Ahlussuffah adalah sekelompok orang yang memilih hidup zuhud, beribadah siang dan malam, serta mendalami ilmu agama. Kedekatan mereka yang intensif dengan Rasulullah saw membawa mereka tidak hanya kepada bimbingan ruhani, tetapi juga menjadikan mereka sebagai periwayat hadits terkemuka.
Setelah kiblat resmi dipindahkan dari Baitul Maqdis ke Ka’bah enam bulan setelah hijrah, Rasulullah saw memerintahkan untuk memberi atap pada dinding arah kiblat Baitul Maqdis di bagian belakang Masjid Nabawi. Atap ini kemudian dikenal sebagai ash-Shuffah atau adz-Dzullah (tempat bernaung), yang tidak memiliki penutup di setiap sisinya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bâri menjelaskan bahwa ash-Shuffah adalah tempat di bagian belakang Masjid Nabawi yang disediakan untuk orang asing yang tidak memiliki rumah atau kerabat. Al-Qadli ‘Iyadh juga menekankan bahwa ash-Shuffah digunakan sebagai tempat istirahat bagi orang-orang miskin, yang kemudian disebut Ahlusshuffah.
Abu Hurairah ra menggambarkan para penghuni ash-Shuffah sebagai tamu Islam yang tidak memiliki keluarga, harta, atau tempat bernaung. Awalnya, kaum Anshar mampu menampung kebutuhan hidup dan tempat tinggal bagi kaum Muhajirin yang datang ke Madinah sebelum dan sesudah kedatangan Rasulullah saw. Namun, ketika arus hijrah semakin besar, kaum Anshar tidak lagi mampu menampung mereka dan sebagian besar tinggal di ash-Shuffah.
Setiap orang yang hijrah ke Madinah biasanya terlebih dahulu menemui Rasulullah saw, yang kemudian mengarahkan mereka kepada kaum Anshar untuk dijamin kehidupannya. Jika tidak ada yang bisa menjamin, Rasulullah saw mengarahkan mereka untuk tinggal di ash-Shuffah sampai menemukan jalan keluar.
Penghuni ash-Shuffah awalnya terdiri dari orang-orang Muhajirin, tetapi juga termasuk orang-orang asing yang datang untuk masuk Islam. Jumlah Ahlushuffah tidak tetap; dalam kondisi normal bisa mencapai 70 hingga 80 orang. Abu Hurairah ra diangkat oleh Rasulullah saw sebagai penanggung jawab Ahlushuffah dan sering kali menjadi perantara saat Rasulullah saw memanggil mereka untuk mengenal lebih dekat serta mengetahui derajat ibadah dan kesungguhan mereka.
Meski dikenal sebagai orang-orang miskin, tidak sedikit dari Ahlusshuffah yang berasal dari kalangan berkecukupan. Beberapa di antaranya seperti Ka’ab bin Malik al-Anshari, Handhalah bin Abi ‘Amir al-Anshari, dan Haritsah bin an-Nu’man al-Anshari memilih untuk tinggal di ash-Shuffah karena lebih menyukai kehidupan dalam kezuhudan ketimbang bergelimang harta.
Abu Hurairah ra sendiri berasal dari kalangan berkecukupan dan memilih tinggal di ash-Shuffah untuk bergaul intensif dengan Rasulullah saw. Berkat kedekatannya dengan beliau, Abu Hurairah ra berhasil meriwayatkan 5.374 hadits, dan tercatat sekitar 800-an orang dari kalangan sahabat maupun tabi’in meriwayatkan hadits darinya.
Dalam hal nafkah Ahlushuffah, Rasulullah saw sendiri yang mengurusnya. Beliau menjaga, mengunjungi, memperhatikan kondisi mereka, serta menjenguk jika ada yang sakit. Selain itu, beliau sering memberikan edukasi kepada mereka, seperti mengajari membaca Al-Qur’an dan mengingatkan tentang akhirat.
Rasulullah saw memiliki beberapa cara dalam memenuhi kebutuhan nafkah Ahlushuffah:
- Setiap kali menerima sedekah, beliau memberikannya kepada Ahlusshuffah dan tidak menikmatinya sendiri. Jika ada hadiah, beliau akan menikmatinya bersama mereka.
- Beliau sering mengajak Ahlusshuffah untuk makan di rumah istri-istrinya dan selalu mendahulukan mereka. Dalam salah satu riwayat, Abdurrahman bin Abu Bakar menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda bahwa siapa pun yang memiliki makanan cukup untuk dua orang harus mengajak orang ketiga.
- Rasulullah saw juga mendorong para sahabat untuk bersedekah kepada Ahlusshuffah. Dalam satu riwayat, saat Sayyidah Fatimah ra melahirkan Sayyidinal Hasan, beliau menyuruhnya mencukur rambut al-Hasan dan bersedekah seberat rambut tersebut untuk Ahlusshuffah.
Selama tinggal di ash-Shuffah, mereka beribadah dengan penuh kesungguhan. Mereka beri’tikaf di masjid, hidup zuhud, mendirikan shalat, membaca Al-Qur’an, dan berdzikir kepada Allah swt. Selain semangat ibadahnya, mereka juga dikenal dengan kedalaman ilmu dan hafalan haditsnya, seperti Abu Hurairah ra dan Hudzaifah ibnul Yaman ra yang memilih fokus pada hadits-hadits seputar fitnah.
Mereka juga menunjukkan semangat jihad yang tinggi. Beberapa dari mereka terlibat dan gugur syahid dalam perang Badar. Selain itu, beberapa juga gugur dalam perang Uhud, Khaibar, Tabuk, dan Yamamah.
Penting dicatat bahwa para Ahlusshuffah tidak sepenuhnya menjauhi kehidupan duniawi sehingga terkesan sebagai orang-orang pemalas. Banyak dari mereka aktif berjihad di berbagai medan perang. Abu Hurairah ra adalah contoh nyata seorang Ahlusshuffah yang juga mencari nafkah di luar ash-Shuffah dan pernah menjabat sebagai gubernur Bahrain pada masa Khalifah Umar bin al-Khattab ra.