Islam pertama kali dikenalkan di Semenanjung Arab, khususnya di Makkah, sebuah kota yang terletak di Arab Saudi. Pertanyaannya, mengapa Islam tidak diturunkan di wilayah lain? Apa yang membuat Makkah menjadi kota pertama yang dipilih sebagai tempat lahirnya agama ini?
Secara geografis, Semenanjung Arab terletak di Asia Barat Daya, menjadi persimpangan antara Afrika dan Asia. Secara politik, wilayah ini terdiri dari sembilan negara: Arab Saudi, Kuwait, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Irak, dan Suriah. Spesifiknya, Islam pertama kali muncul di Arab Saudi, tepatnya di Kota Makkah.
Untuk memahami mengapa Kota Makkah menjadi titik awal munculnya Islam, penting untuk melihat kondisi sosial masyarakat Arab serta posisi geografisnya dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di sekitarnya.
Sebelum kedatangan Islam, terdapat beberapa bangsa yang sudah mapan di sekitar Semenanjung Arab, seperti Persia, Romawi, Yunani, dan India. Menurut Dr. Said Ramadhan al-Buthi, pada masa itu terdapat dua kekuatan besar yang menjadi pusat peradaban dunia: Persia dan Romawi. Di Persia, terdapat berbagai pandangan agama dan filsafat, dengan penguasa yang menganut aliran Zoroaster. Salah satu ajarannya menganjurkan praktik yang sangat kontroversial, termasuk menikahi anggota keluarga dekat.
Di sisi lain, ada kepercayaan Mazdakiyah yang mirip dengan Zoroaster, yang menghalalkan semua wanita dan harta sebagai milik bersama. Sementara itu, Romawi sedang terlibat dalam konflik dengan kaum Nasrani di Syria dan Mesir serta dilanda krisis ekonomi. Di Yunani, masyarakatnya terjebak dalam takhayul dan perdebatan tidak bermanfaat. India juga mengalami kemunduran besar dalam berbagai aspek kehidupan.
Menurut al-Buthi, penyebab kemunduran ini adalah karena peradaban mereka dibangun atas prinsip materialistik tanpa panduan wahyu ilahi. Hal ini berujung pada instabilitas di berbagai bidang yang menjadi masalah serius bagi bangsa-bangsa tersebut.
Di tengah kondisi hiruk-pikuk bangsa-bangsa sekitarnya, Semenanjung Arab tetap damai dan terhindar dari kekacauan. Masyarakat Arab tidak hidup dalam kemewahan yang berpotensi menghancurkan seperti bangsa Persia. Bangsa Arab juga tidak memiliki militer diktator seperti Romawi atau terpengaruh oleh filsafat yang menyesatkan seperti Yunani. Dalam pandangan al-Buthi, bangsa Arab pada saat itu seperti “bahan baku” yang belum diolah.
Dengan kondisi sosial yang masih murni, masyarakat Arab terjaga dalam fitrahnya. Nilai-nilai luhur seperti kejujuran dan menjaga harga diri masih menjadi bagian dari kehidupan mereka. Namun, mereka terjebak dalam kebodohan akibat tidak adanya petunjuk ilahi.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad diutus di tengah-tengah mereka untuk membawa ajaran Islam sebagai penerang moral. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman tentang kondisi bangsa Arab saat itu: “…dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 198). Ayat ini menunjukkan bahwa kesesatan mereka dimaklumi oleh Allah karena kebodohan, berbeda dengan kesesatan bangsa lain yang terjadi meski peradaban sudah maju.
Dari sudut pandang geografis, bangsa Arab juga lebih strategis untuk menjadi pijakan awal agama Islam karena posisinya yang berada di antara dua peradaban besar: Barat yang materialis dan Timur yang didominasi oleh spiritualisme.
Dengan demikian, Semenanjung Arab memiliki keistimewaan baik secara moral maupun geografis sebagai pijakan awal agama Islam.