- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Hijrah ke Ethiopia: Pelajaran dari Sejarah Awal Islam

Google Search Widget

Penindasan yang dialami kaum Muslimin pada pertengahan atau akhir tahun ke-4 kenabian awalnya hanya sedikit. Namun, seiring berjalannya waktu, tekanan tersebut semakin meningkat. Hingga pertengahan tahun ke-5 kenabian, seolah tidak ada lagi tempat berlindung di Mekah. Dalam situasi yang semakin sulit ini, Rasulullah saw menginstruksikan umat Muslim untuk hijrah ke Ethiopia, di mana terdapat raja yang adil dan bijaksana.

Keputusan hijrah ini didasarkan pada wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw, yang tercantum dalam QS. Az-Zumar [39]: 10. Ayat ini mengajak orang beriman untuk bertakwa dan menjanjikan pahala bagi mereka yang bersabar.

Raja Ethiopia yang dimaksud adalah Ashhamah an-Najasyi. Hijrah pertama ke Ethiopia dilaksanakan pada bulan Rajab tahun ke-5 kenabian, dengan rombongan yang terdiri dari 16 sahabat Nabi (12 laki-laki dan 4 wanita), dipimpin oleh Utsman bin Affan ra yang membawa serta Ruqayyah, putri Rasulullah saw. Proses hijrah ini berlangsung dengan aman meskipun hampir tertangkap oleh orang-orang kafir Quraisy.

Setelah beberapa waktu, rombongan hijrah mendapat kabar bahwa seluruh penduduk Mekah telah masuk Islam. Kabar tersebut membuat mereka bersemangat untuk kembali, namun sesampainya di Mekah, mereka mendapati bahwa berita itu tidak benar dan penindasan dari kaum Quraisy justru semakin parah. Rasulullah pun menginstruksikan kaum Muslim untuk melakukan hijrah kedua kalinya ke Ethiopia. Kali ini, rombongan tersebut terdiri dari 83 laki-laki dan 18 atau 19 wanita.

Hijrah kedua ini lebih menantang daripada yang pertama. Kaum Musyrikin berusaha keras agar misi hijrah kali ini gagal. Mereka mengutus dua orang pilihan, Amr bin al-Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah, untuk melakukan diplomasi dengan raja Ethiopia. Dengan membawa banyak hadiah, mereka berharap dapat menolak permohonan kaum Muslimin untuk tinggal sementara di negeri itu.

Namun, Ashhamah an-Najasyi justru menolak untuk menyerahkan umat Islam, meskipun hanya satu orang. Ia bahkan mengajak diskusi para Muslim tentang ajaran baru yang mereka anut. Ja’far bin Abi Thalib, sebagai juru bicara kaum Muslim, menjelaskan secara rinci tentang kondisi sebelum Islam dan alasan mereka hijrah ke Ethiopia.

Setelah mendengar penjelasan Ja’far, raja meminta agar ia membacakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Ketika Ja’far membacakan potongan dari surat Maryam, sang raja terharu dan menangis, mengakui bahwa bacaan tersebut dan ajaran Nabi Isa berasal dari sumber yang sama. Raja kemudian memutuskan untuk mengusir utusan kafir Quraisy dan memperkuat perlindungan terhadap umat Islam.

Ketika diminta untuk menjelaskan tentang Nabi Isa, Ja’far menyatakan bahwa Nabi Isa adalah hamba Allah dan ruh-Nya. Raja mengakui kebenaran jawaban tersebut dan mengembalikan semua hadiah dari utusan kafir Quraisy.

Hikmah dari peristiwa ini adalah adanya kesamaan ajaran antara Nabi Isa as dan Nabi Muhammad saw. Hal ini menegaskan bahwa semua nabi membawa ajaran akidah yang sama meskipun ada distorsi oleh pihak-pihak tertentu.

Selain itu, kejadian ini menunjukkan bahwa umat Islam boleh meminta perlindungan kepada non-Muslim dalam kondisi terdesak, selama tidak merusak dakwah Islam atau melanggar hukum-hukum Islam. Sejarah hijrah ini memberikan pelajaran penting tentang keadilan, perlindungan, dan persatuan dalam menghadapi penindasan.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?