- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Kehadiran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw bukan hanya menghapus tradisi jahiliyah yang merendahkan martabat kemanusiaan, tetapi juga membuka ruang bagi kesetaraan di antara seluruh umat. Sistem perbudakan dihapus, diskriminasi terhadap orang kulit hitam ditinggalkan, dan perempuan diberikan peran dalam kehidupan publik.

Google Search Widget

Imam Suyuthi dalam kitab tafsirnya, al-Durr al-Mantsur fi Tafsir bil-Ma’tsur, menjelaskan perlakuan diskriminatif masyarakat Makkah terhadap budak dan orang kulit hitam.

Kisah pertama terjadi saat Rasulullah memasuki kota Makkah dalam peristiwa Fathu Makkah. Bilal bin Rabah, seorang mantan budak, naik ke atas Ka’bah dan menyerukan azan. Beberapa penduduk Makkah terkejut dan ada yang berkomentar, “Budak hitam inikah yang azan di atas Ka‘bah?” Dalam riwayat lain, al-Harits bin Hisyam mengejeknya dengan berkata, “Apakah Muhammad tidak menemukan selain burung gagak ini untuk berazan?” Sementara yang lain berpendapat, “Jika Allah membencinya, tentu akan menggantinya.”

Kisah kedua melibatkan Abu Hind, seorang mantan budak yang bekerja sebagai tukang bekam. Nabi meminta kepada Bani Bayadhah untuk menikahkan salah satu putri mereka dengan Abu Hind, namun mereka menolak dengan alasan: “Ya Rasul, bagaimana kami hendak menikahkan putri kami dengan bekas budak kami?”

Dua peristiwa ini menjadi sebab turunnya (asbabun nuzul) Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 13 yang menyatakan:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al-Hujurat [49]: 13)

Terkait peristiwa Fathu Makkah, Nabi Muhammad dan para sahabat tidak hanya berusaha membebaskan Kota Makkah, tetapi juga memberikan perlindungan kepada seluruh kaum kafir agar mereka dapat masuk Islam.

Dalam Khutbah Imam-imam Besar (2018), Prof KH Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa di tengah kemenangan Nabi dan kaum Muslimin, ada momen ketika Abu Sufyan dan para pembesar Quraisy menyerah dan bersedia mengikuti petunjuk Nabi Muhammad. Nabi meminta kepada para pimpinan pasukannya untuk menyatakan, al-yaum yaumal marhamah (hari ini hari kasih sayang).

Setelah penyerahan Makkah, Muhammad mengumumkan amnesti massal bagi sebagian besar musuh-musuhnya, termasuk mereka yang pernah melawannya dalam pertempuran. Dalam konteks hukum kesukuan yang berlaku, bukannya menjadikan kaum Quraisy sebagai budaknya, Nabi justru menyatakan bahwa semua penduduk Makkah (termasuk semua budak) dibebaskan. Hanya enam pria dan empat perempuan yang dihukum mati karena kejahatan yang mereka lakukan sebelumnya, dan tidak ada seorang pun yang dipaksa untuk memeluk agama Islam.

Karen Armstrong dalam bukunya Muhammad: Prophet for Our Time (2006) menjelaskan bahwa semua orang Makkah harus mengambil sumpah setia untuk tidak melawan Nabi lagi. Di antara orang Quraisy terakhir yang mengambil sumpah tersebut adalah Abu Sufyan dan istrinya, Hindun. Namun, saat secara resmi masuk Islam, mereka tetap bangga dengan kepercayaan mereka sebelumnya dan terang-terangan mengungkapkan rasa jijik terhadap Muhammad serta “kepercayaannya yang picik”.

Penyelesaian Fathu Makkah berlangsung dengan cara yang sangat manusiawi meskipun bertentangan dengan tradisi perang Arab yang sering kali penuh pertumpahan darah dan perampasan. Kasih sayang Nabi Muhammad dalam hal ini sangat besar sehingga tidak ada balas dendam yang terjadi.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 10

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?