- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Keadilan Umar bin Khattab

Google Search Widget

Kehidupan Khalifah Umar bin Khattab selalu terfokus pada kesejahteraan, keamanan, dan keadilan warganya. Suatu ketika, Umar menerima laporan mengenai tindakan sewenang-wenang putra Gubernur Mesir, Amr bin Ash, yang menempeleng seorang warga negara tanpa alasan yang jelas.

Dengan segera, Umar memanggil Amr dan putranya untuk mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut. Di hadapan mereka, Khalifah Umar menunjukkan ketegasannya dengan ucapan yang kini menjadi doktrin terkenal:

“Ilaa mataa ista’badtum an naasa wa qod waladathum ummahatuhum ahroron?” (Sampai kapan kalian memperbudak manusia, padahal mereka dilahirkan oleh ibu-ibu mereka dalam keadaan merdeka?).

Doktrin ini menginspirasi perjuangan para kiai dan ulama di Indonesia dalam melawan penjajahan. Dalam sejarahnya, para kiai dari pesantren berperan penting dalam membangkitkan kesadaran nasional untuk merdeka dari cengkeraman kolonial.

Pesantren menjadi sorotan pihak kolonial karena dianggap mampu memobilisasi rakyat untuk melawan. Bagi bangsa Indonesia, perlawanan terhadap penjajah merupakan kewajiban, terutama ketika mereka bertindak tidak berperikemanusiaan.

Ketegasan Khalifah Umar kepada Amr bin Ash tidak berhenti di situ. Ketika Amr merencanakan pembangunan masjid besar yang mengharuskan penggusuran gubuk reot milik seorang Yahudi, ia mencoba bernegosiasi untuk membeli gubuk tersebut dengan harga dua kali lipat. Namun, si Yahudi menolak karena merasa tidak memiliki tempat lain untuk tinggal.

Karena ketidakcocokan tersebut, Gubernur Amr bin Ash memutuskan untuk tetap menggusur gubuk itu. Merasa diperlakukan tidak adil, si Yahudi menangis dan melapor kepada Khalifah Umar. Ia melakukan perjalanan dari Mesir ke Madinah untuk menemui Khalifah.

Di sepanjang perjalanan, si Yahudi merasa cemas membayangkan kemewahan istana Khalifah dibandingkan dengan Gubernur yang galak. Sesampainya di Madinah, ia menemukan seorang lelaki yang sedang beristirahat di bawah pohon kurma. Setelah bertanya tentang keberadaan Khalifah, lelaki itu menjelaskan bahwa istana Umar ada di atas lumpur, dan pengawalnya adalah orang-orang miskin dan tidak mampu.

Si Yahudi merasa bingung dan terkejut ketika menyadari bahwa di hadapannya berdiri Khalifah yang sangat berbeda dari Gubernur di Mesir. Sayyidina Umar menanyakan asal-usul dan keperluannya. Setelah mendengar cerita si Yahudi tentang perlakuan Gubernur Amr bin Ash, Umar meminta si Yahudi mengambil sepotong tulang unta dari tempat sampah terdekat.

Umar kemudian menggambar garis lurus dengan ujung pedangnya di atas tulang tersebut dan menyuruh si Yahudi untuk memberikannya kepada Gubernur Amr bin Ash. Bingung namun patuh, si Yahudi mengikuti perintah Khalifah.

Setibanya di Mesir, si Yahudi menyampaikan pesan Umar dengan memberikan sepotong tulang itu kepada Amr bin Ash. Melihat garis lurus tersebut, Amr merasa gemetar dan segera membatalkan rencana penggusuran gubuk si Yahudi. Ia menyadari bahwa itu adalah nasihat dari Amirul Mukminin Umar bin Khattab yang mengingatkannya untuk berlaku adil.

Akhirnya, setelah melihat contoh keadilan yang ditunjukkan oleh Sayyidina Umar, si Yahudi menghibahkan gubuknya untuk pembangunan masjid dan memutuskan untuk masuk Islam sebagai bentuk penghargaan terhadap keadilan yang diterimanya.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 10

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?