- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Kejujuran yang Menginspirasi

Google Search Widget

Muhammad muda, yang saat itu berusia 12 tahun, sering menemani pamannya, Abdul Muthalib, untuk berdagang. Ia bahkan sampai pergi ke negeri jauh seperti Syam (Suriah) untuk berdagang. Dalam kisah Sirah Nabawiyah, Muhammad dikenal sebagai pedagang yang sangat jujur, tidak pernah menipu baik kepada pembeli maupun majikannya.

Kejujuran Muhammad terlihat dalam cara ia bertransaksi. Ia tidak pernah mengurangi timbangan atau takaran, dan tidak memberikan janji berlebihan atau bersumpah palsu. Setiap transaksi dilakukan secara sukarela dan diiringi dengan ijab kabul. Muhammad pun pernah menolak untuk bersumpah demi kepentingan penjualannya, termasuk menggunakan nama Tuhan.

Suatu ketika, Muhammad berselisih paham dengan seorang pembeli di Syam terkait kondisi barang yang dijual. Pembeli tersebut meminta Muhammad untuk bersumpah demi Lata dan Uzza, namun Muhammad menjawab bahwa ia tidak pernah bersumpah atas nama berhala tersebut. Kejujuran Muhammad menjadi prinsip yang kuat, tanpa perlu melibatkan Tuhan, karena ia percaya bahwa orang akan merasakan kebenaran dari kejujurannya.

Dimensi sosial sangat penting dalam ibadah seorang Muslim. Keshalehan individu akan bermakna jika diwujudkan dalam keshalehan sosial. Misalnya, ibadah puasa yang bersifat pribadi harus diakhiri dengan pengeluaran zakat, sebuah ibadah yang memiliki dimensi sosial. Begitu pula shalat, meski merupakan ibadah individual, tetap diakhiri dengan salam dan menengok ke kanan dan ke kiri sebagai simbol perhatian terhadap lingkungan sosial.

Sikap jujur pun harus dimulai dari individu. Kejujuran akan berdampak luas pada kehidupan sosial. Setiap langkah, ucapan, dan perilaku harus menjunjung tinggi nilai kejujuran. Dalam buku Khutbah-khutbah Imam Besar, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad pernah menegaskan ‘ibda’ bi nafsik (mulailah dari diri sendiri). Dalam Al-Qur’an pun ada penegasan bahwa “cukuplah dirimu sendiri sebagai penghisab”.

Hal ini menunjukkan bahwa setiap individu lebih tahu apakah dirinya menjadi penyebab konflik akibat kebohongan yang disebarkan. Di era digital saat ini, informasi mudah diakses, diciptakan, dan disebarluaskan.

Kaum Quraisy pra-Islam menjuluki Nabi Muhammad sebagai Al-Amin, yang berarti orang terpercaya dan sangat jujur. Kejujuran Muhammad dimulai dari diri sendiri dan berdampak positif bagi orang lain di sekitarnya.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 6

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?