- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Sejarah Penyelenggaraan Ibadah Haji dalam Islam

Google Search Widget

Sejarah penyelenggaraan ibadah haji dalam Islam dimulai dengan kewajiban haji yang ditetapkan pada tahun 6 H/627 M, bertepatan dengan tahun perjanjian Hudaibiyah antara umat Islam di Madinah dan kaum musyrik Makkah. Pada tahun yang sama, Rasulullah saw berangkat dari Madinah menuju Makkah untuk melaksanakan umrah. Namun, beliau dan para sahabat dihalangi oleh kaum musyrikin Makkah untuk melakukan umrah di Ka’bah. Sebagai gantinya, Rasulullah saw mengqadha umrahnya pada tahun 7 H, meskipun hal ini menjadi perdebatan di kalangan ulama.

Pada tahun 9 H, Rasulullah saw mengirimkan misi haji dari Madinah, dengan sahabat Abu Bakar sebagai amirul hajj. Setahun kemudian, pada tahun 10 H, Rasulullah saw melaksanakan ibadah haji yang dikenal sebagai haji wada, di mana beliau menjelaskan tata cara pelaksanaan ibadah haji kepada umat Islam.

Ibadah umrah juga disyariatkan bersamaan dengan ibadah haji sejak zaman Nabi Ibrahim as. Umrah pertama yang dilakukan oleh Rasulullah saw setelah hijrah terjadi pada tahun 6 H. Namun, aktivitas umrah tersebut gagal karena dihalangi oleh kaum musyrikin Makkah. Akibatnya, Rasulullah saw menyembelih unta dan mencukur rambut sebagai tanda tahalul, sebelum kembali ke Madinah pada tahun itu juga.

Rasulullah saw melakukan umrah kedua pada tahun 7 H, yang diperdebatkan oleh ulama apakah itu termasuk umrah qadha atau umrah baru. Selanjutnya, umrah ketiga dilakukan dari Ji’ranah pada tahun 8 H saat Perang Hunain, sebelum beliau kembali ke Makkah. Umrah keempat berlangsung bersamaan dengan ibadah haji pada tahun 10 H. Menurut pendapat yang paling sahih, saat itu Rasulullah saw melaksanakan haji qiran, yaitu menggabungkan ibadah haji dan umrah.

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan pakar sejarah mengenai waktu awal kewajiban haji. Sebagian ahli berpendapat bahwa haji diwajibkan pada tahun 6 H, terkait dengan turunnya Surat Al-Baqarah ayat 196 yang memerintahkan untuk menyempurnakan ibadah haji dan umrah. Namun, pendapat ini dibantah oleh yang lain, yang menyatakan bahwa ayat tersebut tidak berbicara tentang awal kewajiban ibadah haji dan hanya menyerukan penyempurnaan ibadah yang telah diwajibkan sebelumnya.

Ada juga yang berpendapat bahwa awal kewajiban ibadah haji diturunkan pada tahun 4 H berdasarkan turunnya Surat Ali Imran ayat 97. Beberapa pakar sejarah lebih lanjut mengemukakan bahwa kewajiban tersebut baru disyariatkan pada akhir tahun 9 H, saat Rasulullah saw menunjuk sahabat Abu Bakar ra sebagai amirul hajj dan memaklumatkan bahwa tidak ada orang musyrik yang boleh berhaji di Masjidil Haram setelah tahun tersebut.

Rasulullah saw kemudian menugaskan Sayyidina Ali ra untuk menyampaikan ayat-ayat awal Surat At-Taubah yang berisi tentang pemutusan hubungan dengan kaum musyrikin. Penyampaian ini terjadi pada hari haji akbar, sebagai pernyataan bahwa Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik.

Pengiriman misi haji di bawah kepemimpinan Abu Bakar ra pada tahun 9 H menjadi langkah awal bagi pelaksanaan ibadah haji Rasulullah saw pada tahun berikutnya. Dengan persiapan yang matang, pelaksanaan haji tidak ternodai oleh tradisi kemusyrikan masyarakat Makkah.

Berbagai pendapat ulama juga muncul mengenai waktu kewajiban ibadah haji. Sebagian berpendapat bahwa haji diwajibkan sebelum hijrah, sementara mayoritas ulama sepakat bahwa kewajiban tersebut ditetapkan pada tahun 6 H bersamaan dengan turunnya Surat Al-Baqarah ayat 196. Beberapa ulama lain berpendapat bahwa perintah untuk melaksanakan haji telah ada sejak tahun 5 H.

Dengan demikian, sejarah penyelenggaraan ibadah haji memiliki berbagai pandangan dan penafsiran di kalangan ulama, mencerminkan kedalaman ilmu dan dinamika pemikiran dalam memahami syariat Islam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?