salam, bahkan kepada anak-anak. Dalam riwayat Bukhari, Anas menyatakan, “Rasulullah saw melewati beberapa anak kecil, maka beliau mengucapkan salam pada mereka.”
Sikap tawadhu Nabi juga terlihat ketika wanita-wanita pelayan di Madinah berani memegang tangan beliau dan membawanya ke mana saja (HR Bukhari). Selain itu, Nabi Muhammad saw juga aktif membantu pekerjaan rumah tangganya dan keluarganya. Sayyidah ‘Aisyah ra meriwayatkan bahwa Nabi saw membantu keluarganya dan segera keluar rumah untuk melaksanakan shalat ketika tiba waktunya (HR Bukhari).
Penghormatan dan kasih sayang Nabi terhadap orang-orang kecil sangat besar. Terkadang beliau bahkan menghentikan khutbahnya ketika salah seorang sahabat bertanya tentang masalah agama, memberikan penjelasan yang diperlukan, sebelum melanjutkan khutbahnya.
Para Nabi dan Rasul, termasuk Nabi Muhammad saw, tidak merasa rendah untuk menggembalakan ternak atau menerima upah kecil. Dalam sebuah riwayat yang disampaikan oleh Abi Hurairah, Nabi saw bersabda, “Allah tidaklah mengutus seorang Nabi kecuali pernah menggembalakan kambing.” Ketika ditanya apakah beliau juga melakukannya, Nabi menjawab bahwa beliau dahulu menggembalakan kambing milik orang-orang Makkah dengan mendapat upah beberapa Qirath (HR. Bukhari).
Sikap tawadhu Nabi Muhammad saw telah melekat pada diri sahabat-sahabatnya, termasuk Umar bin Khattab. Dalam kisah yang diceritakan oleh Maulana Jalaluddin Rumi dalam al-Matsnawi, seorang penasihat kekaisaran Byzantium dari Constantinople datang untuk menghadap Khalifah Umar bin Khattab di Madinah. Penasihat itu merasa heran karena tidak melihat istana kekhalifahan. Ketika bertanya kepada penduduk Madinah, ia diberitahu bahwa “raja kami tidak memiliki istana megah, karena istana termegahnya adalah hati dan ruhnya yang senantiasa diterangi oleh cahaya takwa.”
Penasihat itu bertanya lagi di mana raja yang terkenal sebagai penakluk dua benua itu berada. Ia kemudian diberitahu bahwa Umar sedang memandikan dan memberi makan seekor unta di bawah pohon kurma. Ketika penasihat tersebut mendekati Umar dan bertanya mengapa ia melakukan pekerjaan tersebut, Umar menjawab bahwa itu adalah tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Unta tersebut adalah milik anak-anak yatim dan para janda yang sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya.
Sang penasihat pun tergerak hatinya, melihat sosok negarawan ideal yang selama ini digambarkan dalam kitab Republik Plato benar-benar ada di hadapannya. Tak lama kemudian, penasihat Byzantium itu bersyahadat dan mengikrarkan keislamannya di hadapan Umar.